Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan bahwa penetapan perkiraan waktu puncak emisi (peak emission) karbon memerlukan kesepakatan seluruh sektor terkait.

"Penentuan target waktu nol emisi (net zero emission) karbon hendaknya didahului dengan perhitungan matang terutama kapan Indonesia mengalami puncak emisi," kata Satya, di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, negara-negara yang sudah merencanakan net zero emission pada 2050, rata-rata adalah negara maju, yang sudah mengalami peak emission cukup lama seperti Inggris pada 1973, Uni Eropa pada 1979, Jepang pada 2004, AS pada 2007, dan China memperkirakan pada 2030.

"Untuk Indonesia, harus dihitung cermat pada angka pertumbuhan ekonomi berapa dan angka pemakaian listrik per kapita berapa, kita akan mengalami peak dan itu pada tahun berapa," kata Satya menanggapi pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, selaku Anggota DEN dari unsur pemerintah, saat menerima kunjungan kerja Anggota DEN dari pemangku kepentingan secara daring.

Apabila sudah dihitung dengan cermat, maka dapat coba ditentukan dengan pasti apakah tahun 2050 bisa menjadi target nol emisi karbon.

"Tentunya, ini memerlukan perhitungan di seluruh sektor baik energi, lingkungan hidup, perindustrian, transportasi, dan lainnya," ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Menteri LHK Siti Nurbaya mendukung program dan Rencana Strategis (Renstra) DEN 2021-2025.

Baca juga: Kementerian ESDM punya delapan strategi pengembangan EBT
Baca juga: Anggota DPR ingin pemerintah percepat komitmen energi terbarukan

Terkait dengan evaluasi dan pembaruan kebijakan energi nasional (KEN) dan rencana umum energi nasional (RUEN), Siti Nurbaya menyampaikan agar KEN dan RUEN yang akan diperbarui itu sudah disesuaikan dengan target netral karbon atau net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

Selain itu, untuk mendukung target nol emisi, langkah tersebut harus mulai tercermin dari grand strategi energi nasional (GSEN) yang sedang disusun.

Kementerian LHK juga sangat mendukung pemanfaatan biomassa sebagai langkah pengembangan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) ke depannya.

Pertemuan dengan Menteri LHK itu dihadiri Anggota DEN dari pemangku kepentingan yaitu Agus Puji Prasetyono, Musri, Satya Widya Yudha, Herman Darnel Ibrahim, Daryatmo Mardiyanto, Eri Purnomohadi, As Natio Lasman, dan Yusra Khan.

Selain itu, hadir pula Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Yunus Saefulhak, Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Mustika Pertiwi, dan Kepala Biro Umum Totoh Abdul Fatah.

Agenda kunjungan antara lain perkenalan Anggota DEN, pemaparan struktur dan tugas DEN, serta pemaparan Renstra DEN 2021-2025.

Kunjungan kerja ini bertujuan pula mendapatkan masukan penyempurnaan Renstra DEN 2021-2025 khususnya terkait dengan kebijakan lintas sektoral Kementerian LHK dan dalam mencapai target bauran energi nasional.

Sementara itu, saat membuka rapat, Anggota DEN dari pemangku kepentingan, yang mewakili unsur konsumen, Daryatmo mengatakan, sesuai UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi, DEN mempunyai tugas merancang dan merumuskan KEN, menetapkan RUEN, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.

Visi Renstra DEN 2021-2025 adalah terwujudnya bauran energi nasional berdasarkan prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi yang berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.

Beberapa Program Kerja DEN 2021-2025 antara lain peningkatan ketahanan menuju kemandirian dan kedaulatan energi Indonesia; menetapkan dan memastikan daerah potensi rawan krisis dan darurat energi; pengawasan dan pendampingan perhitungan bauran energi nasional dan daerah; pendampingan penyusunan perda RUED 14 provinsi; dan sinkronisasi renstra 13 K/L dengan RUEN.

Selain itu, beberapa strategi DEN antara lain optimalisasi pengawasan pelaksanaan kebijakan energi yang bersifat lintas sektoral, meliputi pengawasan implementasi KEN, RUEN, dan RUED, melalui percepatan penetapan regulasi terkait pedoman pengawasan.

Selanjutnya, optimalisasi perumusan kebijakan dan perencanaan energi yang bersifat lintas sektoral, melalui perumusan arah transisi energi dalam jangka panjang secara bertahap; optimalisasi pembinaan dan pendampingan penyusunan RUED melalui peningkatan layanan perencanaan energi daerah; dan memperkuat pelaksanaan kerja sama nasional dan internasional di bidang energi.

Baca juga: Program transisi energi butuh dukungan stimulus fiskal
Baca juga: Pengamat : Pemerintah perlu dukung pemanfaatan energi surya