BI NTB perkuat klaster vanili organik di kaki Gunung Rinjani
3 Juli 2021 00:07 WIB
Peneliti vanili dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian (kiri), mengecek vanili terbaik (gourmet) di Desa Sakra, Kabupaten Lombok Timur, NTB, Jumat (2/7/2021). ANTARA/Awaludin
Lombok Timur (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Nusa Tenggara Barat memperkuat pertanian klaster vanili organik di kaki Gunung Rinjani, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, agar bisa meningkatkan volume ekspor.
"Vanili merupakan komoditas yang menjanjikan untuk masa depan petani yang lebih baik karena pasar ekspornya luas, tapi produksi masih terbatas," kata Kepala Perwakilan BI NTB Heru Saptaji, di sela kegiatan penguatan klaster vanili di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Jumat.
Ada tiga kelompok petani pembudidaya vanili organik yang diberikan penguatan, yakni Kelompok Petani Gerok Sokong, orong Pentereng, di Kecamatan Sembalun, dan Kelompok Petani Tanjung Biru dari Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Jumlah petani yang terlibat dalam tiga kelompok tersebut sebanyak 99 orang dengan luas areal tanam mencapai 186 hektare, yang tersebar di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, dan Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Saat ini, kapasitas produksi vanili organik yang dapat dihasilkan sesuai kualifikasi ekspor hanya tujuh ton basah atau setara kering satu ton. Namun, potensi sebenarnya adalah 15 ton basah atau dua ton vanili kering.
"Kuantitas, kualitas dan kontinuinitas produksi ini menjadi kendala sehingga untuk mengisi pasar ekspor yang masih relatif luas belum bisa terpenuhi," ujarnya.
Kantor Perwakilan BI NTB bersama dengan Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram memfasilitasi para petani vanili organik untuk mendapatkan pengetahuan tentang bibit vanili varietas unggul dan teknologi budi daya organik yang baik.
Pengetahuan tersebut diberikan oleh peneliti tanaman vanili dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Heru menambahkan pelatihan para petani vanili organik tersebut juga melibatkan eksportir vanili dari UD Rempah Organik Lombok. Pelaku usaha yang juga menjadi mitra petani itu memberikan pengetahuan tentang cara pengolahan vanili sehingga bernilai ekonomi tinggi.
"Kami berinisiatif memberikan pelatihan karena melihat sisi hulu (petani) yang memproduksi butuh sentuhan pengembangan," ujarnya.
Selain dari sisi teknologi budi daya, kata dia, pihaknya juga mendorong hilirisasi yang dapat dihasilkan adalah vanili "bean" (polong) dan "gourmet" (vanili terbaik).
Sebab, prospeknya relatif tinggi karena petani bisa menghasilkan produk gourmet apabila menggunakan pola tanam intensif dan terjaga (greenhouse).
"Harga satu ton vanili kering terbaik bisa mencapai Rp4 miliar. Kalau produksinya bisa mencapai lima ton, maka puluhan miliar uang akan berputar di kaki Gunung Rinjani dari vanili saja. Karena itu, mari kita bersama-sama mewujudkan dari Sembalun untuk NTB Gemilang, untuk Indonesia maju," katanya.
Baca juga: Kemendag minta Atase Perdagangan dan ITPC cari "buyer" vanili RI
Baca juga: Mentan targetkan pertumbuhan ekspor komoditas kopi hingga vanili
"Vanili merupakan komoditas yang menjanjikan untuk masa depan petani yang lebih baik karena pasar ekspornya luas, tapi produksi masih terbatas," kata Kepala Perwakilan BI NTB Heru Saptaji, di sela kegiatan penguatan klaster vanili di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Jumat.
Ada tiga kelompok petani pembudidaya vanili organik yang diberikan penguatan, yakni Kelompok Petani Gerok Sokong, orong Pentereng, di Kecamatan Sembalun, dan Kelompok Petani Tanjung Biru dari Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Jumlah petani yang terlibat dalam tiga kelompok tersebut sebanyak 99 orang dengan luas areal tanam mencapai 186 hektare, yang tersebar di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, dan Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Saat ini, kapasitas produksi vanili organik yang dapat dihasilkan sesuai kualifikasi ekspor hanya tujuh ton basah atau setara kering satu ton. Namun, potensi sebenarnya adalah 15 ton basah atau dua ton vanili kering.
"Kuantitas, kualitas dan kontinuinitas produksi ini menjadi kendala sehingga untuk mengisi pasar ekspor yang masih relatif luas belum bisa terpenuhi," ujarnya.
Kantor Perwakilan BI NTB bersama dengan Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram memfasilitasi para petani vanili organik untuk mendapatkan pengetahuan tentang bibit vanili varietas unggul dan teknologi budi daya organik yang baik.
Pengetahuan tersebut diberikan oleh peneliti tanaman vanili dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Heru menambahkan pelatihan para petani vanili organik tersebut juga melibatkan eksportir vanili dari UD Rempah Organik Lombok. Pelaku usaha yang juga menjadi mitra petani itu memberikan pengetahuan tentang cara pengolahan vanili sehingga bernilai ekonomi tinggi.
"Kami berinisiatif memberikan pelatihan karena melihat sisi hulu (petani) yang memproduksi butuh sentuhan pengembangan," ujarnya.
Selain dari sisi teknologi budi daya, kata dia, pihaknya juga mendorong hilirisasi yang dapat dihasilkan adalah vanili "bean" (polong) dan "gourmet" (vanili terbaik).
Sebab, prospeknya relatif tinggi karena petani bisa menghasilkan produk gourmet apabila menggunakan pola tanam intensif dan terjaga (greenhouse).
"Harga satu ton vanili kering terbaik bisa mencapai Rp4 miliar. Kalau produksinya bisa mencapai lima ton, maka puluhan miliar uang akan berputar di kaki Gunung Rinjani dari vanili saja. Karena itu, mari kita bersama-sama mewujudkan dari Sembalun untuk NTB Gemilang, untuk Indonesia maju," katanya.
Baca juga: Kemendag minta Atase Perdagangan dan ITPC cari "buyer" vanili RI
Baca juga: Mentan targetkan pertumbuhan ekspor komoditas kopi hingga vanili
Pewarta: Awaludin
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021
Tags: