Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengimbau masyarakat untuk tidak mudah mempercayai klaim obat seperti yang muncul pada obat ivermectin untuk pengobatan COVID-19, tanpa ada pembuktian ilmiah.

"Janganlah percaya dengan klaim-klaim obat yang belum tentu benar. Sejak tahun lalu klaim-klaim itu selalu berlanjut tanpa riset yang baik yang bisa kita percaya, dengan cara betul kita pahami dan terbuka. Kita jangan langsung percaya," kata Pandu dalam konferensi pers yang diadakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta, Jumat.

Pandu mengatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan obat ivermectin dipakai untuk rangkaian uji klinis, dan belum ada hasil uji klinis yang menunjukkan obat ivermectin memiliki efikasi untuk terapi pengobatan COVID-19.

Baca juga: Belum ada bukti ilmiah ivermectin bisa mengobati COVID-19

"Belum ada 'evidence' (bukti) yang menyatakan secara 'scientific' (ilmiah) (ivermectin) bisa sebagai terapi COVID-19," tutur Pandu.

Pandu mengatakan harus dicegah distribusi ivermectin di luar ketentuan yang ada untuk menghindari penyalahgunaan obat.

Dia mengaku menemukan penjualan ivermectin yang dikemas dalam satu paket dengan vitamin untuk orang tanpa gejala dan isolasi mandiri.

Pandu mengimbau masyarakat untuk tidak sembarang mengkonsumsi obat, terutama yang isolasi mandiri. Konsumsi obat tidak benar akan merugikan diri sendiri.

Dia juga mengajak anggota masyarakat untuk tidak mencoba mendiagnosis sendiri. Namun, perlu konsultasi dengan dokter sehingga tahu dan mendapat penanganan yang tepat dan obat yang sebaiknya dikonsumsi.

"Efek samping jangka panjang kita ngak tahu apalagi dikonsumsi tiap hari," ujarnya.

Baca juga: BPOM temukan produsen Ivermectin langgar CPOB dan CDOB
Baca juga: BPOM sebut penggunaan Ivermectin sesuai resep dokter
Baca juga: Ivermectin tak direkomendasikan untuk obati COVID-19 pada ibu hamil