Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menegaskan sampai saat ini Hendarman Supanji masih sah sebagai Jaksa Agung, sementara pernyataan di luar sidang, termasuk pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, tidak dapat memberhentikannya dari jabatan itu.

Sudi kepada wartawan di Jakarta, Rabu, masih bersikukuh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan Yusril Ihza Mahendra tidak menyebutkan pemberhentian Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung.

Dia menegaskan bahwa pernyataan Ketua MK Mahfud Md. yang menyatakan Jaksa Agung Hendarman Supanji tidak sah, tidak dapat memberhentikan Hendarman sebagai Jaksa Agung.

"Tadi MK sudah memutuskan secara yuridis, formil, dan tertulis, dan dibacakan bahwa jabatan Jaksa Agung itu sah dan pemberhentian Jaksa Agung tentunya dengan Keputusan Presiden, pengangkatannya juga begitu," kata Sudi.

"Jadi," kata dia, "kalau ada wacana atau pembicaraan di luar keputusan sidang MK, wacana itu bolak-balik saja orang berkomentar, tapi pembicaraan itu tidak bisa memberhentikan Jaksa Agung."

Usai sidang pembacaan putusan MK, Ketua MK Mahfud Md. menyatakan sejak MK mengetok palu pukul 14.35 WIB Rabu 22 September 2010, maka Jaksa Agung Hendarman Supanji tidak dapat meneruskan tugasnya.

Yusril Ihza Mahendra sebagai pemohon pun menyatakan hal yang sama usai sidang pembacaan putusan MK.

"Jadi, mohon maaf bahwa yang kita dengar komentar Bung Yusril, Ketua MK, itu adalah di luar dari yuridis formal yang diputuskan oleh MK," ujar Sudi menegaskan.

Sudi mengatakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung menyatakan pemberhentian dan pengangkatan Jaksa Agung harus melalui Keputusan Presiden.

"Undang-undangnya mengatakan bahwa yang mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung itu adalah Presiden dan UU itu sah. Kedua, dalam keputusan MK tidak ada memberhentikan Jaksa Agung mulai kapan pun. Jadi, kalau ada pembicaraan di luar, pembicaraan itu tidak bisa kita `refer` sebagai suatu keputusan memberhentikan Jaksa Agung," katanya menandaskan.

Sudi mengatakan Presiden Yudhoyono tidak memiliki rencana untuk mempercepat pengangkatan Jaksa Agung baru menggantikan Hendarman Supanji pascakeputusan MK.

"Sudah ada, bukan mempercepat. Perencanaannya memang sudah mendekati," ujarnya.

Meski tidak memberikan kepastian waktu, Sudi mengatakan dalam waktu dekat Presiden pasti akan menunjuk pengganti Hendarman.

Ia pun menegaskan sampai saat ini hingga nanti diberhentikan oleh Presiden Yudhoyono, Hendarman masih sah menjabat Jaksa Agung.

"Masih Hendarman Supanji sampai ada keputusan pemberhentian dari Presiden," tegasnya.

Pada prinsipnya, Sudi mengatakan bahwa Presiden Yudhoyono yang telah mendapatkan laporan tentang putusan MK dari Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum Denny Indrayana, menghormati keputusan MK.

Dalam permohonan pengujian, Yusril antara lain menegaskan kedudukan Hendarman sebagai Jaksa Agung tidak sah karena Hendarman tidak pernah diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II.

Mahkamah Konstitusi kemudian mengabulkan sebagian permohonan Yusril. Dalam putusan setebal 143 halaman, MK menguraikan, Hendarman menjabat Jaksa Agung pada periode pertama (2004-2009) pemerintahan Presiden Yudhoyono. Saat itu, Hendarman menggantikan Abdurrahman Saleh.

Saat memasuki periode kedua pemerintahan(2009-2014), Presiden Yudhoyono memberhentikan dengan hormat para menteri dan pejabat setingkat menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu melalui Keppres Nomor 83/P Tahun 2009. Nama Hendarman tidak ada dalam daftar pejabat setingkat menteri yang diberhentikan.

Presiden kemudian mengangkat sejumlah menteri dan pejabat setingkat menteri baru melalui Keppres Nomor 84/P Tahun 2009. Namun, Keppres itu juga tidak mencantumkan pengangkatan Hendarman sebagai Jaksa Agung dalam Kebinet Indonesia Bersatu II.

Mahkamah Konstitusi berpendapat, seharusnya masa jabatan Hendarman sebagai Jaksa Agung juga harus berakhir bersamaan dengan pembubaran Kabinet Indonesia Bersatu melalui Keppres Nomor 83/P Tahun 2009.

"Dengan demikian, maka kedudukan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung setelah tanggal 20 Oktober 2009 adalah tidak memiliki landasan hukum," demikian bunyi diktum 43 dalam putusan MK.

Dalam diktum 44, MK kembali menegaskan tindakan Hendarman sejak pemberhentian Kabinet Indonesia Bersatu tidak sah atau tidak memiliki dasar hukum.

"Sejak itu, tidak ada keputusan presiden yang menunjukkan bahwa Hendarman Supandji diangkat kembali menjadi Jaksa Agung pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono sehingga kedudukan Hendarman Supandji yang sejak 20 Oktober 2009 bertindak seolah-olah dia adalah jaksa Agung yang sah, sesungguhnya tidak memiliki dasar hukum, dan karena itu adalah tidak sah," demikian putusan MK.

Bahkan, MK dengan tegas menjelaskan keputusan untuk tidak memberhentikan Hendarman sebagai pejabat setingkat menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu adalah suatu kelalaian.

"Adalah suatu kelalaian dan kesalahan menurut hukum, jika Hendarman Supandji tidak diberhentikan dengan hormat dari jabatannya padahal telah berakhir masa jabatannya berdasarkan ketentuan Pasal 22 Ayat (1) Huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004," demikian putusan MK.(*)

(D013*F008*D007/R009)