Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyebutkan relaksasi berupa insentif atau bantuan bagi Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya tenaga kerja di sektor pariwisata masih dibutuhkan di tengah pandemi COVID-19 mengingat pemerintah kembali merevisi dan memangkas jumlah hari libur di Indonesia.

Sekretaris Jendral (Sekjen) PHRI Pusat Maulana Yusran menyebutkan PHRI memahami pemotongan hari libut itu sebagai kebijakan pemerintah di tengah penanganan virus SARS-CoV-2, meski demikian pemerintah juga tetap harus memperhatikan kondisi ekonomi tenaga kerja di sektor pariwisata yang terhambat.

“Kami selalu menaati aturan, kami pasti ikuti. Pemotongan hari libur itu tapi tentu kan membuat potensi pertumbuhan (ekonomi) terhambat, realitanya kondisi ini sulit membuat pegawai sektor pariwisata terjaga. Maka dari itu kami masih mengusulkan relaksasi perlu diberikan sehingga mereka bisa bertahan,” kata Maulana saat dihubungi ANTARA beberapa waktu lalu.

Ia mencontohkan negara lain seperti Australia, para tenaga kerja di sektor pariwisata diberikan dana untuk tinggal di rumah sehingga di saat diberlakukan pembatasan kegiatan besar- besaran atau lockdown para pekerja di sektor itu tetap bertahan.

Hal serupa juga diketahui diterapkan di negara tetangga yang dekat Indonesia yaitu Singapura.

“Relaksasinya masih bisa berupa bantuan rutin atau kebutuhan, setidaknya untuk kegiatan sehari- hari itu kan penting khususnya di sektor pariwisata yang sangat terdampak imbasnya. Itu diharapkan bisa tetap jadi perhatian juga,” kata Maulana.

Relaksasi pada awal pandemi, sempat diusulkan PHRI pada pemerintah dengan bentuk relaksasi okupansi kamar untuk hotel- hotel.

Hal itu ditujukan agar para pelaku usaha dapat tetap bertahan dan membantu para tenaga kerjanya untuk tetap bisa membiayai diri untuk kehidupan sehari- hari.

Namun, dengan berjalannya kondisi itu diharapkan pemerintah bisa langsung memberikan bantuan kepada tenaga kerja di sektor pariwisata agar meringankan beban para pelaku usaha di sektor pariwisata.

Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), di masa sebelum pandemi COVID-19 tercatat ada sekitar 600 ribu tenaga kerja yang bergerak di bidang Pariwisata.

Akibat pandemi COVID-19, sebanyak 60 persen atau sekitar 400 ribu pegawai di sektor tenaga kerja tidak lagi bisa bekerja karena adanya pembatasan kegiatan masyarakat.


Baca juga: PHRI setuju hentikan layanan isolasi jika pembayaran terus ditunda

Baca juga: PHRI sarankan pelonggaran pergerakan masyarakat pulihkan pariwisata

Baca juga: PHRI: Reservasi bantu atur cegah kerumunan di "live music"