LIPI: Integrasikan kebijakan dan program terkait remaja dan keluarga
6 Juli 2021 17:11 WIB
Bedah Buku Remaja dan Perilaku Berisiko di Era Digital: Penguatan Peran Keluarga. ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penelitian dan merekomendasikan pentingnya integrasi dalam implementasi kebijakan dan program terkait remaja dan keluarga.
"Salah satu rekomendasi yang ditulis dalam buku ini adalah pentingnya integrasi dalam implementasi kebijakan dan program terkait remaja dan keluarga," kata peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Zainal Fatoni dalam acara dalam jaringan Bedah Buku "Kluster Keluarga dan Kesehatan" di Jakarta, Selasa.
Zainal menuturkan hasil riset menunjukkan hampir tidak ada inovasi program remaja di tingkat daerah yakni di Kota Medan, Surabaya, Mataram, dan ditemui gap yang cukup besar antara kebijakan yang ideal (idealized policy) dengan implementasi. Selain itu, program atau kegiatan remaja cenderung bersifat seremonial dan monoton.
"Remaja masih belum dilihat sebagai suatu prioritas di berbagai program yang disediakan oleh pemerintah," tuturnya.
Baca juga: LIPI: Tingkatkan peran ilmuwan muda realisasikan Visi Indonesia 2045
Baca juga: Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) 2021 diikuti 23 provinsi
LIPI menerbitkan tiga buku hasil penelitian kluster keluarga dan kesehatan, sebagai hasil riset pada 2015-2019, yang berjudul Remaja dan Perilaku Berisiko di Era Digital: Penguatan Peran Keluarga; Menuju Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak: Inovasi dan Upaya Daerah; dan Lansia Sejahtera: Tanggung Jawab Siapa?
Dalam membedah buku Remaja dan Perilaku Berisiko di Era Digital: Penguatan Peran Keluarga, Zainal menuturkan perkembangan remaja dan keluarga di era globalisasi ditandai dengan perkembangan pesat teknologi, komunikasi, dan informasi digital.
Zainal telah melakukan studi selama lima tahun (2015-2019) di Kota Medan, Surabaya, dan Mataram.
Zainal merinci survei terkait interaksi remaja dan keluarga terhadap 401 remaja berusia 15-24 tahun di Kota Medan menunjukkan sebagian responden mempunyai kendala sulit berkomunikasi dengan ayah sebesar 25,8 persen dan ibu sebesar 8,7 persen.
"Ditengarai sebagian besar responden tidak pernah membicarakan isu perilaku yang sensitif, seperti: pornografi, penyakit kelamin, perundungan, narkoba, dan seksualitas dengan orang tua mereka," ujarnya.
Hasil studi juga mengungkapkan minimnya keberadaan staf yang bertanggung jawab secara khusus dalam mengurus program yang berkaitan dengan remaja. Di samping itu, sumber daya manusia (SDM) yang ada kurang memiliki kapabilitas dan komitmen dalam berinteraksi dengan remaja.
Dari hasil studi, Zainal mengatakan perlu peran dari orang tua dalam melakukan upaya yang bersifat preventif dalam mengantisipasi perilaku berisiko remaja.
Menurut dia, orang tua yang mempunyai anak remaja perlu dilihat sebagai salah satu kelompok sasaran yang tidak kalah penting dari remaja, karena orang tua berperan penting membentengi remaja dari melakukan perilaku berisiko di era digital.
Selain itu, komitmen pemerintah daerah dan peran aktor di masing-masing sektor dan di setiap tingkatan birokrasi juga merupakan faktor penting.
Dia menuturkan indikator yang komprehensif dan secara rinci perlu dibangun berdasarkan peran dan tanggung jawab sektor dalam pendekatan multisektoral.
Kemudian, pemerintah pusat perlu melakukan bimbingan atau mentoring terhadap pemerintah daerah dalam memahami dan menyusun program prioritas daerah sesuai kondisi masing-masing.*
Baca juga: LIPI beri penghargaan kepada peneliti remaja dan muda Indonesia
Baca juga: Ratusan peneliti muda ikuti perkemahan ilmiah remaja di Temanggung
"Salah satu rekomendasi yang ditulis dalam buku ini adalah pentingnya integrasi dalam implementasi kebijakan dan program terkait remaja dan keluarga," kata peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Zainal Fatoni dalam acara dalam jaringan Bedah Buku "Kluster Keluarga dan Kesehatan" di Jakarta, Selasa.
Zainal menuturkan hasil riset menunjukkan hampir tidak ada inovasi program remaja di tingkat daerah yakni di Kota Medan, Surabaya, Mataram, dan ditemui gap yang cukup besar antara kebijakan yang ideal (idealized policy) dengan implementasi. Selain itu, program atau kegiatan remaja cenderung bersifat seremonial dan monoton.
"Remaja masih belum dilihat sebagai suatu prioritas di berbagai program yang disediakan oleh pemerintah," tuturnya.
Baca juga: LIPI: Tingkatkan peran ilmuwan muda realisasikan Visi Indonesia 2045
Baca juga: Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) 2021 diikuti 23 provinsi
LIPI menerbitkan tiga buku hasil penelitian kluster keluarga dan kesehatan, sebagai hasil riset pada 2015-2019, yang berjudul Remaja dan Perilaku Berisiko di Era Digital: Penguatan Peran Keluarga; Menuju Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak: Inovasi dan Upaya Daerah; dan Lansia Sejahtera: Tanggung Jawab Siapa?
Dalam membedah buku Remaja dan Perilaku Berisiko di Era Digital: Penguatan Peran Keluarga, Zainal menuturkan perkembangan remaja dan keluarga di era globalisasi ditandai dengan perkembangan pesat teknologi, komunikasi, dan informasi digital.
Zainal telah melakukan studi selama lima tahun (2015-2019) di Kota Medan, Surabaya, dan Mataram.
Zainal merinci survei terkait interaksi remaja dan keluarga terhadap 401 remaja berusia 15-24 tahun di Kota Medan menunjukkan sebagian responden mempunyai kendala sulit berkomunikasi dengan ayah sebesar 25,8 persen dan ibu sebesar 8,7 persen.
"Ditengarai sebagian besar responden tidak pernah membicarakan isu perilaku yang sensitif, seperti: pornografi, penyakit kelamin, perundungan, narkoba, dan seksualitas dengan orang tua mereka," ujarnya.
Hasil studi juga mengungkapkan minimnya keberadaan staf yang bertanggung jawab secara khusus dalam mengurus program yang berkaitan dengan remaja. Di samping itu, sumber daya manusia (SDM) yang ada kurang memiliki kapabilitas dan komitmen dalam berinteraksi dengan remaja.
Dari hasil studi, Zainal mengatakan perlu peran dari orang tua dalam melakukan upaya yang bersifat preventif dalam mengantisipasi perilaku berisiko remaja.
Menurut dia, orang tua yang mempunyai anak remaja perlu dilihat sebagai salah satu kelompok sasaran yang tidak kalah penting dari remaja, karena orang tua berperan penting membentengi remaja dari melakukan perilaku berisiko di era digital.
Selain itu, komitmen pemerintah daerah dan peran aktor di masing-masing sektor dan di setiap tingkatan birokrasi juga merupakan faktor penting.
Dia menuturkan indikator yang komprehensif dan secara rinci perlu dibangun berdasarkan peran dan tanggung jawab sektor dalam pendekatan multisektoral.
Kemudian, pemerintah pusat perlu melakukan bimbingan atau mentoring terhadap pemerintah daerah dalam memahami dan menyusun program prioritas daerah sesuai kondisi masing-masing.*
Baca juga: LIPI beri penghargaan kepada peneliti remaja dan muda Indonesia
Baca juga: Ratusan peneliti muda ikuti perkemahan ilmiah remaja di Temanggung
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021
Tags: