Panorama bentangan alam yang elok dan paduan perbukitan dan hutan membentang panjang, tampak ketika kita menjejaki wilayah Timur Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Tak jauh dari perbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah, ada Desa Suka Rapih yang masuk wilayah Kecamatan Cibeureum. Ada dinamika baru di sana. Di tanah rawan ketertinggalan itu, warga merintis menanam sereh wangi di lahan kering hutan.
Iswanda, dipercaya warga menjadi Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Kelembagaan ini memiliki arti tersendiri bagi upaya pemanfaatan hutan bagi kesejahteraan warga karena pada masa lalu warga tidak dilibatkan dalam pengelolaan hutan.
“Tahun 2006, pemerintah membuat program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Mulanya di sini, di Kabupaten Kuningan ini, dan sekarang telah menjadi program nasional. Masyarakat ikut bertanggung jawab akan hutan dan kelestarian lingkungan. Dengan hutan diharapkan masyarakat bisa sejahtera,” papar Iswanda bersemangat.
Para petani bekerja sama dengan Perhutani memanfaatkan lahan kering. Masyarakat juga bisa menanam berbagai macam tanaman produktif seperti padi, singkong, dan jagung.
“Tujuh puluh persen warga mengandalkan mata pencaharian dari hutan,” ungkap ayah tiga anak ini.
Ketika Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa membawa program pemberdayaan petani di Desa Suka Rapih, warga cukup mudah menerima. Setelah melalui survey and need assessment, program yang paling tepat di desa tersebut tak lain adalah budi daya sereh wangi di lahan kering.
“Program ini sangat diterima masyarakat. Sereh wangi sendiri cukup prospektif. Tantangannya, ini sesuatu yang baru dan kami belum punya pengalaman. Tapi kami tertarik sekali. Selama ini petani di sini umumnya mengembangkan minyak nilam,” jabar Iswanda lagi.
Iswanda dan 70 orang warga menjadi mitra dampingan Masyarakat Mandiri untuk budidaya ini. Pada tahap awal, sereh wangi ditanam di lahan kering milik Perhutani dengan model tumpang sari. Seorang pendamping ditempatkan di Desa Suka Rapih.
Dia mendampingi Iswanda dan kelembagaan yang ada menjadi lembaga yang lebih produktif. Melalui pendampingan, program ini mampu menjangkau masyarakat desa hutan yang rawan ketertinggalan.
“Karena gagasan seperti ini benar-benar baru, pastilah butuh modal tak kecil, tenaga dan manajemen bagus, tak ngawur. Ada aturan mengelola sereh. Sementara prospek sereh diakui dunia, dari minyak, campuran premium, sampai obat-obatan,” kata Iswanda.
Iswanda dituntut melibatkan sebanyak mungkin petani. Modal lahan telah tersedia, setidaknya 9,6 hektar lahan kering milik Perhutani bisa digarap. Didik, Pendamping Mandiri dari MM beruntung bertemu dengan Iswanda.
Laki-laki berbadan jangkung itu memiliki potensi yang baik untuk menjadi lokomotif warga. Ke depan, sebuah pabrik kecil dipersiapkan sebagai alat produksi minyak sereh. Sebuah lahan milik seorang warga disiapkan untuk tempat berdirinya pabrik.
Kepercayaan pendamping pada Iswanda semoga tunai. Pria itu memiliki harapan lurus ke depan.
“Syukur-syukur para petani di lahan kering hutan ini nantinya punya lembaga seperti koperasi. Koperasi diharapkan bisa mendekatkan warga masyarakat. Lebih dari itu, koperasi yang menaungi para petani sereh itu sendiri bisa maju,” pungkasnya. (***)
Iswanda, si Perintis Sereh Wangi
Oleh Bambang
10 Agustus 2010 20:04 WIB
(dompetdhuafa.or.id)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010
Tags: