Kupang (ANTARA News) - Tim advokasi Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) telah mengajukan klaim penelitian atas bencana tumpahan minyak di Laut Timor, akibat meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat pada 21 Agustus 2009.

Pengajuan klaim penelitian tersebut dikirim ke Perdana Menteri (PM) Australia di Canberra dan Chief Executif PTTEP Australasia, operator kilang minyak Montara di Perth pada 9 September 2010, kata Frans Dj Tulung SH, salah seorang tim advokasi YPTB kepada pers di Kupang, Selasa.

Tim Advokasi YPTB itu, selain Frans Tulung ada juga Dr Christine Mason LLB, PhD (ahli hukum perminyakan dari Australia) dan Wilhelmus Wetan Songa SH.MHum (dosen hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana Kupang).

Tulung, yang juga salah seorang advokat di Kota Kupang, mengemukakan bahwa pengajuan klaim penelitian dari Tim Advokasi YPTB itu, disampaikan juga kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Direktur PTT Exploration and Production di Bangkok, Thailand.

Ia mengatakan, tumpahan minyak di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara itu, menyebabkan sebagian besar wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di pantai selatan Pulau Timor, Rote Ndao, Sabu, Sumba, Flores dan Selat Ombai, ikut tercemar.

Hal ini tergambar dari jeritan para petani rumput laut dan nelayan di NTT akan turunnya produktivitas hasil tangkapan ikan di Laut Timor serta rusaknya budidaya rumput laut akibat wilayah perairan budidaya tercemar minyak mentah, gas dan kondesat bercampur zat timah hitam.

"Masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir telah kehilangan pendapatan dan ada pula meninggalkan mata pencaharian sebagai nelayan, karena tidak lagi mendapat ikan di Laut Timor dalam jumlah yang banyak," kata Tulung.

Selain itu, tambahnya, sekitar dua juta masyarakat NTT yang biasa mengkonsumsi ikan dan biota laut lainnya dari Laut Timor, terancam kesehatannya karena mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi dengan bahan kimia beracun.

Atas dasar itu pula, kata Tulung, pengajuan klaim penelitian ini merupakan pilihan yang sangat sempurna untuk meneliti lebih lanjut tentang luasan dan kadar serta dampak dari pencemaran tersebut untuk mencegah terjadinya bencana kemanusiaan yang lebih besar.

"Dalam hubungan dengan penelitian ilmiah tersebut, kami menuntut agar dibentuk sebuah tim penelitian bersama yang akuntabel, kredibel, adil dan transparan dengan melibatkan Indonesia, Australia, PTTEP Australasia serta masyarakat NTT yang selama ini diwakili oleh YPTB bersama jaringan dan aliansinya," kata Tulung.

Ia menegaskan, dalam kaitan dengan penelitian ilmiah dimaksud, pihaknya menuntut dan mendesak Pemerintah Federal Australia dan PTTEP Australasia untuk bertanggung jawab dalam mebiayai penelitian tersebut.

"Jika tuntutan ini tidak diterima maka dengan sangat terpaksa, kami akan ajukan persoalan tersebut ke ranah hukum sesuai hukum nasional dan internasional," tegas Frans Tulung.

Ketua YPTB, Ferdi Tanoni, menyatakan bahwa penelitian ilmiah yang diajukan ini untuk menghitung besarnya kerugian ekonomis, ekologis dan dampak pencemaran terhadap kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi ikan dan biota laut lainnya dari Laut Timor.

Ia juga mengritisi Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut pimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, dan Tim Advokasi Pemerintah Indonesia yang dipimpin Masnellyati Hilman.

Tanoni mengatakan, dalam melakukan kalkulasi ganti rugi, ternyata tim tersebut tidak menggunakan metodologi ilmiah yang seharusnya dilakukan, sehingga jelas saja sebagus apapun argumentasi yang diberikan tetap pasti akan ditolak oleh PTTEP Australasia.
(T.B017/L003/P003)