BP2MI dan Pemprov Sulsel kolaborasi atasi masalah pekerja migran
14 Juni 2021 17:19 WIB
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani bersama Sekdaprov Sulsel Abdul Hayat pada acara sosialisasi PMI di Makassar, Senin (14/6/2021). ANTARA/HO/Humas Pemprov Sulsel
Makassar (ANTARA) - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) berkolaborasi mengatasi masalah yang dihadapi pekerja migran asal Sulsel.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani, berharap, setelah rapat koordinasi terbatas dan sosialisasi perlindungan pekerja migran Indonesia, tidak ada lagi pekerja migran ilegal asal Sulsel.
"Nah, rata-rata mereka yang tidak terdaftar, dua kali lipat dari jumlah yang resmi," kata Benny dalam sambutannya, di Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Senin.
Pekerja imigran resmi asal Sulsel per tahun mencapai 907 orang. Sementara yang dianggap non prosedural mencapai 1.800-an orang.
Baca juga: BP2MI beri perlindungan bagi CPMI dari BLK-LN Central Karya Semesta
Baca juga: Pemkot Palu upayakan mulai keberangkatan pekerja migran ke Jepang
Kegiatan sosialisasi undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia ini, diharapkan dapat memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten kota, bahkan sampai pemerintah desa.
Ia menjelaskan Undang-undang Nomor 18 tahun 2017 memberikan mandat tegas, mana tugas pusat dalam hal ini BP2MI badan ketenagakerjaan, kemudian Menlu dan mana yang menjadi tugas dari pemerintah provinsi kabupaten kota bahkan desa.
Dengan demikian, diharapkan yang pertama agar tidak ada lagi penempatan ilegal. Harus melalui kendali pemerintah, kontrol pemerintah.
Kedua, bagaimana negara juga pemerintah daerah mempersiapkan pekerja yang terampil, profesional, mereka terdidik, mereka terlatih, mereka yang memiliki sertifikat kompetensi keahlian di sektor pekerjaan yang mereka pilih," jelasnya.
"Kemampuan berbahasa asing dan semua itu akan menjadi nilai tawar. Bagi pekerja kita dihargai, dihormati dan bahkan mendapatkan gaji yang tinggi dengan penempatan dan tidak akan ada lagi kekerasan fisik, kekerasan seksual, gaji yang tidak dibayar, termasuk pemutusan kerja sepihak," tutupnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Abdul Hayat Gani, menambahkan, saat ini melalui Dinas Ketenagakerjaan, Pemprov Sulsel sudah melakukan pelatihan di beberapa Balai Latihan Kerja (BLK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja luar negeri.
"Tersedia tenaga pembina dan pengajar bagi putra-putri asal Sulsel yang ingin menjadi tenaga imigran resmi," ujarnya.
Abdul Hayat yakin, dengan modal kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota bisa sama-sama mengatasi tenaga kerja luar negeri atau imigran.*
Baca juga: UT wisuda sarjana 17 pekerja migran di Singapura
Baca juga: Polisi mulai penyidikan terkait kaburnya lima calon PMI di Kota Malang
Kepala BP2MI Benny Rhamdani, berharap, setelah rapat koordinasi terbatas dan sosialisasi perlindungan pekerja migran Indonesia, tidak ada lagi pekerja migran ilegal asal Sulsel.
"Nah, rata-rata mereka yang tidak terdaftar, dua kali lipat dari jumlah yang resmi," kata Benny dalam sambutannya, di Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Senin.
Pekerja imigran resmi asal Sulsel per tahun mencapai 907 orang. Sementara yang dianggap non prosedural mencapai 1.800-an orang.
Baca juga: BP2MI beri perlindungan bagi CPMI dari BLK-LN Central Karya Semesta
Baca juga: Pemkot Palu upayakan mulai keberangkatan pekerja migran ke Jepang
Kegiatan sosialisasi undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia ini, diharapkan dapat memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten kota, bahkan sampai pemerintah desa.
Ia menjelaskan Undang-undang Nomor 18 tahun 2017 memberikan mandat tegas, mana tugas pusat dalam hal ini BP2MI badan ketenagakerjaan, kemudian Menlu dan mana yang menjadi tugas dari pemerintah provinsi kabupaten kota bahkan desa.
Dengan demikian, diharapkan yang pertama agar tidak ada lagi penempatan ilegal. Harus melalui kendali pemerintah, kontrol pemerintah.
Kedua, bagaimana negara juga pemerintah daerah mempersiapkan pekerja yang terampil, profesional, mereka terdidik, mereka terlatih, mereka yang memiliki sertifikat kompetensi keahlian di sektor pekerjaan yang mereka pilih," jelasnya.
"Kemampuan berbahasa asing dan semua itu akan menjadi nilai tawar. Bagi pekerja kita dihargai, dihormati dan bahkan mendapatkan gaji yang tinggi dengan penempatan dan tidak akan ada lagi kekerasan fisik, kekerasan seksual, gaji yang tidak dibayar, termasuk pemutusan kerja sepihak," tutupnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Abdul Hayat Gani, menambahkan, saat ini melalui Dinas Ketenagakerjaan, Pemprov Sulsel sudah melakukan pelatihan di beberapa Balai Latihan Kerja (BLK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja luar negeri.
"Tersedia tenaga pembina dan pengajar bagi putra-putri asal Sulsel yang ingin menjadi tenaga imigran resmi," ujarnya.
Abdul Hayat yakin, dengan modal kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota bisa sama-sama mengatasi tenaga kerja luar negeri atau imigran.*
Baca juga: UT wisuda sarjana 17 pekerja migran di Singapura
Baca juga: Polisi mulai penyidikan terkait kaburnya lima calon PMI di Kota Malang
Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021
Tags: