Panglima militer Filipina kunjungi pulau di perairan sengketa
9 Juni 2021 13:54 WIB
Prajurit Filipina menyanyikan lagu kebangsaan di Pulau Thitu yang diduduki Filipina (Pagasa) di wilayah sengketa Laut China Selatan, Jumat (21/4/2017). (REUTERS/Erik De Castro )
Manila (ANTARA) - Panglima angkatan bersenjata Filipina mengunjungi pulau berterumbu karang yang diduduki negaranya di Laut China Selatan pekan ini, sebuah langkah yang dapat memicu ketegangan yang sudah meningkat antara Manila dan Beijing di perairan yang disengketakan yang diklaim oleh kedua negara.
Selama kunjungan Senin (7/6), kepala Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) Cirilito Sobejana memuji para tentara atas peran yang mereka mainkan dalam melindungi penduduk pulau dan "menjaga wilayah negara" di jalur perairan yang strategis itu.
Kunjungan itu dilakukan setelah protes diplomatik baru-baru ini yang dilakukan oleh Filipina atas apa yang dikatakannya sebagai kehadiran ilegal ratusan kapal "milisi maritim China" di dalam zona ekonomi eksklusif dan di dekat pulau-pulau yang didudukinya.
Para diplomat China mengatakan kapal-kapal itu hanya berlindung dari laut yang ganas dan tidak ada milisi di kapal.
Perjalanan Sobejana ke Thitu, yang dikenal orang Filipina sebagai Pagasa, terjadi pada Senin, tetapi informasi itu baru diumumkan oleh AFP pada Rabu.
Thitu adalah yang terbesar dari sembilan terumbu karang, beting dan pulau yang diduduki Filipina di kepulauan Spratly, dan merupakan rumah bagi sejumlah kecil personel militer dan warga sipil.
"(Para pasukan itu) semangatnya sangat tinggi, tingkat moral mereka tinggi terutama setelah kunjungan kami," kata Sobejana kepada wartawan, Selasa (8/6) malam, seraya menambahkan dia juga ingin memeriksa pulau itu untuk mengawasi rencana mengubahnya menjadi pusat logistik untuk membuat lebih mudah bagi aset angkatan laut yang melakukan patroli untuk mengisi bahan bakar.
Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Filipina, Brunei, China, Malaysia, Taiwan dan Vietnam memiliki klaim kedaulatan yang bersaing di Laut China Selatan, yang menyalurkan barang lebih dari $3 triliun (Rp45 kuadriliun) setiap tahun.
Para menteri luar negeri Asia Tenggara dan China sepakat dalam pertemuan pada Senin untuk menahan diri di Laut China Selatan dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Profesor Erickson: China kerahkan milisi maritim di Laut China Selatan
Baca juga: Filipina protes kehadiran ilegal China di Laut China Selatan
Baca juga: Presiden Duterte tegaskan tak akan tarik kapal-kapal Filipina dari LCS
Selama kunjungan Senin (7/6), kepala Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) Cirilito Sobejana memuji para tentara atas peran yang mereka mainkan dalam melindungi penduduk pulau dan "menjaga wilayah negara" di jalur perairan yang strategis itu.
Kunjungan itu dilakukan setelah protes diplomatik baru-baru ini yang dilakukan oleh Filipina atas apa yang dikatakannya sebagai kehadiran ilegal ratusan kapal "milisi maritim China" di dalam zona ekonomi eksklusif dan di dekat pulau-pulau yang didudukinya.
Para diplomat China mengatakan kapal-kapal itu hanya berlindung dari laut yang ganas dan tidak ada milisi di kapal.
Perjalanan Sobejana ke Thitu, yang dikenal orang Filipina sebagai Pagasa, terjadi pada Senin, tetapi informasi itu baru diumumkan oleh AFP pada Rabu.
Thitu adalah yang terbesar dari sembilan terumbu karang, beting dan pulau yang diduduki Filipina di kepulauan Spratly, dan merupakan rumah bagi sejumlah kecil personel militer dan warga sipil.
"(Para pasukan itu) semangatnya sangat tinggi, tingkat moral mereka tinggi terutama setelah kunjungan kami," kata Sobejana kepada wartawan, Selasa (8/6) malam, seraya menambahkan dia juga ingin memeriksa pulau itu untuk mengawasi rencana mengubahnya menjadi pusat logistik untuk membuat lebih mudah bagi aset angkatan laut yang melakukan patroli untuk mengisi bahan bakar.
Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Filipina, Brunei, China, Malaysia, Taiwan dan Vietnam memiliki klaim kedaulatan yang bersaing di Laut China Selatan, yang menyalurkan barang lebih dari $3 triliun (Rp45 kuadriliun) setiap tahun.
Para menteri luar negeri Asia Tenggara dan China sepakat dalam pertemuan pada Senin untuk menahan diri di Laut China Selatan dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Profesor Erickson: China kerahkan milisi maritim di Laut China Selatan
Baca juga: Filipina protes kehadiran ilegal China di Laut China Selatan
Baca juga: Presiden Duterte tegaskan tak akan tarik kapal-kapal Filipina dari LCS
Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021
Tags: