Dewasa ini produk jamu dan makanan suplemen semakin menjamur di
tengah-tengah masyarakat. Gejala ini seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk back to nature dan menghindari obat-obatan kimiawi.
Produk-produk
jamu sangat mudah ditemui di berbagai tempat penjualan mulai dari
warung pinggir jalan sampai toko swalayan besar, sedangkan makanan
suplemen umumnya penjualannya masih terbatas di lokasi atau gerai
tertentu atau melalui sistem penjualan multi level marketing.
Jamu
dan makanan suplemen sebenarnya merupakan dua kelompok produk yang
berbeda. Jamu dikategorikan sebagai obat tradisional dan diklaim mampu
menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu, sedangkan makanan suplemen
tidak dikategorikan sebagai obat dan tidak boleh diklaim berkhasiat
menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu.
Makanan suplemen
umumnya dipromosikan berkhasiat mencegah timbulnya penyakit tertentu
atau meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindar dari penyakit. Adapun
kesamaan dari dua jenis produk tersebut adalah sama-sama diklaim
menggunakan bahan-bahan alami sebagai bahan aktif dan tidak menggunakan
bahan-bahan kimiawi.
Di tengah gencarnya berbagai bentuk promosi
produk jamu dan makanan suplemen, konsumen tentunya perlu berhati-hati
dalam memilih jenis produk yang akan dikonsumsinya. Bagi konsumen
muslim pertimbangan ini tentunya tidak hanya mencakup segi keamanan
tapi yang lebih penting lagi adalah kepastian kehalalannya.
Legalitas
Legalitas
suatu produk merupakan langkah awal yang harus diperhatikan dalam
memilih suatu produk konsumsi, termasuk jamu dan makanan suplemen.
Produk yang legal artinya secara resmi telah terdaftar pada institusi
pemerintah yang berwenang, dimana dalam hal ini berada dalam wewenang
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Produk yang
didaftarkan akan mendapatkan nomor pendaftaran setelah melalui
pemeriksaan yang mencakup keamanan dari segi bahan yang digunakan dan
cara berproduksinya. Produk jamu yang sudah terdaftar memiliki nomor
TR, sedangkan makanan suplemen mendapatkan nomor MD untuk produk lokal
atau ML untuk produk impor. Produk yang sudah terdaftar berada di bawah
tanggung jawab dan pengawasan BPOM.
Bagaimana dengan legalitas
kehalalannya? Sampai saat ini sertifikasi dan labelisasi halal masih
belum menjadi suatu kewajiban. Oleh karena itu masih sangat sedikit
produk jamu dan makanan suplemen yang sudah memiliki sertifikat halal
dan mencantumkan label halal.
Oleh karena itu perlu ketelitian
dari konsumen dalam memperhatikan kandungan bahan penyusun produk jamu
atau makanan suplemen yang akan dikonsumsinya agar dapat menghindari
diri dari mengkonsumsi produk yang tidak halal.
Komposisi Bahan
Komposisi
bahan aktif biasanya tercantum pada label kemasan. Akan tetapi tidak
semua informasi yang tertulis dapat mudah dipahami, karena pada umumnya
nama bahan alami yang digunakan ditulis dalam bahasa latin.
Tentunya
konsumen perlu mencari informasi yang jelas untuk memahami apa
sesungguhnya isi dari produk yang akan dikonsumsinya. Baik produk jamu
maupun makanan suplemen tidak selalu hanya menggunakan bahan alami yang
berasal dari tumbuhan, tetapi tidak jarang menggunakan bahan-bahan yang
berasal dari hewan.
Sebagai contoh, salah satu jamu yang
diproduksi lokal menggunakan jeroan ayam sebagai salah satu komposisi
bahannya. Daftar bahan-bahan hewani akan semakin panjang ditemukan pada
produk-produk jamu asal negeri Cina. Tidak hanya mencakup hewan-hewan
yang umum dikonsumsi, tapi juga hewan-hewan buas dan liar.
Contohnya,
salah satu produk jamu Tiongkok yang dipercaya berkhasiat mempercepat
penyembuhan luka pasca operasi ternyata mengandung darah ular. Beberapa
produk makanan suplemen juga ada yang mengandung bahan hewani, seperti
produk yang kaya kalsium yang berasal dari tulang sapi.
Jika
produk dengan bahan-bahan hewani seperti itu ditemukan, maka sudah
menjadi kewajiban konsumen muslim untuk mempertanyakan kehalalannya.
Bila bahan yang digunakan berasal dari hewan halal, maka perlu
dipastikan bahwa hewan tersebut disembelih dengan cara yang halal. Akan
tetapi jika yang digunakan adalah bagian hewan yang tidak umum
dikonsumsi, maka status kehalalannya perlu diperjelas dan dipastikan.
Selain
komponen bahan aktif, jamu maupun makanan suplemen juga mengandung
bahan-bahan lain sebagai penolong dalam proses produksinya. Bahan-bahan
ini umumnya tidak dicantumkan pada label kemasan.
Sebagai
contoh, stearate yang mungkin berasal dari bahan hewani digunakan
sebagai bahan anti kempal dalam produk berbentuk serbuk, atau sebagai
bahan pembuat tablet dalam produk berbentuk tablet.
Kelompok
tween yang merupakan bahan turunan lemak- yang mungkin berasal dari
hewan- juga dapat digunakan sebagai bahan pelapis dan pengkilap tablet.
Gelatin mungkin digunakan untuk mengenkapsulasi produk-produk yang
tidak stabil seperti contohnya -carotene.
Pada produk-produk
berbentuk cair penggunaan alkohol sebagai pelarut masih sering
ditemukan. Selain itu, penggunaan kapsul baik yang bercangkan keras
maupun lunak juga luas digunakan. Untuk itu perlu dipastikan bahwa
gelatin yang digunakan baik untuk enkapsulasi maupun untuk membuat
kapsul berasal dari hewan halal.
Melihat cukup besarnya peluang
penggunaan bahan-bahan yang belum jelas kehalalannya dalam produk jamu
dan makanan suplemen maka kewaspadaan konsumen dalam memilih produk
yang akan dikonsumsinya perlu terus ditingkatkan. Jangan sampai niat
ingin sehat harus diperoleh melalui produk yang tidak halal. (Muti/
LPPOM MUI)
Artikel ini dipersembahan oleh LPPOM MUI
Memilih Jamu dan Makanan Suplemen
Oleh Bambang
2 September 2010 16:37 WIB
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010
Tags: