Jakarta (ANTARA) - Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University mengatakan pentingnya pola pikir keberlanjutan dalam rehabilitasi Kampung Yensawai Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.

"Perlu adanya mindset sustainability (pola pikir keberlanjutan). Tujuannya untuk mempermudah koordinasi dalam melanjutkan program rehabilitasi yang telah berjalan di Kampung Yensawai Barat. Hal ini penting agar masyarakat tidak merasa ditinggal dan menganggap program selesai begitu saja," kata Kepala PKSPL IPB University Yonvitner dalam keterangannya, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, keberadaan kelompok masyarakat memiliki peranan sangat penting dalam keberlanjutan Program Rehabilitasi Ekosistem Pesisir di Kampung Yensawai Barat.

PKSPL LPPM IPB University telah mengadakan diskusi awal terkait keberlanjutan program rehabilitasi bersama Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Kegiatan itu merupakan bagian dari program Desain Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dalam Mendukung Percepatan Pelaksanaan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) di Provinsi Papua Barat.

Program tersebut, katanya, dilakukan PKSPL bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Coral Reef Rehabilitation Management Program-Coral Triangle Initiative (Coremap-CTI).

Robba Fahrisy Darus yang mewakili Tim Rehabilitasi PKSPL IPB University mengatakan masyarakat Kampung Yensawai Barat telah memiliki dasar pengetahuan, kemampuan dan semangat konservasi.

"Hal itu terlihat dari bibit mangrove, lamun serta transplantasi terumbu karang yang dipercayakan perawatannya kepada masyarakat pascapembentukan kelompok, ternyata tumbuh. Memang belum maksimal, namun memberikan sinyal positif bagi kegiatan konservasi di Kabupaten Raja Ampt, khususnya di Kampung Yensawai Barat," tutur Robba.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat Yusdi Lamatenggo menuturkan program konservasi di desa dan aspek pariwisata dapat digandengkan satu sama lain. Namun, harus dilihat efektivitasnya. Jika sukses, maka dapat ditingkatkan untuk perluasan program dengan skema paket wisata program pengelolaan desa pesisir.

"Bisa menggunakan Dana Desa atau turis dengan biaya paket. Contohnya, kegiatan penanaman mangrove, lamun dan terumbu karang (wisata edukasi),” ujarnya.

Terkait strategi keberlanjutan program, Direktur Program PKSPL IPB University Fery Kurnaiwan mengatakan diperlukan strategi jitu supaya program dapat tetap berkelanjutan, meskipun telah selesai dilaksanakan. Seluruh pemangku kepentingan dapat memberikan program atau kegiatan pada kelompok masyarakat pada pos-pos, sesuai bidangnya masing-masing, misalnya program penguatan kelembagaan, ekonomi dan usaha.

"Harapannya, agar tidak terjadi pengulangan dan tumpang tindih program yang dilaksanakan nantinya," tuturnya.

Perwakilan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Raja Ampat Esma Aipassa menginginkan agar program rehabilitasi tidak hanya mementingkan perencanaan semata, tanpa memperhatikan keberlanjutannya.

Menurut dia, pengelolaan pesisir bukan hanya terkait perencanaan, tetapi juga mempertahankan apa yang telah dibangun. Salah satunya dengan penguatan kelompok masyarakat. Penguatan dapat berupa pelibatan dalam proses pemantauan rehabilitasi ekosistem, namun dengan metode yang sederhana dan dapat dilakukan oleh masyarakat.

Selain itu, Esma mengatakan sosialisasi manfaat ekonomi penting untuk disampaikan agar menjadi pemicu semangat masyarakat untuk terus melanjutkan program rehabilitasi yang sudah ada.