NBRI: kejar penguasaan teknologi baterai untuk kendaraan listrik
22 Juni 2021 16:03 WIB
Pendiri National Battery Research Institute (NBRI) sekaligus Presiden Perkumpulan Masyarakat Riset Material-Indonesia (President of Materials Research Society-Indonesia) Evvy Kartini dalam "International Conference on Battery for Renewable Energy and Electric Vehicle 2021" (ICB-REV 2021), Jakarta, Selasa (22/06/2021). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA) - National Battery Research Institute (NBRI) mengatakan Indonesia perlu terus mengejar upaya untuk menguasai teknologi dari membuat bahan material baterai hingga baterai litium untuk kendaraan listrik.
"Ini sangat penting karena jika Indonesia akan memulai pembuatannya, tetapi tanpa memikirkan sumber daya lokal, rantai pasokannya akan memakan biaya banyak," kata Pendiri NBRI sekaligus Presiden Perkumpulan Masyarakat Riset Material-Indonesia (President of Materials Research Society-Indonesia) Evvy Kartini dalam "International Conference on Battery for Renewable Energy and Electric Vehicle 2021" (ICB-REV 2021), Jakarta, Selasa.
Evvy mengatakan Indonesia memiliki bahan mineral untuk membuat baterai, di antaranya nikel di mana Indonesia merupakan penghasil terbesar nikel di dunia. Dengan kekayaan itu, Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan sumber daya mineralnya secara optimal sehingga bisa menyokong sendiri kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik di masa depan tanpa bergantung pada pihak luar.
Namun, kata dia, tentunya Indonesia harus bisa menguasai teknologi untuk memproses sumber daya nikel itu menjadi endapan nikel-kobalt hidroksida (MHP) yang diperlukan untuk membuat baterai, dan Indonesia perlu terus mengejar penguasaan teknologi itu.
"Masa depan kendaraan listrik adalah nikel, dan nikel akan menggantikan bensin," tuturnya.
Penguasaan teknologi dalam membuat baterai litium untuk kendaraan listrik menjadi fokus Indonesia dalam upaya mengembangkan industri baterai untuk kendaraan listrik sendiri. Dalam hal ini, NBRI ikut mendorong kemajuan riset baterai di Indonesia.
Evvy menuturkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, peneliti, kementerian, BUMN hingga swasta, harus bekerja sama dan berkolaborasi untuk membangun industri baterai untuk kendaraan listrik di Tanah Air. Karena, ketika ada kendaraan listrik di Indonesia, maka harus dijamin salah satu komponen pentingnya, yakni baterai listrik, terpasok dengan aman.
International Conference on Battery for Renewable Energy and Electric Vehicles menawarkan platform untuk mempertemukan dan mendiskusikan ide-ide penelitian inovatif dan mendorong kolaborasi dalam bidang baterai dari hulu ke hilir dari para ahli, baik lokal maupun internasional.
Konferensi Internasional tersebut menjelaskan kesiapan Indonesia dalam menyukseskan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle), komitmen dan peran Indonesia terhadap baterai dan energi baru terbarukan (EBT) secara lokal dan global di berbagai sektor ekonomi, seperti transportasi, energi, industri, dan rumah tangga, serta dampak sosial dan ekonomi yang akan ditimbulkan.
NBRI merupakan platform yang menyatukan ilmuwan, akademisi, mitra industri, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan yang fokus pada teknologi baterai dan energi terbarukan.
"Ini sangat penting karena jika Indonesia akan memulai pembuatannya, tetapi tanpa memikirkan sumber daya lokal, rantai pasokannya akan memakan biaya banyak," kata Pendiri NBRI sekaligus Presiden Perkumpulan Masyarakat Riset Material-Indonesia (President of Materials Research Society-Indonesia) Evvy Kartini dalam "International Conference on Battery for Renewable Energy and Electric Vehicle 2021" (ICB-REV 2021), Jakarta, Selasa.
Evvy mengatakan Indonesia memiliki bahan mineral untuk membuat baterai, di antaranya nikel di mana Indonesia merupakan penghasil terbesar nikel di dunia. Dengan kekayaan itu, Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan sumber daya mineralnya secara optimal sehingga bisa menyokong sendiri kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik di masa depan tanpa bergantung pada pihak luar.
Namun, kata dia, tentunya Indonesia harus bisa menguasai teknologi untuk memproses sumber daya nikel itu menjadi endapan nikel-kobalt hidroksida (MHP) yang diperlukan untuk membuat baterai, dan Indonesia perlu terus mengejar penguasaan teknologi itu.
"Masa depan kendaraan listrik adalah nikel, dan nikel akan menggantikan bensin," tuturnya.
Penguasaan teknologi dalam membuat baterai litium untuk kendaraan listrik menjadi fokus Indonesia dalam upaya mengembangkan industri baterai untuk kendaraan listrik sendiri. Dalam hal ini, NBRI ikut mendorong kemajuan riset baterai di Indonesia.
Evvy menuturkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, peneliti, kementerian, BUMN hingga swasta, harus bekerja sama dan berkolaborasi untuk membangun industri baterai untuk kendaraan listrik di Tanah Air. Karena, ketika ada kendaraan listrik di Indonesia, maka harus dijamin salah satu komponen pentingnya, yakni baterai listrik, terpasok dengan aman.
International Conference on Battery for Renewable Energy and Electric Vehicles menawarkan platform untuk mempertemukan dan mendiskusikan ide-ide penelitian inovatif dan mendorong kolaborasi dalam bidang baterai dari hulu ke hilir dari para ahli, baik lokal maupun internasional.
Konferensi Internasional tersebut menjelaskan kesiapan Indonesia dalam menyukseskan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle), komitmen dan peran Indonesia terhadap baterai dan energi baru terbarukan (EBT) secara lokal dan global di berbagai sektor ekonomi, seperti transportasi, energi, industri, dan rumah tangga, serta dampak sosial dan ekonomi yang akan ditimbulkan.
NBRI merupakan platform yang menyatukan ilmuwan, akademisi, mitra industri, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan yang fokus pada teknologi baterai dan energi terbarukan.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: