Boyolali (ANTARA News) - Pasangan kakek-nenek warga Kampung Kapuran, Desa Pilangrejo, Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Minggu, menjalani tradisi "Angon Putu", warisan budaya Keraton Surakarta Hadiningrat.

Mereka adalah Saiman Karto Suwignyo (90) dengan istrinya Warsiki (80), yang telah membesarkan 15 anaknya hingga berumah tangga dan memiliki sebanyak 82 cucu. "Angon Putu" artinya menggembalakan cucu.

Sekretaris Desa Pilangrejo, Sujadi, menyebut langka tradisi yang berisi nilai ajaran tentang kearifan orang tua dalam membimbing keturunannya itu.

"Ritual ini langka dilakukan sebuah pasangan rumah tangga, karena mereka harus memiliki minimal sebanyak 25 cucu untuk dapat menyelenggarakan dan semua putranya harus sudah berumah tangga," katanya.

Mereka harus mengumpulkan semua anak dan cucunya untuk kemudian melakukan tradisi ritual itu.

Soeroto, ketua panitia tradisi "Angon Putu" itu, menjelaskan, acara diawali dengan pelepasan 15 ekor burung dara yang menandakan bahwa anak Saiman yang berjumlah 15 orang sudah berumah tangga.

Saiman didampingi Warsiki kemudian memanggil secara urut anak dan cucunya untuk sungkeman.

Pasangan kakek-nenek itu kemudian memegang cemeti dan mengenakan caping sehingga seperti sepasang penggembala yang siap menjalani tradisi itu.

Mereka membawa anak dan cucunya ke padang rumput di kawasan tempat penampungan kayu milik Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Telawa, Juwangi.

Sepasang kakek-nenek itu kemudian memberikan berbagai jajan pasar yang disebut "bebungah" kepada para cucu di tempat itu untuk selanjutnya mengajak mereka kembali ke rumah atau disebut "dikandangkan".

Berbagai hidangan juga telah disiapkan di rumah Saiman. Mereka kemudian bersama warga setempat melanjutkan dengan pengajian yang dipimpin ulama setempat Ustadz Ali Usman.

Pada kesempatan itu seseorang membacakan tulisan di plakat berisi tentang rahasia perkawinan abadi dan menyerahkanya kepada pasangan kakek-nenek itu.

"Dalam rangkaian tradisi ini, juga digelar wayang kulit semalam suntuk, sejak Sabtu (18/9) sore hingga Minggu dini hari," kata Soeroto yang juga anak kelima dari pasangan itu.

Pada kesempatan itu, katanya, seluruh keluarga berdoa agar pasangan tersebut hidup damai, sejahtera, dan jauh dari segala bahaya.

Anak keenam pasangan itu, Suyatno, mengatakan, Saiman adalah pensiunan Bagian Adminstrasi PT KAI di Stasiun Juwangi, Boyolali, pada 1972.

Sebelumnya, katanya, ayahnya itu berdinas sebagia staf administrasi di Stasiun Baturono, Wonogiri.

"Ayah saya dipindah tugas ke Juwangi pada 1952 dan dia setelah pensiun masih beraktivitas sebagai Bendahara Persatuan Wredhatama Republik Indonesia Kecamatan Juwangi. Dia baru berhenti beraktivitas di PWRI pada April 2010 atas permintaan anak-anaknya," katanya.
(B018/M029)