Artikel
Holding Ultra Mikro dan momentum koperasi kembali pada jati diri
Oleh Hanni Sofia
29 Juni 2021 19:36 WIB
Praktisi Koperasi Kamaruddin Batubara mengakui kehadiran holding ultra mikro boleh jadi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bisnis koperasi secara keseluruhan. (ANTARA/HO-BMI)
Jakarta (ANTARA) - Dalam beberapa waktu terakhir, wacana pembentukan holding BUMN ultra mikro menjadi polemik yang menarik perhatian masyarakat.
Sejumlah pihak mengklaim bahwa langkah tersebut akan memberikan dampak positif khususnya sebagaimana disampaikan oleh Kementerian BUMN.
Holding ultra mikro ini akan melibatkan tiga BUMN. Dan Kementerian BUMN mengklaim bahwa pendirian holding ultra mikro merupakan amanat konstitusi.
Holding ultra mikro merupakan pengejewantahan UUD 1945, pasal 33 ayat 2 dan ayat 3, yang terkait pengelolaan hajat hidup rakyat Indonesia. Holding tersebut akan melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Konsolidasi tiga BUMN itu diharapkan akan berdampak luas bagi masyarakat pada tataran bawah, khususnya yang bergerak di sektor usaha mikro dan UMKM.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembentukan holding UMI dan UMKM sudah rampung, tinggal menunggu persetujuan dan draf ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Kadin: Holding ultra mikro percepat inklusi keuangan
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga tahun 2019, segmen usaha mikro dan ultra mikro mencapai 64,6 juta unit atau setara 98,6 persen dari total unit usaha secara nasional. Hal ini menjadikan sektor UMKM sebagai bidang yang layak menjadi fokus perhatian bagi seluruh pemangku kebijakan.
Pro dan kontra kemudian muncul atas rencana kehadiran holding ultra mikro ini hingga terkesan ada tarik ulur yang kencang yang menjadikan wacana konsolidasi tiga BUMN belum juga segera diwujudkan.
Sebagian praktisi koperasi menolak karena ada kekhawatiran bahwa kehadiran holding ultra mikro akan mengganggu ekosistem bisnis koperasi yang saat ini dari sisi regulasi sampai implementasi masih perlu penguatan dari pemerintah.
Namun tidak sedikit praktisi koperasi yang menilai bahwa koperasi memang harus kembali ke jati diri dan memperkuat proses bisnis yang benar (“business process”) agar kompetitif. Hadirnya Holding BUMN Ultra Mikro pun mereka yakini tidak akan menggerus keberadaan koperasi.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai koperasi yang menjalankan usahanya secara efisien tidak akan mati dengan adanya holding ultra mikro. Justru koperasi tersebut akan lebih kompetitif ke depan.
Menurut dia hal itu bukan untuk mematikan bisnis koperasi. Sebaliknya menjadi “challenge” agar koperasi bisa lebih efisien. Di situlah peran yang seharusnya muncul, sebab bagi koperasi yang tidak mau bersaing ini mungkin saja akan menjadi tekanan tersendiri bagi mereka.
Menurutnya, holding ultra mikro justru akan menekan gerak rentenir berbaju koperasi yang meresahkan masyarakat. Penyaluran kredit dari BRI, Pegadaian, dan PNM juga akan lebih mudah dengan tingkat efisiensi yang menekan bunga dan “cost of fund”.
Baca juga: Nusron Wahid: Holding ultra mikro beri manfaat luar biasa bagi publik
Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi BMI mengatakan bahwa koperasi memang harus kembali ke jati diri dan memperkuat proses bisnis yang benar (“business process”).
Ia berpendapat hal itu merupakan aksi korporasi biasa, karena bisnis ketiga perusahaan itu sudah berjalan belasan hingga puluhan tahun, kemudian ketika menjadi holding boleh jadi justru akan mendorong adanya efisiensi.
Seperti PNM dengan program Mekaar diketahui jumlah nasabahnya sudah mencapai 9 juta di seluruh Indonesia dengan jumlah karyawan 5.400 orang. Itu dinggapnya sebagai hal yang biasa saja.
“Saya lebih tertarik menunjukkan dan promosi koperasi di tengah masyarakat yang kepercayaannya pada koperasi masih belum terlalu menggembirakan” ujarnya.
Terpacu Berbenah
Kamaruddin Batubara mengakui kehadiran holding ultra mikro boleh jadi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bisnis koperasi secara keseluruhan.
