Jakarta (ANTARA) - Pemerintah telah resmi meluncurkan Pelaksanaan Peraturan Presiden Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme atau disingkat Perpres RAN PE sebagai regulasi dan pedoman dalam membangun strategi komprehensif.
Dalam desain ini, pelaksanaan Perpres RAN PE ini telah membentuk suatu formulasi pencegahan ekstremisme dengan sistematis terpadu dari tingkat pusat hingga daerah, baik dari pemerintah hingga seluruh lapisan masyarakat.
Dengan adanya pelaksanaan Perpres RAN PE ini diharapkan mampu membangun deteksi dini dan partisipasi publik dalam mencegah penyebaran paham ekstremisme yang mengarah pada kekerasan. Dan juga bagaimana implementasi-nya yang ideal di berbagai lini dan sektor.
Setelah diluncurkan secara resmi oleh Wakil Presiden (Wapres), maka pelaksanaan Perpres RAN PE sudah menjadi sebuah kebijakan nasional yang harus diimplementasikan. Jadi seluruh elemen negara harus sudah sadar bahwa Peraturan Presiden (Perpres) ini sudah "mengikat" dan harus dilaksanakan.
Seluruh elemen negara, baik itu Kementerian dan Lembaga (K/L) harus turut serta untuk berkontribusi dalam melaksanakan RAN PE tersebut, sehingga keterlibatan-nya bisa secara semesta. Termasuk juga dengan pelibatan Organisasi Masyarakat (Ormas), kampus, hingga Civil Society bahkan termasuk kontribusi orang perorangan masyarakat seluruhnya.
Di sini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai koordinator, sebagai ujung tombak di dalam pelaksanaan RAN PE ini secara reguler dapat memantau, melihat atau mengingatkan kepada K/L terkait supaya RAN PE bisa diimplementasikan.
Baca juga: Wahid Foundation: Perpres RAN PE komitmen negara cegah ekstremisme
Baca juga: Imparsial dukung Perpres RAN PE
Yang pasti, kontribusi dari K/L terkait tentunya disesuaikan dengan bidangnya. Contohnya, Kementerian Koperasi UMKM jika nanti ada penempatan penempatan pembinaan napiter atau mantan napiter, maka mungkin porsi-nya membantu dalam bantuan pengembangan industri kecil dan mungkin juga pelatihan-nya.
Kemenkominfo yang mungkin cost-nya agak besar dia terlibat dalam menata seluruh, misalnya, yang berbau online radikalisation. Misalnya, bagaimana disain-nya untuk menangkal situs-situs yang radikal, memonitor-nya, membersihkannya, merapikan dan seterusnya. Bisa dikatakan penangkal-nya seperti apa dan bagaimana, dengan menyajikan informasi-informasi yang anti-radikal itu.
Setiap K/L nantinya bisa juga menyetor nama untuk menugaskan sejumlah orang untuk menindaklanjuti RAN PE tersebut. Termasuk juga penganggaran, jenis aktivitas yang harus disesuaikan oleh K/L masing-masing. Dirinya juga berpesan agar BNPT betul-betul untuk memonitor K/L terkait dalam pelaksanan-nya tersebut.
Jangan sampai yang sudah dicanangkan oleh Wapres ini sebagai formalitas bernegara saja, lalu berhenti di situ saja. Misalnya, Kementerian Pertanian belum punya ide, mungkin BNPT bisa menyodorkan semacam ide awal, misalnya, kalau Kementerian Pertanian mau berkontribusi paling pas, misalnya, bisa menyediakan pelatihan-pelatihan untuk bertani supaya mantan-mantan napi terorisme itu bisa produktif. Kalau seperti itu tentunya bisa lebih konkrit.
Keberadaan Perpres RAN PE sudah cukup lengkap jika dilihat lampiran-nya yang di brake down untuk tanggung jawab di masing-masing sektor. Selain memonitor pelaksanaan yang dilakukan K/L terkait, BNPT juga harus memonitor pelaksanaan RAN PE ini yang dilaksanakan oleh non-governance seperti civil society atau pun masyarakat.
Selain memonitor pelaksanaan di sektor pemerintahan, pelaksanaan yang non-governance atau masyarakat juga harus dipisah, harus ada koordinator-nya yang melakukan monitoring. Misalnya, sudah berapa banyak NGO atau LSM yang sudah melakukan inisiatif dalam rangka RAN PE ini. Harus selalu memonitor dan mensinkronkan rancangan-rancangan RAN PE tersebut. Artinya jangan sampai RAN PE cuma manis di Perpres, sementara yang di bawahnya tidak jalan.
Pentingnya sosialisasi ke masyarakat agar clear bahwa RAN PE ini tidak bermaksud mendiskriminasikan golongan tertentu, agama tertentu, maupun kelompok-kelompok tertentu. Bahwa keberadaan RAN PE ini dalam rangka mencegah penularan ide-ide yang ekstrim, radikal dan kekerasan.
Kita tidak bicara agama tertentu di sini, suku tertentu atau kelompok politik tertentu. Semua bisa saja terpapar dengan ideologi radikal kekerasan yang mengarah ke tindakan tindakan teror. Jadi RAN PE ini harus diyakinkan kepada seluruh masyarakat. Tentu dukungan dari tokoh-tokoh, bisa juga influencer atau orang-orang yang bisa memberikan pencerahan kepada umat itu tetap kita perlukan.
Baca juga: Presiden terbitkan Perpres Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme
Baca juga: BNPT: Perpres RAN-PE kedepankan "soft approach" cegah terorisme
Jangan sampai terjadi kontraproduktif dimana tokoh-tokoh yang berpengaruh malah mengatakan RAN PE berbahaya. Jadi perlu komunikasi politik publik untuk meluruskan isu yang berkembang di masyarakat.
Dengan hadirnya RAN PE ini isu yang mendesak juga harus segera dibereskan, misalnya, online radicalisation. Karena aktor-aktor yang melakukan radikalisasi di banyak platform media online atau daring ini kan militan dan tidak kenal waktu. Ini menjadi PR besar yang harus dipikirkan bersama-sama.
Meskipun dengan keterbatasan anggaran yang ada sekarang karena adanya pandemik COVID-19, pelaksanaan RAN PE ini harus bisa dimaksimalkan, misalnya, dengan memilih sasaran strategis yang lebih didahulukan, kemudian efisiensi. Dirinya pun memberikan masukan yang salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital.
Dengan situasi masa pandemik COVID-19 ini tentunya kita bisa memanfaatkan teknologi digital. Karena kelompok-kelompok (radikal) itu juga memanfaatkan teknologi digital, bermain secara daring. Maka di zaman era digital ini yang dibutuhkan yaitu kreativitas. "Intinya kita ini jangan sampai kalah kreatif sama kelompok-kelompok mereka itu," kata Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universita Indonesia ini mengakhiri
*) Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia
Telaah
RAN-PE 'mengikat' dan harus dilaksanakan untuk bangun deteksi dini
Oleh Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si *)
25 Juni 2021 17:19 WIB
Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia. ANTARA/HO-Dok. BNPT
Copyright © ANTARA 2021
Tags: