"Jadi kalau ada masalah, tidak harus selalu menempuh jalur hukum yang prosesnya lebih lama dan memakan waktu," kata Wakil Ketua Komite I DPD RI Abdul Kholik di sela uji sahih RUU Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa di kantor DPD RI Perwakilan Jawa Tengah, Semarang, Senin.
Ia menjelaskan bahwa Majelis Hakim Perdamaian Desa bersifat ad hoc yang diketuai kepala desa dengan anggota dari unsur pimpinan lembaga adat atau lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat.
Tugas Majelis Hakim Perdamaian Desa adalah mendamaikan pihak-pihak, baik perorangan maupun kelompok yang berselisih atau bertikai dengan cara musyawarah.
Baca juga: Waketu Komite I DPD RI Fernando Sinaga Minta Asosiasi Pemdes Dukung Perubahan Kedua UU Desa
Baca juga: Teras Narang serap aspirasi elemen di Kalteng untuk evaluasi UU Desa
Baca juga: Mendes: Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak dorong pembangunan desa
Menurut dia, lingkup yang bisa diselesaikan Majelis Hakim Perdamaian Desa yaitu sengketa keperdataan, pidana ringan, dan pelanggaran norma atau tradisi masyarakat.
"Jika perdamaian sudah disepakati, maka tidak dapat dilakukan proses hukum dan atau diajukan ke pengadilan, sedangkan jika tidak tercapai perdamaian, maka penyelesaian perselisihan dapat dilanjutkan melalui jalur hukum sesuai perundang-undangan," ujarnya.
Kholik menyebutkan jika perselisihan di tingkat desa diselesaikan secara hukum, maka akan ada pihak yang menang dan kalah sehingga cenderung merusak keharmonisan masyarakat desa.
"Kalau dengan mediasi hakim perdamaian desa diharapkan tetap ada keharmonisan," kata pria yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI.
Adapun pokok perubahan dalam draf yang dibahas pada uji sahih diantaranya soal kewenangan desa, kelembagaan desa, perangkat desa, keuangan desa, peraturan desa, pemilihan kades, binwas desa oleh pemerintah, pengembangan digitalisasi desa, serta pembentukan Majelis Hakim Perdamaian Desa.