Surabaya (ANTARA) - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendatangi Polda Jawa Timur untuk memberikan informasi tambahan terkait dengan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Kamis.

"Kami ingin menambahkan informasi untuk memenuhi bukti-bukti sehingga Polda Jatim dapat menentukan terduga pelaku dipanggil sebagai saksi atau tersangka," ujar Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait ditemui di Gedung Ditreskrimum Polda Jatim, Surabaya.

Informasi yang ditambahkan, kata Arist, terkait dengan aduan dari korban kepada pihak pengelola Sekolah SPI jauh-jauh hari sebelum dugaan kasus kekerasan seksual dan eksploitasi anak dilaporkan ke polisi.

"Namun, aduan itu tidak diindahkan pengelola. Jadi, orang-orang itu (empat pengelola) yang akan saya sampaikan ke polda agar dipanggil ulang," ucapnya.

Baca juga: Komnas PA sebut ada dugaan pelaku lain pada kasus kekerasan di SPI

Arist juga sudah mengetahui ada dua perwakilan SPI yang dipanggil oleh penyidik Polda Jatim, yakni kepala sekolah dan guru.

Mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Akan tetapi, Komnas PA ingin Polda Jatim memanggil empat pengelola untuk memperkuat bukti.

"Dua saksi kemarin sudah dipanggil. Akan tetapi, saya tidak tahu hasilnya apa. Ini mau saya tambahkan supaya dua alat bukti cukup kuat, dan segera mulai penyidikan," katanya.

Penyidikan, lanjut Arist, memang harus segera didalami sebab sudah ada 14 korban yang melapor dan memberi kesaksian kepada penyidik.

Selain itu, semua juga masuk ke dalam berita acara pemeriksaan (BAP), terlebih Polda Jatim telah mengirim surat perintah penyidikan (sprindik) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.

"Polda telah mengirim surat ke Kejati Jatim untuk memberi tahu atau meminta izin supaya sprindik berjalan dengan baik," tuturnya.

Sementara itu, pengelola SMA SPI Kota Batu membantah tuduhan praktik eksploitasi ekonomi terhadap para siswa.

Kuasa hukum Sekolah SPI Ade Dharma Maryanto menjelaskan bahwa sekolah tersebut terdapat dua program, yakni kegiatan belajar reguler dan program unggulan unit praktik lapangan (UPL) dengan memberikan pelatihan kepada para siswa.

"Terkait dengan program UPL tersebut, berkembang isu pengupahan dan jam kerja tidak sesuai dengan ketentuan hukum berlaku terhadap para siswa," katanya.

Ia juga membantah adanya praktik kekerasan seksual dan fisik yang dituduhkan.

Baca juga: Sekolah SPI bantah tuduhan adanya eksploitasi ekonomi terhadap siswa