Namun ia kemudian mengajak masyarakat untuk kembali menyadari bahwa sesungguhnya ada tujuh hingga sembilan lembaga keuangan baik bank maupun nonbank yang beredar dan menjalankan operasionalnya di setiap desa di negeri ini sehingga semua justru harus merasa terpacu berbenah diri.
Menurut dia, hal ini harus menjadi momentum kesadaran untuk kembali ke jati diri dan memperbaiki proses bisnis koperasi.
“Sekali lagi menurut saya holding itu biasa saja. Ibarat tetangga mempercantik rumahnya kenapa pula kita yang kepanasan. Maka saya memilih lebih baik bekerja keras agar bisa pula mempercantik rumah kita” ujarnya.
Baca juga: Pemkot Kediri bentuk koperasi RW guna mengatasi rentenir
Dengan kata lain fokus pada solusi dan tidak perlu meributkan masalah. Inilah momentum menunjukkan bedanya koperasi dengan lembaga non-koperasi.
Belasan tahun koperasi sudah berkompetisi dengan pelaku usaha lain di tanah air dan harus disyukuri bahwa sampai detik ini koperasi nyatanya masih bisa menghadapinya dengan mengedepankan kelebihan dan keunggulan berkoperasi.
Ia berpendapat hal ini hanya persoalan pola pikir dan visi berkoperasi. Maka ia mengajak pelaku koperasi agar menjadi KSP/KSPPS (Koperasi Simpan Pinjam/Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang lebih dari sekadar simpan pinjam.
“Itu artinya mari kita kembali ke jati diri koperasi. Kita bareng-bareng ramai-ramai memperbaiki koperasi kita secara organisasi dan bisnis,” kata Kamaruddin.
Kamaruddin kembali mengajak koperasi agar selalu sadar bahwa sebagai badan usaha maka diamanati oleh pendiri bangsa sebagai soko guru ekonomi rakyat sehingga kembali ke jati diri dan memperbaiki bisnisnya adalah langkah yang harus dilakukan.
Koperasi sendirilah yang harus menunjukkan tentang kesokoguruan ekonomi rakyat. Para pelaku koperasi pulalah yang mau tak mau harus menjalankan dan menunjukkan pada khalayak sehingga rakyat tidak perlu berpaling ke lembaga selain koperasi.
Selama konteksnya dalam kerangka bisnis maka apapun yang terjadi juga harus dihadapi dengan pendekatan bisnis. Regulasi perkoperasian memungkinkan hal itu terjadi.
Sudah saatnya menunjukkan kekuatan koperasi, untuk juga menyampaikannya kepada rakyat tentang keunggulan berkoperasi yang berpotensi membawa kesejahteraan merata bagi semua.
Sejumlah pihak mengklaim bahwa langkah tersebut akan memberikan dampak positif khususnya sebagaimana disampaikan oleh Kementerian BUMN.
Holding ultra mikro ini akan melibatkan tiga BUMN. Dan Kementerian BUMN mengklaim bahwa pendirian holding ultra mikro merupakan amanat konstitusi.
Holding ultra mikro merupakan pengejewantahan UUD 1945, pasal 33 ayat 2 dan ayat 3, yang terkait pengelolaan hajat hidup rakyat Indonesia. Holding tersebut akan melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Konsolidasi tiga BUMN itu diharapkan akan berdampak luas bagi masyarakat pada tataran bawah, khususnya yang bergerak di sektor usaha mikro dan UMKM.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembentukan holding UMI dan UMKM sudah rampung, tinggal menunggu persetujuan dan draf ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Kadin: Holding ultra mikro percepat inklusi keuangan
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga tahun 2019, segmen usaha mikro dan ultra mikro mencapai 64,6 juta unit atau setara 98,6 persen dari total unit usaha secara nasional. Hal ini menjadikan sektor UMKM sebagai bidang yang layak menjadi fokus perhatian bagi seluruh pemangku kebijakan.
Pro dan kontra kemudian muncul atas rencana kehadiran holding ultra mikro ini hingga terkesan ada tarik ulur yang kencang yang menjadikan wacana konsolidasi tiga BUMN belum juga segera diwujudkan.
Sebagian praktisi koperasi menolak karena ada kekhawatiran bahwa kehadiran holding ultra mikro akan mengganggu ekosistem bisnis koperasi yang saat ini dari sisi regulasi sampai implementasi masih perlu penguatan dari pemerintah.
Namun tidak sedikit praktisi koperasi yang menilai bahwa koperasi memang harus kembali ke jati diri dan memperkuat proses bisnis yang benar (“business process”) agar kompetitif. Hadirnya Holding BUMN Ultra Mikro pun mereka yakini tidak akan menggerus keberadaan koperasi.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai koperasi yang menjalankan usahanya secara efisien tidak akan mati dengan adanya holding ultra mikro. Justru koperasi tersebut akan lebih kompetitif ke depan.
Menurut dia hal itu bukan untuk mematikan bisnis koperasi. Sebaliknya menjadi “challenge” agar koperasi bisa lebih efisien. Di situlah peran yang seharusnya muncul, sebab bagi koperasi yang tidak mau bersaing ini mungkin saja akan menjadi tekanan tersendiri bagi mereka.
Menurutnya, holding ultra mikro justru akan menekan gerak rentenir berbaju koperasi yang meresahkan masyarakat. Penyaluran kredit dari BRI, Pegadaian, dan PNM juga akan lebih mudah dengan tingkat efisiensi yang menekan bunga dan “cost of fund”.
Baca juga: Nusron Wahid: Holding ultra mikro beri manfaat luar biasa bagi publik
Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi BMI mengatakan bahwa koperasi memang harus kembali ke jati diri dan memperkuat proses bisnis yang benar (“business process”).
Ia berpendapat hal itu merupakan aksi korporasi biasa, karena bisnis ketiga perusahaan itu sudah berjalan belasan hingga puluhan tahun, kemudian ketika menjadi holding boleh jadi justru akan mendorong adanya efisiensi.
Seperti PNM dengan program Mekaar diketahui jumlah nasabahnya sudah mencapai 9 juta di seluruh Indonesia dengan jumlah karyawan 5.400 orang. Itu dinggapnya sebagai hal yang biasa saja.
“Saya lebih tertarik menunjukkan dan promosi koperasi di tengah masyarakat yang kepercayaannya pada koperasi masih belum terlalu menggembirakan” ujarnya.
Terpacu Berbenah
Kamaruddin Batubara mengakui kehadiran holding ultra mikro boleh jadi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bisnis koperasi secara keseluruhan.
Namun ia kemudian mengajak masyarakat untuk kembali menyadari bahwa sesungguhnya ada tujuh hingga sembilan lembaga keuangan baik bank maupun nonbank yang beredar dan menjalankan operasionalnya di setiap desa di negeri ini sehingga semua justru harus merasa terpacu berbenah diri.
Menurut dia, hal ini harus menjadi momentum kesadaran untuk kembali ke jati diri dan memperbaiki proses bisnis koperasi.
“Sekali lagi menurut saya holding itu biasa saja. Ibarat tetangga mempercantik rumahnya kenapa pula kita yang kepanasan. Maka saya memilih lebih baik bekerja keras agar bisa pula mempercantik rumah kita” ujarnya.
Baca juga: Pemkot Kediri bentuk koperasi RW guna mengatasi rentenir
Dengan kata lain fokus pada solusi dan tidak perlu meributkan masalah. Inilah momentum menunjukkan bedanya koperasi dengan lembaga non-koperasi.
Belasan tahun koperasi sudah berkompetisi dengan pelaku usaha lain di tanah air dan harus disyukuri bahwa sampai detik ini koperasi nyatanya masih bisa menghadapinya dengan mengedepankan kelebihan dan keunggulan berkoperasi.
Ia berpendapat hal ini hanya persoalan pola pikir dan visi berkoperasi. Maka ia mengajak pelaku koperasi agar menjadi KSP/KSPPS (Koperasi Simpan Pinjam/Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang lebih dari sekadar simpan pinjam.
“Itu artinya mari kita kembali ke jati diri koperasi. Kita bareng-bareng ramai-ramai memperbaiki koperasi kita secara organisasi dan bisnis,” kata Kamaruddin.
Kamaruddin kembali mengajak koperasi agar selalu sadar bahwa sebagai badan usaha maka diamanati oleh pendiri bangsa sebagai soko guru ekonomi rakyat sehingga kembali ke jati diri dan memperbaiki bisnisnya adalah langkah yang harus dilakukan.
Koperasi sendirilah yang harus menunjukkan tentang kesokoguruan ekonomi rakyat. Para pelaku koperasi pulalah yang mau tak mau harus menjalankan dan menunjukkan pada khalayak sehingga rakyat tidak perlu berpaling ke lembaga selain koperasi.
Selama konteksnya dalam kerangka bisnis maka apapun yang terjadi juga harus dihadapi dengan pendekatan bisnis. Regulasi perkoperasian memungkinkan hal itu terjadi.
Sudah saatnya menunjukkan kekuatan koperasi, untuk juga menyampaikannya kepada rakyat tentang keunggulan berkoperasi yang berpotensi membawa kesejahteraan merata bagi semua.
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021
Tags: