Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mendukung Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat yang menginstruksikan jajarannya mengawasi pengelolaan dana desa untuk penanganan COVID-19.

AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan pengawasan harus dilakukan untuk meminimalkan penyelewengan.

“Alokasi dana desa sebesar delapan persen untuk penanganan COVID-19 sangat besar. Oleh karena itu, pengawasan dalam penggunaan perlu dilakukan agar tepat sasaran sehingga bermanfaat dan berkontribusi dalam menekan pandemi COVID-19 serta memulihkan perekonomian masyarakat ,” kata LaNyalla.

LaNyalla berharap semua polda di Indonesia meniru langkah Polda Sumbar. Hanya saja, ia meminta pengawasan ketat tidak sampai menimbulkan kegaduhan dan miskomunikasi.

Baca juga: LaNyalla usul preman pelaku pungli perlu dibina setelah jalani hukuman

“Tujuan pengawasan baik. Saya harap ada kerja sama yang harmonis melalui keterlibatan semua pihak untuk bersama-sama bertanggung jawab dalam penanganan penyebaran COVID-19 yang belakangan ini mulai naik lagi. Jadi aparat desa tidak perlu takut diawasi, sementara aparat sebaiknya juga memberi arahan dengan benar,” katanya.

LaNyalla meminta para kepala desa untuk tetap fokus pada penanganan dan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait agar warga sedapat mungkin diselamatkan dari potensi terpapar virus. Kejadian klaster hajatan di dua desa Jawa Timur harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.

“Adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) membuat kegiatan perekonomian masyarakat belum sepenuhnya pulih. Untuk itu gunakan dana desa tersebut secara tepat sehingga manfaatnya dirasakan masyarakat,” kata dia.

Baca juga: Ketua DPD apresiasi Polri gagalkan hampir 20 ribu kasus narkoba

Penggunaan dana desa untuk penanganan COVID-19 sesuai dengan Surat Edaran Kementerian Keuangan Nomor 2 Tahun 2021 dan Instruksi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2021.

Sementara itu berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak 2015 hingga 2020 terdapat 676 terdakwa kasus korupsi dari perangkat desa. Kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan aparatur desa mencapai total Rp111 miliar.

Baca juga: Ketua DPD harapkan kebijakan Himbara lebih pro rakyat

Angka itu menempati posisi kedua kerugian negara pada tahun 2020 setelah praktik korupsi yang dilakukan klaster politik, yakni anggota legislatif dan kepala daerah sebesar Rp 115 miliar.