Jakarta (ANTARA) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta stasiun televisi bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas dan selektif dalam memproduksi maupun menayangkan sinetron.

“Dalam pengamatan PSI, masih cukup banyak sinetron yang tak memperhatikan kualitas, menghina akal sehat, dan membodohi penonton, misalnya mengeksploitasi perempuan dan anak. Stasiun TV tidak boleh lepas tangan, harus bertanggung jawab memperbaikinya,” kata Juru Bicara DPP PSI, Dara Nasution, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

PSI meyakini, para pembuat sinetron tak boleh mengabaikan fungsi sosial-edukatif. Peringkat (rating) memang penting dikejar namun kualitas tidak boleh dinomorduakan.

Baca juga: PSI minta pemerintah evaluasi kinerja Komisi Penyiaran Indonesia

“Karena itu kami meminta stasiun swasta untuk lebih selektif dan bertanggung jawab. Kuncinya ada pada mereka, karena mereka yang menyetujui dan membiayai produksi,” kata dia.

Menurut Dara, selera penonton tidak bisa dijadikan pembenaran dalam produksi sinetron. Pembuat dan penyandang dana harus punya pedoman etis.

“Selera bukan sesuatu yang mutlak-mutlakkan, melainkan bisa diarahkan. Tinggal soal kemauan baik dari semua stasiun TV,” ucap Dara.

Baca juga: Kowani minta KPI hentikan program penyiaran yang meresahkan masyarakat

Sinetron "Suara Hati Istri Zahra" memancing banyak protes. Sinetron tersebut dinilai tidak patut karena menaruh anak 15 tahun sebagai pemeran sosok istri.

SInetron ini dianggap mempromosikan pernikahan anak, padahal pemerintah sedang giat mengampanyekan menolak pernikahan anak yang terbukti banyak mengandung dampak negatif.

Menurut PSI situasi itu diperparah karena Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak bekerja sebagaimana diharapkan. KPI belakangan malah lebih sibuk mengurusi hal-hal yang di luar wewenangnya, seperti ingin mengawasi YouTube dan Netflix.

Baca juga: Legislator ingatkan KPI tingkatkan pengawasan penyiaran

“Tidak berfungsinya KPI ini yang memperkuat keyakinan PSI untuk segera mengevaluasi dan meminta pembubaran KPI.” ujar Dara.