PHRI pilih gencarkan kegiatan dinas ASN ketimbang "Work From Bali"
9 Juni 2021 21:50 WIB
Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali, yang tampak mulai ramai menjelang pelaksanaan Work From Bali pada Juni 2021. ANTARA/Pande Yudha.
Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) lebih memilih pemerintah untuk menggencarkan kembali kegiatan dinas aparatur sipil negara (ASN) seperti acara pertemuan, focus group discussion (FGD), koordinasi, dan kegiatan lainnya di luar kota ketimbang program seperti kerja dari Bali atau Work From Bali.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran saat dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan selama ini kegiatan pemerintah seperti pertemuan dan koordinasi di daerah-daerah berkontribusi 30 persen hingga 40 persen terhadap pendapatan hotel.
"Di Indonesia, hotel itu kontribusi okupansi dari kegiatan pemerintah mencapai 30 sampai 40 persen. Dulu kan tahun 2020 kita anjurkan kegiatan pemerintah ini kembali. Kalau bisa tetap dilakukan, ini akan membantu pihak hotel. Karena hampir seluruh kegiatan pemerintah pasti ada lintas koordinasi antar daerah," kata Maulana.
Sedangkan saat ini kegiatan pertemuan pemerintah di daerah-daerah masih belum kembali seperti dalam keadaan normal. "Belum kembali normal. Masih ada, tapi sangat sedikit," kata dia.
Menurut dia, belanja pemerintah dalam hal menyelenggarakan kegiatan dinas di hotel ditambah dengan penyewaan ballroom disebut memiliki kontribusi yang cukup besar dalam bisnis perhotelan.
Ia menjelaskan keterisian hotel dalam hal wisata hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu, sementara kegiatan pemerintah yang diselenggarakan di hotel berlangsung dalam kurun waktu yang panjang dan berkelanjutan sepanjang tahun.
"Pemerintah itu punya peran banyak, kontribusinya cukup besar terhadap okupansi hotel kalau mereka melakukan kegiatan mereka lagi seperti meeting di Bali," kata Maulana.
Berdasarkan data PHRI, rata-rata keterisian kamar hotel di Bali pada kuartal pertama 2021 hanya di kisaran angka 10 persen. Sedangkan untuk keterisian hotel di Yogyakarta pada bulan Maret 2021 sudah mencapai 34 persen.
Secara nasional, keterisian hotel di bulan Januari dan Februari 2021 masih rendah sekitar 10 persen, kemudian mulai meningkat pada Maret 2021 menjadi 30 persen. Maulana belum mendapatkan data keterisian hotel pada bulan April dan Mei 2021, namun dia memprediksi okupansi hotel kembali turun dikarenakan adanya kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat seperti larangan mudik.
"April dan Mei saya belum lihat datanya, tapi itu pasti akan turun, karena itu masuk bulan puasa dan pembatasan mudik, pasti akan jauh lebih rendah lagi. Semua mengeluh pada saat itu," kata Maulana.
Baca juga: PHRI sebut Work From Bali tak terlalu efektif bantu okupansi hotel
Baca juga: PHRI gandeng IMI bangkitkan industri pariwisata domestik
Baca juga: Kerja dari Bali, solusi jangka pendek yang jitu
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran saat dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan selama ini kegiatan pemerintah seperti pertemuan dan koordinasi di daerah-daerah berkontribusi 30 persen hingga 40 persen terhadap pendapatan hotel.
"Di Indonesia, hotel itu kontribusi okupansi dari kegiatan pemerintah mencapai 30 sampai 40 persen. Dulu kan tahun 2020 kita anjurkan kegiatan pemerintah ini kembali. Kalau bisa tetap dilakukan, ini akan membantu pihak hotel. Karena hampir seluruh kegiatan pemerintah pasti ada lintas koordinasi antar daerah," kata Maulana.
Sedangkan saat ini kegiatan pertemuan pemerintah di daerah-daerah masih belum kembali seperti dalam keadaan normal. "Belum kembali normal. Masih ada, tapi sangat sedikit," kata dia.
Menurut dia, belanja pemerintah dalam hal menyelenggarakan kegiatan dinas di hotel ditambah dengan penyewaan ballroom disebut memiliki kontribusi yang cukup besar dalam bisnis perhotelan.
Ia menjelaskan keterisian hotel dalam hal wisata hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu, sementara kegiatan pemerintah yang diselenggarakan di hotel berlangsung dalam kurun waktu yang panjang dan berkelanjutan sepanjang tahun.
"Pemerintah itu punya peran banyak, kontribusinya cukup besar terhadap okupansi hotel kalau mereka melakukan kegiatan mereka lagi seperti meeting di Bali," kata Maulana.
Berdasarkan data PHRI, rata-rata keterisian kamar hotel di Bali pada kuartal pertama 2021 hanya di kisaran angka 10 persen. Sedangkan untuk keterisian hotel di Yogyakarta pada bulan Maret 2021 sudah mencapai 34 persen.
Secara nasional, keterisian hotel di bulan Januari dan Februari 2021 masih rendah sekitar 10 persen, kemudian mulai meningkat pada Maret 2021 menjadi 30 persen. Maulana belum mendapatkan data keterisian hotel pada bulan April dan Mei 2021, namun dia memprediksi okupansi hotel kembali turun dikarenakan adanya kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat seperti larangan mudik.
"April dan Mei saya belum lihat datanya, tapi itu pasti akan turun, karena itu masuk bulan puasa dan pembatasan mudik, pasti akan jauh lebih rendah lagi. Semua mengeluh pada saat itu," kata Maulana.
Baca juga: PHRI sebut Work From Bali tak terlalu efektif bantu okupansi hotel
Baca juga: PHRI gandeng IMI bangkitkan industri pariwisata domestik
Baca juga: Kerja dari Bali, solusi jangka pendek yang jitu
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: