Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai pandemi menjadi momentum untuk mempercepat implementasi keuangan berkelanjutan di tanah air.

"Ini menjadi insentif menjaga keseimbangan alam, mengubah pola produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan. Indonesia sudah terlibat dalam proses penyusunan ekonomi berkelanjutan dan sudah berkomitmen menjalankan agenda itu," ujar Wimboh melalui keterangan di Jakarta, Selasa.

Wimboh mengatakan Indonesia telah mengadopsi ekonomi berkelanjutan dalam UU No.16 /2016 tentang Pengesahan Paris Agreement. Merespons hal itu, lanjutnya, OJK telah menerbitkan berbagai regulasi, antara lain Peraturan OJK No. 51/2017 Tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik.

Lebih jauh, dia menjelaskan implementasi pembiayaan berkelanjutan sudah diterapkan pada delapan bank, dilanjutkan dengan bergabungnya lima bank lain.

Penyaluran portofolio hijau perbankan telah mencapai Rp809,75 triliun. Ada juga penerbitan Green Bond PT Sarana Multi Infrastruktur senilai 500 miliar dolar AS. Lalu, indeks saham Sustainable and Responsible Investment (SRI)-KEHATI juga telah memiliki dana Rp2,5 triliun, serta berbagai implementasi lainnya.

OJK juga telah menerbitkan roadmap keuangan berkelanjutan tahap II pada Januari 2021 sebagai kerangka acuan agar lembaga keuangan bisa berperan aktif terhadap pembangunan berkelanjutan.

Sementara itu, Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Agus Edy Siregar menambahkan saat ini dan di masa mendatang akan ada tiga isu besar yang menjadi perhatian dunia, yaitu penanganan COVID-19, proses digitalisasi, dan aspek perubahan iklim.

Secara teknis, dukungan OJK antara lain dalam bentuk inisiatif keuangan berkelanjutan, carbon trading dan update FSB-Steering Standing Commitee on Regulatory and Supervisory Cooperation (SRC) terkait inisiatif keuangan berkelanjutan.

"OJK akan masuk dengan mengategorisasi sektor mana yang menjadi sektor hijau (taksonomi sektor hijau) sebagai klasifikasi sektor untuk mendukung implementasi keuangan berkelanjutan. Penyusunan insentif atau disinsentif pengembangan inovasi produk atau jasa keuangan untuk mendorong keuangan berkelanjutan," ujar Agus.

Selain itu, ada pengembangan kapasitas untuk internal dan eksternal OJK, seperti lembaga publik dan perusahaan jasa keuangan sehingga lebih memahami keuangan berkelanjutan. Oleh karena itu, akan dibangun Task Force Nasional Keuangan Berkelanjutan.

Pemerintah saat ini sedang menyusun regulasi, seperti Perpres untuk pelaksanaan perdagangan karbon dalam bagian dari pelaksanaan keuangan berkelanjutan. Isu perubahan iklim akan masuk ke dalam isu keuangan.

Baca juga: OJK: Penguatan pengawasan pelaku usaha jasa keuangan lindungi konsumen
Baca juga: OJK sebut pertukaran data pribadi jadi tantangan kolaborasi perbankan
Baca juga: OJK: Klaim asuransi meningkat 3,96 persen di masa pandemi