Jakarta (ANTARA) - Kementerian PPN/Bappenas sebagai Koordinator Pelaksana Strategi Nasional Percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati (AKPSH) membentuk membentuk kelompok kerja di 20 kementerian/lembaga untuk mendorong mendorong peningkatan kualitas administrasi kependudukan.

Bersama Kementerian Dalam Negeri sebagai Wakil Ketua Pelaksana, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sebagai Pengarah serta 14 kementerian/lembaga sebagai anggota, Kementerian PPN/Bappenas mendorong implementasi Perpres Nomor 62 Tahun 2019 tentang Stranas AKPSH untuk turut mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs).

“Sejak 2019, Perpres Stranas AKPSH ini adalah wujud nyata komitmen pemerintah dalam membangun sistem pencatatan sipil yang baik dan kredibel,” kata Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Pungky Sumadi dalam Peresmian Pokja Stranas AKPSH dan Diseminasi Studi Administrasi Kependudukan dan Pelayanan Dasar, Rabu.

Baca juga: PPDB 2021 terkendala data administrasi penduduk tak sesuai

Kebijakan tersebut, lanjut Pungky, juga menjadi salah satu cara mencapai target SDGs, terutama target 16.9 yang memberikan identitas yang sah bagi semua, termasuk pencatatan kelahiran pada 2030, saat SDGs berakhir.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa sejak Stranas AKPSH dicanangkan pada 2019, sejumlah kemajuan dalam administrasi kependudukan dapat terlaksana, di antaranya layanan adminduk hingga ke tingkat desa dengan menggunakan kewenangan yang dimiliki desa hingga meningkatnya jumlah kepemilikan dokumen identitas hukum.

Selain itu, Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kementerian Dalam Negeri mencatat meningkatnya cakupan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan hingga 99 persen pada 2019 dibandingkan 98 persen di 2018 dan peningkatan akta kelahiran mencapai 91 persen pada 2019 dibandingkan 90 persen di 2018.

Selain itu, guna meningkatkan layanan adminduk, Kementerian PPN/Bappenas juga bekerja sama dengan KOMPAK dan PUSKAPA pada 2019 meninjau tata kelola layanan dasar adminduk, kesehatan dan pendidikan di Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.

Baca juga: Administrasi kependudukan sebabkan warga tidak terima bantuan sosial

Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian PPN/Bappenas Muhammad Cholifihani mengatakan studi tersebut dilaksanakan di 10 kabupaten dengan metode kuantitatif terhadap 1.040 rumah tangga dan metode kualitatif terhadap 570 partisipan.

Berdasarkan studi tersebut, terdapat keterkaitan antara kepemilikan akta kelahiran anak dengan tingkat literasi, kemiskinan, dan disabilitas kepala rumah tangga. Hanya 46 persen anak dari rumah tangga miskin mampu menunjukkan akta kelahiran.

"Sementara itu, responden dengan kepala keluarga perempuan, dua kali lebih mungkin tidak memiliki asuransi kesehatan, yang mencerminkan adanya ketidaksetaraan gender," ujarnya.

Adapun tantangan lain yang harus dihadapi adalah peningkatan advokasi terhadap persoalan struktural layanan adminduk, meliputi infrastruktur dan fasilitas seperti peningkatan layanan terpadu dan keliling, optimalisasi pendelegasian wewenang pemerintah di tingkat kecamatan melalui UPT, serta terbatasnya fasilitator desa yang membantu pengurusan dokumen kependudukan.

Sistem Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (PS2H) yang inklusif dan akuntabel akan mendorong peningkatan kualitas penyediaan layanan dasar, serta memfasilitasi alokasi sumber daya berbasis data untuk kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan pembangunan ekonomi sehingga pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.