Program "Work from Bali" pengaruhi industri pariwisata?
29 Juni 2021 14:34 WIB
Pekerja beraktivitas di Courtyard by Marriott Bali Nusa Dua Resort, Badung, Bali, Jumat (18/6/2021). Sebanyak 16 hotel di kawasan The Nusa Dua disiapkan untuk menjadi lokasi program Work from Bali atau bekerja dari Bali sebagai upaya pemulihan perekonomian Bali yang terdampak pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Mulai Juli 2021 pemerintah akan melaksanakan program Work from Bali (WFB) atau bekerja dari Bali yang diharapkan dapat membantu pemulihan pariwisata dan perekonomian di Bali yang sempat lumpuh akibat COVID-19, hal ini pun mendapat dukungan dari pelaku pariwisata.
Baca juga: Sandiaga bantah "Work From Bali" picu naiknya COVID-19
Ketua Umum Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan program WFB cukup berpengaruh pertumbuhan pariwisata khususnya hotel. Program ini memiliki potensi yang besar, selama masyarakat berani untuk melakukan perjalanan.
"Berpengaruh (pertumbuhan pariwisata) tapi dengan kondisi terakhir ini kelihatannya berat tapi tetap kita coba," kata Hariyadi saat dihubungi ANTARA pada Selasa.
Hariyadi menilai pelaku WFB akan lebih banyak datang dari Jakarta. Namun mengingat lonjakan kasus COVID-19 yang terus meningkat, kemungkinan program ini akan terkendala.
"Kalau saya melihatnya WFB itu masih punya potensi selama masyarakatnya berani ke sana. Orangnya juga pada takut, Balinya juga diperketat. Kondisinya untuk pariwisata ketidakpastiannya itu masih tinggi," ujar Hariyadi.
Baca juga: Hotel bergaya Jepang di Bali bersiap buka dengan standar prokes ketat
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO), Pauline Suharno berpendapat bahwa WFB tidak akan berpengaruh besar pada bisnis travel. Sebab pelaku WFB lebih banyak aparatur sipil negara (ASN) yang rencana perjalanannya sudah diatur oleh kementerian terkait
"Kalau ke travel agent belum terlalu berpengaruh, karena WFB itu kan ASN, di mana kalau beli tiket pun sudah diatur oleh kantornya yang punya kerjasama langsung, kalau hotel juga yang udah ada kontak langsung dengan kementerian tersebut," kata Pauline.
"Buat travel agent sih relatif enggak terlalu banyak pengaruh, karena travel agent kan tukang jahit yang menggabungkan paket wisata kayak akomodasi, transport, local guide, atraksi di mana enggak diperluin untuk orang-orang yang Work From Bali," lanjutnya.
Pauline mengatakan orang yang memilih bekerja dari Bali pasti akan lebih banyak menghabiskan waktu di hotel dan menikmati beragam fasilitasnya.
Tak hanya itu, kunjungan wisata ke Bali kini juga sudah tidak seperti dulu. Rata-rata pengunjung akan mencari hotel dengan fasilitas lengkap bahkan memiliki akses khusus untuk ke pantai.
"Kebanyakan kan orang biarpun seminggu di Bali, mereka staycation menikmati fasilitas hotel aja. Keluar untuk makan aja paling rental mobil, ya kita dapatnya dari situ aja. Kalau untuk travel agent yang menjahit semua itu, ya ada pemasukannya tapi enggak terlalu signifikan," kata Pauline.
Kebijakan WFB akan dimulai secara bertahap pada Juli 2021 atau kuartal ketiga (Q3). Kebijakan WFB difasilitasi negara di kawasan Nusa Dua untuk sekitar 25 persen ASN di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).
Lokasi atau destinasi lain juga memiliki potensi untuk bisa menjadi tempat bekerja asalkan memiliki keindahan alam, pengelolaan yang baik dan jaringan internet yang bagus.
Baca juga: Pemprov Bali sebut WFB bukan pemicu lonjakan kasus COVID-19
Baca juga: Para bupati diapresiasi atas komitmen bersama pulihkan pariwisata Bali
Baca juga: "Work from Bali" akan berdampak positif untuk Lombok
Baca juga: Sandiaga bantah "Work From Bali" picu naiknya COVID-19
Ketua Umum Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan program WFB cukup berpengaruh pertumbuhan pariwisata khususnya hotel. Program ini memiliki potensi yang besar, selama masyarakat berani untuk melakukan perjalanan.
"Berpengaruh (pertumbuhan pariwisata) tapi dengan kondisi terakhir ini kelihatannya berat tapi tetap kita coba," kata Hariyadi saat dihubungi ANTARA pada Selasa.
Hariyadi menilai pelaku WFB akan lebih banyak datang dari Jakarta. Namun mengingat lonjakan kasus COVID-19 yang terus meningkat, kemungkinan program ini akan terkendala.
"Kalau saya melihatnya WFB itu masih punya potensi selama masyarakatnya berani ke sana. Orangnya juga pada takut, Balinya juga diperketat. Kondisinya untuk pariwisata ketidakpastiannya itu masih tinggi," ujar Hariyadi.
Baca juga: Hotel bergaya Jepang di Bali bersiap buka dengan standar prokes ketat
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO), Pauline Suharno berpendapat bahwa WFB tidak akan berpengaruh besar pada bisnis travel. Sebab pelaku WFB lebih banyak aparatur sipil negara (ASN) yang rencana perjalanannya sudah diatur oleh kementerian terkait
"Kalau ke travel agent belum terlalu berpengaruh, karena WFB itu kan ASN, di mana kalau beli tiket pun sudah diatur oleh kantornya yang punya kerjasama langsung, kalau hotel juga yang udah ada kontak langsung dengan kementerian tersebut," kata Pauline.
"Buat travel agent sih relatif enggak terlalu banyak pengaruh, karena travel agent kan tukang jahit yang menggabungkan paket wisata kayak akomodasi, transport, local guide, atraksi di mana enggak diperluin untuk orang-orang yang Work From Bali," lanjutnya.
Pauline mengatakan orang yang memilih bekerja dari Bali pasti akan lebih banyak menghabiskan waktu di hotel dan menikmati beragam fasilitasnya.
Tak hanya itu, kunjungan wisata ke Bali kini juga sudah tidak seperti dulu. Rata-rata pengunjung akan mencari hotel dengan fasilitas lengkap bahkan memiliki akses khusus untuk ke pantai.
"Kebanyakan kan orang biarpun seminggu di Bali, mereka staycation menikmati fasilitas hotel aja. Keluar untuk makan aja paling rental mobil, ya kita dapatnya dari situ aja. Kalau untuk travel agent yang menjahit semua itu, ya ada pemasukannya tapi enggak terlalu signifikan," kata Pauline.
Kebijakan WFB akan dimulai secara bertahap pada Juli 2021 atau kuartal ketiga (Q3). Kebijakan WFB difasilitasi negara di kawasan Nusa Dua untuk sekitar 25 persen ASN di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).
Lokasi atau destinasi lain juga memiliki potensi untuk bisa menjadi tempat bekerja asalkan memiliki keindahan alam, pengelolaan yang baik dan jaringan internet yang bagus.
Baca juga: Pemprov Bali sebut WFB bukan pemicu lonjakan kasus COVID-19
Baca juga: Para bupati diapresiasi atas komitmen bersama pulihkan pariwisata Bali
Baca juga: "Work from Bali" akan berdampak positif untuk Lombok
Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021
Tags: