Jakarta (ANTARA) - Pembenahan berbagai permasalahan terkait pupuk bersubsidi harus dicari solusi dengan mekanisme yang terpadu dan akurat serta berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani miskin di berbagai daerah di Tanah Air.

"Dari dulu subsidi pupuk tidak pernah memenuhi 6T (tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu)," kata Guru Besar Agroindustri Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Prof Mochammad Maksum dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Maksum, selama 75 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, petani masih termarjinalisasi dan masih kerap difungsikan sebagai produsen pangan murah demi ketahanan pangan, dan produsen bahan baku murah demi industri.

Selain itu, ujar dia, hingga kini juga masih banyak petani yang tidak tercatat di Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. "Marilah kita perhatikan persoalan subsidi ini dalam satu skema besar agroindustri," katanya.

Pakar lainnya, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Prof Bustanul Arifin bahwa masih ada gap atau kesenjangan antara usulan e-RDKK dan alokasi yang ada, dan ini sudah terjadi sejak lama sehingga menimbulkan kelangkaan di lapangan.

Untuk itu, Bustanul mengusulkan agar adanya kejelasan dari program subsidi pupuk, misalkan digeser menjadi bantuan kepada petani kecil, dengan e-RDKK yang diverifikasi dan divalidasi secara otomatis.

Sedangkan pengamat kebijakan pertanian Prof Pantjar Simatupang menyatakan bahwa program pupuk subsidi secara teoritis sesuai dengan maksud dan tujuannya, tetapi secara empiris atau realitas belum sehingga ada kegagalan operasional.

Salah satu usulan yang diajukan Pantjar adalah usulan kuota pupuk bersubsidi didasarkan kepada tingkat kesuburan tanah guna mengatasi distribusi pupuk subsidi yang dinilai masih belum merata serta meningkatkan produktivitas sektor pertanian Nusantara.

"Subsidi pupuk masih pilihan kebijakan yang terbaik bagi Indonesia saat ini. Kegagalan selama ini adalah akibat salah tata kelola rancangan dan manajemen operasi. Cara terbaik meningkatkan kinerja program subsidi pupuk adalah transformasi tata kelola," paparnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Bakir Pasaman menyebutkan stok pupuk bersubsidi hingga saat ini dalam kondisi yang sangat cukup atau bahkan melimpah dengan ketersediaan lebih dari 300 persen di atas ketentuan pemerintah.

Bakir dalam rapat dengar pendapat dengan Panitia Kerja pupuk bersubsidi dan kartu tani di Komisi IV DPR RI Jakarta, Senin (14/6), mengatakan per tanggal 10 Juni 2021 pihaknya memiliki stok pupuk di lini III sebesar 911.458 ton atau setara 304 persen di atas ketentuan pemerintah.

"Jadi stok pupuk kami untuk pupuk subsidi sangat berlimpah saat ini," kata Bakir.

Bahkan, untuk kebutuhan sepanjang tahun 2021 Bakir mengungkapkan pihaknya telah menjaga ketersediaan stok di lini I hingga lini IV yang mencapai 15 juta ton. "Pupuk Indonesia memiliki stok 15,3 juta ton, yang terdiri dari produksi 13,4 juta ton dan kita selalu memiliki stok di awal tahun 1,9 juta ton," kata dia.

Bakir memaparkan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi sampai dengan akhir Mei 2021 sebesar 76 persen dari target hingga Mei, atau setara 3.090.083 ton dari target sampai dengan Mei 2021 sebesar 4.082.689 ton. "Jadi ada sekitar 1 juta ton kelebihan," kata dia.

Sebelumnya, Komisi IV DPR RI juga telah meminta Kementerian Pertanian untuk melakukan penertiban data sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) penerimaan pupuk subsidi agar penyaluran pupuk bersubsidi dapat semakin tepat sasaran.

Baca juga: Mentan pastikan stok pupuk Pusri penuhi kebutuhan musim tanam
Baca juga: Dinas Tanaman Pangan Sumut pastikan ketersediaan pupuk bersubsidi
Baca juga: Pusri siapkan Rp11 triliun bangun pabrik pupuk baru