Pupuk Indonesia anggarkan 670 juta dolar revitalisasi pabrik pupuk
24 Juni 2021 13:27 WIB
Ilustrasi - Seorang petani menabur pupuk pada tanaman padi, Karangnongko, Maguwoharjo, Sleman, DI Yogyakarta. FOTO ANTARA/Wahyu Putro A/ss/mes/aa.
Jakarta (ANTARA) - PT Pupuk Indonesia (Persero) menyiapkan investasi sebesar 670 juta dolar AS untuk proyek revitalisasi pembangunan pabrik pupuk Pusri IIIB di Palembang untuk meningkatkan kapasitas produksi sebesar 907 ribu ton per tahun untuk urea dan 445 ribu ton per tahun untuk amonia.
"Kalau mengacu pada tender-tender sebelumnya dengan kapasitas yang sama, proyek mencapai 500 juta dolar, tapi dengan akan adanya cost lain seperti financing cost dan lain-lain jadi kita anggarkan sampai 670 juta dolar," kata Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Bakir menyebut pendanaan investasi tersebut rencananya akan dipenuhi melalui pembiayaan secara mandiri dan melalui pinjaman bank. Proyek tersebut rencananya akan dimulai konstruksinya pada Maret 2022 dan ditargetkan rampung pada Juni 2025.
Revitalisasi pabrik Pusri IIIB dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan juga efisiensi penggunaan gas dalam proses produksi yang bisa berpengaruh pada nilai keekonomian. Dengan adanya revitalisasi dengan tujuan efisiensi ini, Bakir menargetkan holding Pupuk Indonesia bisa meningkatkan penjualan produk tidak hanya produk subsidi, melainkan juga pupuk komersil yang bisa diekspor.
Rencana suplai gas, lanjut Bakir, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang sudah menandatangani beberapa MoU berdasarkan rekomendasi dari SKK Migas. Kebutuhan gas untuk pabrik baru ini sendiri mencapai 71 BBTUD (Billion British Thermal Unit Per Day).
Baca juga: Revitalisasi pabrik, jurus Pupuk Indonesia tekan konsumsi gas
"Sudah dilakukan penandatanganan MoU agar security suplly gasnya selama 20 tahun terjamin dan ini juga didukung oleh Kementerian ESDM dan SKK Migas. Pada 17 Juni 2021 kita sudah tandatangani MoU dengan Petrochina Jabung dan Repsol Sakakemang," ujar Bakir.
Saat ini Pupuk Indonesia tengah menunggu alokasi dan penetapan harga gas dari Kementerian ESDM yang diharapkan pada Juli sudah diputuskan. Selanjutnya diharapkan penandatanganan jual beli gas bisa dilakukan di Desember 2021. "Sehingga saya rasa masalah soal gas itu bisa resolved. Ini masih sesuai jadwal dan pendanaan," ucapnya.
Kendati demikian, Bakir menyampaikan saat ini terdapat kendala terkait dengan masalah pada pendangkalan Sungai Musi yang menyulitkan pengangkutan pupuk dan amonia dengan kapal.
Baca juga: Pupuk Indonesia tambah empat pabrik baru
Dalam catatan Pupuk Indonesia, kondisi Sungai Musi saat ini terjadi pendangkalan di lima titik, dengan laju pendangkalan sekitar 0,6 meter per tahun. Kedalaman pada saat surut sekitar 4 meter, sementara pada saat pasang kedalaman mencapai 6-7 meter.
Hal tersebut berdampak pada proses pengapalan urea yang hanya bisa mengangkut sekitar 6.000 sampai 7.000 ton per hari dari kebutuhan 11.000 ton per hari. Ukuran kapal yang bisa melalui Sungai Musi pun saat ini hanya bisa untuk kapasitas 6.000-8.000 DWT, masih jauh dari kebutuhan ideal. Dengan kondisi seperti saat ini, sangat berpengaruh pada efisiensi dan dinilai tidak ekonomis.
"Diperlukan perbaikan alur Sungai Musi dalam rangka memperbaiki kinerja shipping out. Kami sudah bertemu dengan Gubernur, disampaikan bahwa ini adalah anggaran pemerintah pusat, bukan pemerintah provinsi. Sehingga dari itu tidak bisa provinsi melakukan pendalaman. Nah ini juga menjadi kendala," ujarnya.
Baca juga: Airlangga Hartarto kaji revitalisasi pabrik pupuk di atas 25 tahun
"Kalau mengacu pada tender-tender sebelumnya dengan kapasitas yang sama, proyek mencapai 500 juta dolar, tapi dengan akan adanya cost lain seperti financing cost dan lain-lain jadi kita anggarkan sampai 670 juta dolar," kata Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Bakir menyebut pendanaan investasi tersebut rencananya akan dipenuhi melalui pembiayaan secara mandiri dan melalui pinjaman bank. Proyek tersebut rencananya akan dimulai konstruksinya pada Maret 2022 dan ditargetkan rampung pada Juni 2025.
Revitalisasi pabrik Pusri IIIB dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan juga efisiensi penggunaan gas dalam proses produksi yang bisa berpengaruh pada nilai keekonomian. Dengan adanya revitalisasi dengan tujuan efisiensi ini, Bakir menargetkan holding Pupuk Indonesia bisa meningkatkan penjualan produk tidak hanya produk subsidi, melainkan juga pupuk komersil yang bisa diekspor.
Rencana suplai gas, lanjut Bakir, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang sudah menandatangani beberapa MoU berdasarkan rekomendasi dari SKK Migas. Kebutuhan gas untuk pabrik baru ini sendiri mencapai 71 BBTUD (Billion British Thermal Unit Per Day).
Baca juga: Revitalisasi pabrik, jurus Pupuk Indonesia tekan konsumsi gas
"Sudah dilakukan penandatanganan MoU agar security suplly gasnya selama 20 tahun terjamin dan ini juga didukung oleh Kementerian ESDM dan SKK Migas. Pada 17 Juni 2021 kita sudah tandatangani MoU dengan Petrochina Jabung dan Repsol Sakakemang," ujar Bakir.
Saat ini Pupuk Indonesia tengah menunggu alokasi dan penetapan harga gas dari Kementerian ESDM yang diharapkan pada Juli sudah diputuskan. Selanjutnya diharapkan penandatanganan jual beli gas bisa dilakukan di Desember 2021. "Sehingga saya rasa masalah soal gas itu bisa resolved. Ini masih sesuai jadwal dan pendanaan," ucapnya.
Kendati demikian, Bakir menyampaikan saat ini terdapat kendala terkait dengan masalah pada pendangkalan Sungai Musi yang menyulitkan pengangkutan pupuk dan amonia dengan kapal.
Baca juga: Pupuk Indonesia tambah empat pabrik baru
Dalam catatan Pupuk Indonesia, kondisi Sungai Musi saat ini terjadi pendangkalan di lima titik, dengan laju pendangkalan sekitar 0,6 meter per tahun. Kedalaman pada saat surut sekitar 4 meter, sementara pada saat pasang kedalaman mencapai 6-7 meter.
Hal tersebut berdampak pada proses pengapalan urea yang hanya bisa mengangkut sekitar 6.000 sampai 7.000 ton per hari dari kebutuhan 11.000 ton per hari. Ukuran kapal yang bisa melalui Sungai Musi pun saat ini hanya bisa untuk kapasitas 6.000-8.000 DWT, masih jauh dari kebutuhan ideal. Dengan kondisi seperti saat ini, sangat berpengaruh pada efisiensi dan dinilai tidak ekonomis.
"Diperlukan perbaikan alur Sungai Musi dalam rangka memperbaiki kinerja shipping out. Kami sudah bertemu dengan Gubernur, disampaikan bahwa ini adalah anggaran pemerintah pusat, bukan pemerintah provinsi. Sehingga dari itu tidak bisa provinsi melakukan pendalaman. Nah ini juga menjadi kendala," ujarnya.
Baca juga: Airlangga Hartarto kaji revitalisasi pabrik pupuk di atas 25 tahun
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021
Tags: