Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD
RI) merupakan bagian dari parlemen Indonesia yang menerapkan sistem dua
kamar dalam melaksanakan fungsi dan perannya terutama di bidang
legislasi, budgeting, dan pengawasan.
Namun, DPD RI
berbeda dengan DPR RI karena anggotanya berlatar belakang independen
serta berasal dari daerah yang diwakilinya.
Dalam melaksanakan tugasnya, DPD RI merupakan representasi masyarakat
daerah yang menjembatani aspirasi masyarakat daerah dan kepentingan
pemerintah pusat.
Persoalan yang dihadapi DPD RI antara lain, masih kesulitan dalam
melakukan tugasnya-tugasnya karena masyarakat yang diwakili berada di
daerah, sedangkan anggota DPD RI berkantor di Jakarta.
Persoalan lainnya, DPD RI memiliki kewenangan yang sangat terbatas dibandingkan dengan kewenangan yang dimiliki DPR RI.
Bagaimana anggota DPD RI bekerja dan berusaha meningkatkan kinerjanya
serta bagaimana upayanya dalam memperjuangkan peningkatan kewenangannya?
Guna mendapat jawaban atas persoalan yang dihadapi DPD RI, pewarta LKBN
ANTARA Djunaydi Suswanto dan Riza Harahap mewawancarai Ketua DPD RI,
Irman Gusman, di ruangan kerjanya di Gedung MPR/DPR/DPD, di Jakarta,
Kamis (14/10). Berikut ini petikan wawancaranya.
ANTARA:
DPD RI adalah representasi perwakilan masyarakat daerah yang tugasnya
antara lain menjembatani aspirasi masyarakat daerah dengan kepentingan
pemerintah pusat. Bagaimana DPD RI bekerja menyerap aspirasi masyarakat
daerah dan mengakomodasikannya kepada pemerintah pusat?
Irman: Sesuai amanah UUD 1945 DPD RI dibentuk sebagai bagian
dari parlemen Indonesia yang merupakan perwakilan masyarakat daerah
dalam menjembatani aspirasi masyarakat daerah dengan pemerintah pusat.
Cikal bakal dibentuknya DPD RI pada amandemen ketiga UUD 1945 yang
mengurangi sejumlah kewenangan MPR sehingga ada aspirasi masyarakat
daerah yang belum terakomodasi.
Kemudian dibentuk lembaga DPD RI yang anggotanya berlatar belakang
independen yang tugasnya antara lain mengakomodasi aspirasi masyarakat
daerah yang belum terakomodasi.
Keberadaan DPD RI masih relatif baru yakni sejak 2004 dan berkantor di
Jakarta, padahal masyarakat yang diakomodasi aspirasinya berada di
daerah.
Pada awalnya anggota DPD RI merasa kesulitan dan anggota DPD RI dari
tiap daerah melakukan terobosan masing-masing guna menyerap aspirasi
dari masyarakat di daerahnya dan kemudian mengakomodasikannya kepada
pemerintah pusat.
Saat itu, belum ada UU operasional yang menjadi landasan hukum sehingga
anggota DPD RI kembali ke daerahnya dan bertemu dengan stakeholder
daerah antara lain, pemerintah daerah setempat, organisasi
kemasyarakatan, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Ini merupakan
tindakan individual.
ANTARA : Bagaimana anggota DPD RI mengelola pertemuan dengan stakeholder di daerah?
Irman: Pertemuan dengan stakeholder tersebut pada
awalnya merupakan langkah anggota DPD RI secara individual dan
tempatnya juga tentatif karena tidak memiliki tempat tersendiri.
Anggota DPD melakukan berbagai pertemuan dengan elemen masyarakat di
daerah guna menyerap aspirasi masyarakat di daerahnya masing-masing.
Dari kegiatan tersebut ada pemerintah daerah yang memberikan fasilitas
tempat pertemuan untuk menjadi rumah aspirasi. Di daerah yang
pemerintah daerahnya memberikan pinjaman fasilitas rumah aspirasi, maka
pertemuan dengan stakeholder daerah bisa dilakukan lebih baik.
ANTARA: Bagaimana mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat dengan adanya rumah aspirasi?
Irman: Selama ini anggota DPD RI datang ke stakeholder yang bertempat di pemerintah daerah secara individual tanpa adanya dukungan staf.
Dari embrio tersebut pada pembahasan rancangan undang-undang yang
kemudian menjadi undang-undang No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD (MD3), dinilai perlu dibangun kantor perwakilan daerah bagi
DPD RI.
Kantor perwakilan daerah tersebut fungsi dan peranannya lebih permanen dari rumah aspirasi.
Kantor perwakilan daerah dimaknai bukan hanya sekadar bangunan tapi
merupakan suatu sistem yang dikelola oleh anggota DPD dan dibantu oleh
staf.
Dalam sistem tersebut, ada prosedur dan agenda yang dikelola oleh
anggota DPD RI dan stafnya dalam menyerap aspirasi masyarakat daerah.
DPD RI berusaha maksimal dalam menyerap aspirasi masyarakat daerah dan
mengakomodasikannya kepada pemerintah pusat. Hal itu diamanahkan
melalui UU No. 27 tahun 2009 tentang MD3.
Pada pasal 227 ayat 4 UU MD3 menyebutkan, "DPD dalam menjalankan
tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di
ibukota provinsi daerah pemilihannya".
Berdasarkan amanah undang-undang tersebut DPD RI akan membangun kantor
perwakilan di seluruh ibukota provinsi di Indonesia, agar kinerja
anggota DPD RI dalam menyerap aspirasi masyarakat di daerahnya
masing-masing menjadi lebih baik.
ANTARA: Bagaimana realisasi pembangunan kantor perwakilan daerah?
Irman: Sejak Januari 2010, Sekretaris Jenderal DPD RI bersama
Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPD RI telah mempersiapkan rancangan
pembentukan kantor perwakilan DPD RI di ibukota provinsi secara
komprehensif.
Langkah-langkahnya meliputi, pertama, membentuk kantor perwakilan DPD
RI di ibukota provinsi, merupakan kesatuan agenda yang meliputi enam
kegiatan yakni, membangun mekanisme dan sistem kerja dukungan dalam
rangka kegiatan anggota DPD RI di daerah, mempersiapkan kantor
sementara, membangun organisasi sekretariat daerah, menata personil dan
tenaga ahli, membangun gedung kantor baru, serta membangun jaringan
sistem informasi teknologi dan jaringan media televisi.
Kedua, pada April hingga Mei 2010, DPD RI telah melakukan uji coba
mekanisme rapat kerja daerah antara anggota DPD RI dengan pemerintah
daerah dan stakeholder daerah.
Ketiga, pada Mei 2010, pimpinan DPD RI telah mengusulkan kepada
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk
pengembangan organisasi Sekretariat Jenderal DPD RI berupa kantor
sekretariat di daerah dan hingga saat ini masih dalam tahap pembahasan.
Keempat, untuk penataan personil, Kementerian PAN dan Reformasi
Birokrasi telah menyetujui untuk mulai melakukan secara bertahap.
Terhadap penataan personil ini, DPD RI juga mempertimbangkan untuk
dapat menggunakan aparat pemerintah daerah yang diperbantukan kepada
Sekretariat Jenderal DPD RI.
Dalam pengaturan personil ini juga termasuk rencana pengaturan staf
ahli yang diproyeksikan mulai tahun 2011 pada setiap anggota DPD RI,
yakni satu orang di Jakarta dan satu orang di daerah.
Kelima, penataan operasional kantor sebagai kantor sementara seperti di
Sulawesi Utara yakni dengan mendapat pinjam pakai dari Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara kepada Sekretariat Jenderal DPD RI.
ANTARA
: DPD RI juga memiliki kewenangan melakukan pengawasan di bidang
keuangan, bagaimana DPD memperjuangkan perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah?
Irman: Masalah perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
merupakan gugus tugas yang diamanahkan melalui aturan perundangan
kepada DPD RI. Pada fungsi legislasi, DPD RI mempunyai kewenangan untuk
mengusulkan RUU dan ikut membahasnya yang terkait dengan perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah.
DPD RI juga memiliki fungsi memberikan pertimbangan kepada DPR RI
terkait dengan RUU APBN dan RUU Pajak. Sedangkan pada fungsi
pengawasan, DPD RI memiliki kewenangan melakukan pengawasan dan
menerima hasil pemeriksaan atas pelaksanaan undang-undang dan
menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR RI sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Dari ketiga fungsi tersebut DPD tersebut, DPD telah menghasilkan
sebanyak lima pertimbangan terhadap RUU APBN, pada 2005 hingga dengan
tahun 2009.
Dasar pengajuan RUU APBN dari DPD ini secara khusus bersumber pada
kebutuhan daerah yang sasarannya untuk pembangunan daerah. Karena itu,
berdasarkan pada pemetaan dan pembahasan anggaran, DPD RI berupaya agar
rumusan anggaran yang diajukan sesuai dengan kebutuhan dan potensi
daerah.
DPD RI juga mengupayakan agar perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dapat terealisasi dengan sebaik-baiknya.
ANTARA: Apa yang akan diperjuangkan DPD ke depan pada fungsi pengawasan anggaran?
Irman: DPD ke depan akan memaksimalkan perannya sebagai mekanisme check and balances
dalam hal anggaran antara eksekutif dan legislatif sehingga anggaran
negara dapat benar-benar digunakan secara tepat dan memenuhi kebutuhan
daerah.
Jika dicermati lebih lanjut hasil pertimbangan DPD RI
atas RAPBN yang disampaikan kepada DPR RI dan Pemerintah,
mengindikasikan adanya kecenderungan diterimanya substansi materi
pertimbangan tersebut dalam pengambilan kebijakan penetapan APBN oleh
DPR RI dan Pemerintah.
Dengan demikian tampak bahwa rekomendasi DPD RI telah mampu mewarnai
kebijakan yang pemerintah dan DPR RI. Hal ini terlihat dari alokasi
dana transfer ke daerah yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
sejak 2005 hingga 2009.
ANTARA: Parlemen Indonesia menerapkan sistem dua kamar yakni DPD RI dan
DPR RI tapi kewenangan DPD RI belum seimbang dengan kewenangan DPR RI.
Bagaimana upaya DPD RI memperkuat posisi tawarnya guna meningkatkan
kewenangannya dalam melaksanakan tiga fungsi utama parlemen?
Irman: Jika kita melihat posisi tawar DPD RI terhadap
perumusan UU bersama DPR RI, DPD RI memiliki kewenangan untuk
mengajukan RUU kepada DPR RI sesuai dengan lingkup kerja DPD RI.
Dasar hukum keikutsertaan DPD RI dalam pembahasan program legislasi
nasional (Prolegnas) merupakan amanah dari UU No. 27 tahun 2009 tentang
MD3, di mana dalam ketentuan Pasal 224 ayat (1) huruf i disebutkan
bahwa salah satu tugas dan wewenang DPD RI adalah ikut serta dalam
penyusunan Prolegnas yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta
penggabungan daerah.
Kemudian, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Yang
dimaksudkan dengan "ikut serta" adalah memberikan masukan secara aktif
dengan mengajukan daftar RUU yang kemudian membahasnya dengan Badan
Legislasi DPR RI.
ANTARA: Apakah ada kemajuan pada upaya penguatan kewenangan DPD RI?
Irman: Salah satu kemajuan DPD RI dalam keterlibatan
perancangan UU yakni pada UU MD3 menyebutkan, DPD RI memiliki
kewenangan untuk terlibat dalam penyusunan dan pembahasan Prolegnas
2010-2014.
Sebelumnya, ketika masih berlaku UU No. 10 tahun 2004, DPD RI tidak
memiliki kewenangan dalam pembahasan Prolegnas. Ini merupakan salah
satu kemajuan dari perjuangan DPD RI pada fungsi legislasi.
Saat ini DPD RI sedang berupaya agar kewenangan dalam hal legislasi
dapat terus ditingkatkan. Para anggota DPD RI adalah berlatar belakang
independen dan benar-benar berasal dari daerah yang diwakilinya
sehingga legitimasi DPD RI sebagai wakil masyarakat daerah sangat
besar.
Anggota DPD juga lebih mengetahui kondisi riil yang ada di daerah
masing-masing, sehingga dengan kewenangan legislasi yang lebih baik
maka aspirasi masyarakat daerah akan terakomodasi lebih baik.
Dalam konteks memberikan pertimbangan terhadap rancangan UU, DPD RI
terus berupaya agar RUU yang `kami` susun sesuai dengan kebutuhan
nasional dan tepat sasaran.
Seluruh komite di DPD RI bekerja keras untuk menggali kebutuhan daerah
melalui agenda kunjungan kerja, reses, audiensi, maupun cara-cara
lainnya.
Dari sini, DPD RI bisa merumuskan UU yang berkaitan dengan gugus
kewenangan DPD RI yang disesuaikan dengan kepentingan daerah.
Saat ini Prolegnas menjadi salah satu sarana DPD RI untuk
memperjuangkan kepentingan daerah dan masyarakat dalam ranah
legislasi. (***)
Irman Gusman: Kewenangan Legislasi DPD akan Ditingkatkan
15 Oktober 2010 16:06 WIB
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010
Tags: