Juni nanti, Paraguay tampil di putaran final Piala Dunia untuk kedelapan kalinya. Di bawah asuhan Gerardo Martino, Paraguay berharap bisa mengulangi prestasi pada Piala Dunia Prancis 1998 dan Korea/Jepang 2002.

Saat itu mereka berhasil mencapai babak enambelas besar sebelum disingkirkan Prancis dan Jerman.

Sambil memperbaiki daerah pertahanan, Paraguay menguatkan daya dobrak permainan mereka. Paraguay harus berterimakasih kepada sekelompok penyerang penuh tenaga dan berbakat yang mampu merusak pertahanan lawan.

Serangan itu akan membawa perubahan bagi Paraguay untuk menebus kesalahan mereka di Jerman tahun 2006, langsung tersingkir di babak pertama.

Kegagalan itu tidak boleh diulanginya di Afrika Selatan.

Paraguay meraih sepuluh kemenangan, tiga kali seri dan lima kali kalah untuk mendapatkan tiket ke Afrika Selatan. Mereka mengumpulkan nilai 33 dan menduduki posisi ketiga, di belakang Chile dan Brasil.

Mereka lolos ke Piala Dunia setelah mengalahkan Argentina 1-0 di Asuncion, September silam. Kemenangan itu disambut baik publik Paraguay, bahkan Presiden Fernando Lugo menetapkannya sebagai hari libur agar rakyat Paraguay bisa merayakan kemenangan itu.

Kunci kemajuan mengesankan mereka terletak pada penampilannya di depan publik mereka. Paraguay meraih tujuh kemenangan saat bermain di stadion Defensores del Chaco, Asuncion. Mereka hanya menderita tiga kekalahan, untuk mngoleksi 12 poin.

Paraguay memiliki pemain bintang seperti Salvador Cabanas, Roque Santa Cruz, Oscar Cardozo, dan Nelson Haedo Valdez.

Cabanas tidak bisa tampil di Afrika Selatan akibat insiden penembakan yang melukai kepalanya. Roque Santa Cruz telah meraih kesuksesan selama beberapa musim merumput di Eropa. Pengaruhnya tidak memudar meski dia banyak absen selama babak kualifikasi.

Santa Cruz akan menjadi ujung tombak Paraguay bersama Cardozo dan Valdez. Trio penyerang itu tampil di Piala Dunia Jerman 2006. Mereka harus bisa melupakan kegagalan di Jerman untuk mengejar kesuksesan di Afrika Selatan.

Sedangkan Martino sering dibandingkan dengan gurunya, Marcelo Bielsa. Pelatih asal Argentina itu mengawali karir kepelatihannya tahun 1998. Sebelumnya dia dikenal sebagai gelandang serang berbakat di era 1990-an.

Setelah melatih beberapa klub tidak terkenal di negaranya, dia melatih dua klub Paraguay, Cerro Porteno dan Libertad.

Sukses di Libertad membawa Martino meraih jabatan pelatih Paraguay, menggantikan Anibal Ruiz.

Martino membuktikan dirinya sebagai pilihan yang tepat untuk Paraguay. Dia mengungkapkan rahasia penampilan timnya di babak kualifikasi, yaitu keterlibatan pemain dalam tim. Mereka bertanggungjawab dan menghindari perselisihan.

Dia sadar betul jika gagal mengikuti jejak pelatih sebelumnya dan tersingkir dari babak kualifikasi, dia akan meninggalkan jejak negatif dalam sejarah sepakbola Paraguay.

"Setiap orang yang melatih tim nasional melakukan tugas untuk dua alasan: bertahan pada pekerjaan atau tenggelam dalam sejarah. Saya memilih pilihan kedua," kata Martino. (*)

(neny/A038/AR09)