Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Satria Aji Imawan menilai pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro atau UMi sebagai langkah efektif untuk mendorong ekonomi masyarakat bawah.

"Holding ultra mikro baik di dalam mengarahkan peningkatan kinerja UMKM dan menurunkan kesenjangan," ujar Satria dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, langkah pemerintah melakukan holding tiga BUMN, BRI, Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) yang dikenal fokus pada pemberdayaan ekonomi dan usaha wong cilik, dapat menjadi program yang efektif dalam meningkatkan kinerja ekonomi masyarakat bawah. Dengan demikian harapannya bisa menekan kesenjangan ekonomi.

Baca juga: Kadin: Holding ultra mikro percepat inklusi keuangan

Melalui holding itu, program pemberdayaan khususnya pada banyak pelaku usaha baru akan semakin efektif.Ketiga BUMN akan saling menguatkan dalam menunjang kinerja.

Dengan sinergi ekosistem yang terbentuk, kesinambungan kinerja ekonomi pelaku usaha baru dapat dijaga lebih baik hingga bisa ‘naik kelas’. Satria berpendapat holding akan mampu mendorong digitalisasi usaha di segmen UMi dan UMKM.

Melalui digitalisasi usaha, para pelaku bisnis UMi dan UMKM dapat lebih mudah memperluas pasar. Terlebih, aktivitas jual beli masyarakat saat ini semakin dominan disalurkan secara daring seperti e-commerce.

"Pengembangan dari digitalisasi akan makin masif, dan memang ini memerlukan langkah bersama melalui holding," kata Satria.

Baca juga: Nusron Wahid: Holding ultra mikro beri manfaat luar biasa bagi publik

Satria pun menekankan kinerja ekonomi riil saat ini masih cukup berat. Melalui holding diharapkan ke depan menjadi salah satu variabel pemacu laju ekonomi.

Sementara itu, pengamat dari MNC Asset Management Edwin Sebayang mengatakan pembentukan holding lewat sistem inbreng sudah sangat tepat. Langkah itu akan meningkatkan potensi efisiensi dan membuka lebar pengembangan usaha masyarakat di tataran bawah.

Penggabungan ekosistem ultra mikro pada tiga BUMN tersebut dinilai akan membuat pasar pembiayaan mikro oleh perusahaan milik pemerintah semakin kuat. Penghimpunan data nasabah akan semakin baik, sehingga tak mustahil jika ke depan akan banyak lahir usaha mikro berkualitas.

Di sisi lain, bagi pelaku bisnis di segmen ultra mikro langkah holding akan memuluskan jalan untuk mendapatkan solusi keuangan usaha yang lebih lengkap, mudah dan cepat.

"Terlebih efisiensi yang dilakukan holding tentu akan ditransmisikan ke bunga pembiayaan sehingga meringankan beban pinjaman pelaku mikro nantinya. Ini pun akan memperbesar potensi pertumbuhan mereka," ujar Edwin.

Digitalisasi usaha
Sementara itu dengan sinergi ekosistem yang terbentuk, kesinambungan kinerja ekonomi pelaku usaha baru dapat dijaga lebih baik hingga bisa ‘naik kelas’. Satria berpendapat holding akan mampu mendorong digitalisasi usaha di segmen UMi dan UMKM.

Melalui digitalisasi usaha, para pelaku bisnis UMi dan UMKM dapat lebih mudah memperluas pasar. Terlebih, aktivitas jual beli masyarakat saat ini semakin dominan disalurkan secara daring seperti e-commerce.

"Pengembangan dari digitalisasi akan makin masif, dan memang ini memerlukan langkah bersama melalui holding," jelas Satria.

Satria pun menekankan kinerja ekonomi riil saat ini masih cukup berat. Melalui holding diharapkan ke depan menjadi salah satu variabel pemacu laju ekonomi. Apa yang diungkapkan Satria sangat beralasan. Mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM terdapat sekitar 62 juta unit mikro dan ultra mikro, dengan persentase hanya 50,9 persen yang baru tersentuh layanan keuangan formal.

Di sisi lain mayoritas usaha ultra mikro masih mengandalkan bantuan keluarga atau jasa rentenir dalam akses pembiayaan. Secara nasional saat ini porsi kredit perbankan yang diserap sektor UMKM masih di bawah 20 persen, sedangkan target pemerintah mencapai 30 persen.

Holding pun diharapkan mendorong pendanaan bagi sekitar 29 juta usaha ultra mikro pada 2024 serta percepatan inklusi keuangan. Adapun inklusi keuangan melalui holding BUMN UMi akan mendorong program pemerintah dalam menjangkau masyarakat yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan formal.

Dengan indeks inklusi keuangan yang meningkat, dapat menjadi dasar mempercepat penetrasi digitalisasi keuangan. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2020, indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen sedangkan inklusi keuangan 76,19 persen. Angka tersebut merupakan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan regulator tersebut pada 2019.

Persentase itu meningkat dari posisi 2016, di mana hasil survey OJK mencatat indeks literasi keuangan 29,7 persen sedangkan inklusi keuangan 67,8 persen. Adapun target OJK sesuai arahan Presiden Joko Widodo, indeks inklusi keuangan mencapai di atas 90 persen pada 2023.
Baca juga: INDEF: Koperasi tidak mati, justru sinergi dengan Holding Ultra Mikro
Baca juga: Erick Thohir: Holding ultra mikro solusi bagi segmen usaha UMi