Masyarakat adat cenderung tidak tersentuh COVID-19
19 Juni 2021 16:05 WIB
Tangkapan layar Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi, di Jakarta, Sabtu (19/6). (ANTARA/Indriani)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Sjamsul Hadi mengatakan masyarakat adat cenderung tidak tersentuh pandemi COVID-19.
“Pandemi ini banyak terjadi di perkotaan. Justru masyarakat di perkampungan bahkan masyarakat adat tidak tersentuh COVID-19,” ujar Sjamsul dalam webinar “Menyongsong kemerdekaan, memahami krisis dan kemelut COVID-19” yang dipantau di Jakarta, Sabtu.
DIa menambahkan masyarakat adat menjunjung tinggi kearifan lokal. Misalnya masyarakat Baduy di Kanekes, Banten, begitu juga masyarakat adat Dayak di Kalimantan.
“Banyak lokus masyarakat adat berada, pandemi tidak masuk ke dalamnya,” tambah dia.
Baca juga: WARSI: Apresiasi masyarakat adat jaga dan kelola hutan berkelanjutan
Masyarakat dapat mengisolasi diri karena dengan kearifan lokal bisa menguatkan imunitas tubuhnya, kebutuhan nutrisi mereka, serta tidak tergoncang dengan adanya pandemi COVID-19.
“Melalui webinar ini, membuka wacana baru dan masyarakat bisa memanfaatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia,” harap Sjamsul.
Sjamsul menambahkan dalam pandemi, yang paling terasa kesenjangan pemahaman tentang COVID-19, karena cukup banyak kelompok yang mendatangi pusat belanja dan menimbulkan kerumunan. Selama ini pesan yang disampaikan ke tengah masyarakat lebih berupa instruksi.
“Mungkin dengan pemahaman yang lebih baik tentang virus COVID-19 masyarakat dapat diajak untuk berpikir ilmiah berdasarkan sumber yang jelas sekaligus bisa mengatasi “infodemik” (informasi berlebihan yang beredar luas, sehingga membingungkan dan menyulitkan upaya penanganan wabah itu sendiri) yang terjadi,” kata dia lagi.
Dalam kesempatan itu juga disampaikan mengenai rencana peluncuran buku “Hidup dalam pandemi COVID-19 : memahami etiologi, epidemiologi dan perubahan perilaku” oleh Ilsa Nelwan dan Fauzi Rahman. Buku yang diharapkan bisa menjadi bahan rujukan tentang COVID-19 itu direncanakan akan terbit dan beredar pada Agustus 2021. ***3***
Baca juga: KPK fasilitasi masyarakat adat Malaumkarta Sorong wujudkan hutan adat
Baca juga: KSP bantu mendorong pemenuhan hak Suku Anak Dalam Jambi
Baca juga: Satgas Yogyakarta: Wacana "lockdown" peringatan keras tangani pandemi
“Pandemi ini banyak terjadi di perkotaan. Justru masyarakat di perkampungan bahkan masyarakat adat tidak tersentuh COVID-19,” ujar Sjamsul dalam webinar “Menyongsong kemerdekaan, memahami krisis dan kemelut COVID-19” yang dipantau di Jakarta, Sabtu.
DIa menambahkan masyarakat adat menjunjung tinggi kearifan lokal. Misalnya masyarakat Baduy di Kanekes, Banten, begitu juga masyarakat adat Dayak di Kalimantan.
“Banyak lokus masyarakat adat berada, pandemi tidak masuk ke dalamnya,” tambah dia.
Baca juga: WARSI: Apresiasi masyarakat adat jaga dan kelola hutan berkelanjutan
Masyarakat dapat mengisolasi diri karena dengan kearifan lokal bisa menguatkan imunitas tubuhnya, kebutuhan nutrisi mereka, serta tidak tergoncang dengan adanya pandemi COVID-19.
“Melalui webinar ini, membuka wacana baru dan masyarakat bisa memanfaatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia,” harap Sjamsul.
Sjamsul menambahkan dalam pandemi, yang paling terasa kesenjangan pemahaman tentang COVID-19, karena cukup banyak kelompok yang mendatangi pusat belanja dan menimbulkan kerumunan. Selama ini pesan yang disampaikan ke tengah masyarakat lebih berupa instruksi.
“Mungkin dengan pemahaman yang lebih baik tentang virus COVID-19 masyarakat dapat diajak untuk berpikir ilmiah berdasarkan sumber yang jelas sekaligus bisa mengatasi “infodemik” (informasi berlebihan yang beredar luas, sehingga membingungkan dan menyulitkan upaya penanganan wabah itu sendiri) yang terjadi,” kata dia lagi.
Dalam kesempatan itu juga disampaikan mengenai rencana peluncuran buku “Hidup dalam pandemi COVID-19 : memahami etiologi, epidemiologi dan perubahan perilaku” oleh Ilsa Nelwan dan Fauzi Rahman. Buku yang diharapkan bisa menjadi bahan rujukan tentang COVID-19 itu direncanakan akan terbit dan beredar pada Agustus 2021. ***3***
Baca juga: KPK fasilitasi masyarakat adat Malaumkarta Sorong wujudkan hutan adat
Baca juga: KSP bantu mendorong pemenuhan hak Suku Anak Dalam Jambi
Baca juga: Satgas Yogyakarta: Wacana "lockdown" peringatan keras tangani pandemi
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: