RUU itu dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing dengan China dan mendorong Beijing pada hak asasi manusia, yang berarti panel itu kemungkinan akan mengajukan RUU minggu ini hanya dengan dukungan politisi Demokrat.
Seorang juru bicara DPR Michael McCaul, politisi Republik di kalangan atas komisi itu, mengatakan dia menentang "Ensuring American Global Leadership and Engagement Act," atau Eagle Act, yang akan dipertimbangkan komisi itu pada Rabu (7/7).
Keinginan untuk bersikap keras dalam berurusan dengan China adalah salah satu dari sedikit sentimen bipartisan di Kongres AS, yang sangat terbelah dan dikendalikan secara terbatas oleh sesama politisi Demokrat dalam pemerintahan Presiden Joe Biden.
Namun, kedua pihak tidak setuju tentang cara terbaik untuk berurusan dengan China. Misalnya, politisi Partai Republik keberatan dengan ketentuan dalam Eagle Act yang akan mengesahkan pendanaan untuk inisiatif iklim.
Tetapi, politisi Partai Republik juga mengatakan mereka merasa Eagle Act menyerukan terlalu banyak kajian dan akan melewatkan peluang untuk mengambil tindakan yang berarti seperti memperketat kontrol ekspor teknologi dan mengatur akses ke beberapa jenis data pribadi yang sensitif, seperti informasi kesehatan warga Amerika.
"Ini sebagian besar cuma RUU yang memperlihatkan pesan (aspirasi)," kata seorang pembantu Partai Republik.
Eagle Act diperkenalkan pada Mei oleh Ketua Urusan Luar Negeri Demokrat Gregory Meeks.
Senat pada 8 Juni dengan suara mayoritas bipartisan yang kuat 68-32 mengesahkan RUU China, "US Innovation and Competition Act," atau USICA.
Melalui UU itu, Senat menyetujui sekitar 190 miliar dolar AS (sekitar Rp2,7 kuadriliun) untuk ketentuan memperkuat teknologi dan penelitian AS, dan menyetujui $54 miliar (sekitar Rp782 triliun) untuk meningkatkan produksi AS dan penelitian semikonduktor dan peralatan telekomunikasi.
Sumber: Reuters
Baca juga: Selesaikan masalah, China-AS cari kesamaan dalam pembicaraan dagang
Baca juga: China kecam transit terbaru kapal perang AS di Selat Taiwan
Baca juga: Jepang akui sulit membaca strategi militer China