Kolombo (ANTARA News) - "Saya ingin menguatkan lagi akar keimanan dan identitas saya," kata Margini Suhardi, warga Indonesia yang mesti mendampingi suami bertugas di Srilangka.

Margini adalah seorang dari para ibu yang mengikuti kuliah tujuh menit (kultum) atau pengajian Ramadan yang diselenggarakan Kedutaan Besar RI (KBRI) di Srilangka selama sebulan penuh sampai Lebaran.

Seperti kebanyakan para istri diplomat Republik Indonesia (RI) yang melanglangbuana ke negeri yang sangat berbeda atmosfer sosial, budaya dan spiritualnya, Margini merindukan mendengar ceramah dan siramin rohani dari para ahli agama dari negeri sendiri.

"Di Kolombo memang banyak mesjid, tapi mereka menggunakan Bahasa Tamil. Saya tak bisa memahaminya. Jadi, saya tak mengerti apa yang imam omongkan," kata Aslina Fatriah, warga Indonesia bersuamikan pria Jerman, yang rajin mengikuti pengajian di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) itu.

Pengajian dan dialog spiritual yang diasuh Ustad Safiuddin Fadlilah itu diselenggarakan setiap hari, kecuali Sabtu dan Minggu.

Pada Sabtu dan Minggu, KBRI Srilangka menggelar iftar atau buka puasa bersama, dilanjutkan tarawih dan ceramah. Pesertanya pun terbuka untuk warga negara manapun, tak hanya warga negara Indonesia (WNI) dan para diplomat atau staf KBRI.

Safiuddin bahkan mempunyai tugas lain, yaitu mengajari membaca Al Quran kepada anak-anak warga Indonesia di negeri itu.

Lulusan kajian Timur Tengah, Universitas Indonesia ini, juga didaulat menjadi imam tetap KBRI Srilangka, sampai salat Idul Fitri nanti.

"Saya senang melihat antusiasme mereka, terutama ibu-ibu. Mereka aktif bertanya, dari soal aqidah sampai amaliah," papar sang ustad yang didatangkan khusus sejak awal ramadan ini.

Tak banyak

Menjalankan puasa dan melewati kegiatan-kegiatan ramadan di negeri yang 70 persen penduduknya beragama Budha dan 20 persen Hindu itu memang akan lain dibandingkan Indonesia yang mayoritas muslim.

Memang di sejumlah kota dan daerah terdapat mesjid, namun meski Bahasa Inggris menjadi salah satu bahasa resmi Srilangka, ceramah dan khutbah Islam selalu disampaikan dalam Bahasa Tamil.

Kesulitan memahami isi ceramah juga disampaikan warga Malaysia dan sejumlah negara perhimpunan bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lain.

Di antara mereka bahkan mengikuti pengajian di KBRI Kolombo, termasuk rutin mengikuti Shalat Idul Fitri.

Menurut para pegawai dan diplomat Indonesia, Shalat Idul Fitri di KBRI Kolombo adalah yang paling ramai dihadiri umat, ketimbang kedutaan besar (kedubes) negara muslim lainnya.

"Sejumlah warga negara muslim lain kerap menghadiri salat Ied di KBRI," ujar Abdullah Zulkifli, Kepala Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya (Pensosbud) KBRI Srilangka.

Upaya Duta Besar (Dubes) RI di Srilangka, Djafar Husein, mendatangkan bahwa Safiuddin tampak berbuah bagus, karena acara rohani di KBRI Srilangka ramai dan antusias diikuti pesertanya.

"Saya ingin menghadirkan kesalehan dan peningkatan keimanan di KBRI yang saya pimpin. Saya kira, tak banyak KBRI yang menyelenggarkan acara seperti ini," kata Djafar.

Tak saja semua bawahan Djafar dan keluarga mereka yang aktif mengikuti pengajian dan ceramah asuhannya, tapi juga warga Malaysia.

Di sini, warga dan diplomat kedua negara bergaul sangat akrab, bak saudara kandung, jauh dari permusuhan seperti diberitakan media massa belakangan ini.

Dari beberapa kali acara resmi yang diadakan KBRI, orang Malaysia adalah yang paling antusias mengikutinya.

Bahkan, para diplomat kedua negara, terutama antar-diplomat muda bergaul amat akrab di mana pun mereka bertemu.

Tidak kaku

Lain hal, acara siraman rohani Ramadan ini juga kerap dengan sangat antusias diikuti warga Indonesia yang lagi singgah atau tinggal sementara di Srilangka.

Nina Wiraatmadja, karyawan British Council Colombo, adalah salah seorang di antara warga Indonesia di negeri itu yang tampak antusias mengikutinya.

Perempuan Sunda itu bahkan jarang sekali absen mengikuti pengajian.

"Ibu Nina senantiasa menanyakan hal-hal yang sifatnya hakiki (filosofis)," kata Safiuddin.

Nina tak membantah hal ini, sebaliknya mengaku menikmati pengajian yang diadakan KBRI tersebut. Tak hanya itu, dia juga selalu menyempatkan diri mengikuti buka puasa bersama dan tarawih di KBRI.

"Saya merindukan suasana ini, berkumpul dengan saudara-saudara sebangsa. Rasanya seperti di kampung halaman saja," aku Nina.

Hal sama diutarakan Hendri Winarto, karyawan satu perusahaan asing yang berkantor di Jakarta.

"Seperti di rumah sendiri," kata Hendri, usai berbuka puasa bersama dan tarawih, Minggu, pekan lalu.

Selama sebulan, Hendri ditugasi kantornya untuk mengerjakan instalasi telekomunikasi milik perusahannya di Srilangka.

Merasakan atmosfer berbeda juga diungkapkan Utami Trio. Perempuan beranak satu dan mantan anggota marinir ini mengaku mendapatkan banyak perspektif baru dari pengajian dan acara rohani asuhan Safiuddin tersebut.

"Pak Ustad mengajarkan agama dengan lembut dan tidak kaku. Saya senang mengikutinya, mesti jarang hadir," demikian Utami. (*)
AR09/P003)