"Umumnya telah disalahpahami oleh banyak orang. Tak sedikit yang menilai kalau rencana strategis itu sebagai 'ambisius' dan 'tidak peka terhadap krisis yang tengah kita alami," kata dia, dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin.
Ia menyebut ada tiga sumber kesalahpahaman terkait rancangan Perpres itu.
Pertama, sebagian pihak hanya melihat total besaran anggarannya yang mencapai Rp 1.760 triliun, tetapi tidak memperhatikan skemanya.
Baca juga: KSAU: kekuatan pokok minimum TNI AU capai 44 persen
"Di luar tiga hal tadi, banyak orang juga lupa, jika saat ini kita berada di tahap akhir program Kekuatan Pokok Minimum, atau MEF (Minimum Essential Force), yang telah dimulai sejak 2009 silam," kata wakil ketua umum DPP Partai Gerindra ini.
MEF, lanjut dia, merupakan program yang dirancang untuk memodernisasi kekuatan pertahanan Indonesia.
Baca juga: DPR: Kemhan percepat capaian MEF antisipasi situasi seperti di Natuna
Ia bilang, dalam pelaksanaan program MEF tidak berjalan mulus seperti yang direncanakan.
Baca juga: Panglima TNI: MEF 2019 capai 72 persen
Rencana Kementerian Pertahanan dengan menyatukan alokasi anggaran pertahanan 25 tahun untuk memenuhi peralatan perang, kata dia, merupakan terobosan.
Selain itu dapat menjadi jawaban untuk mempercepat modernisasi peralatan perang TNI.
Dalam kesempatan itu, dia menyebut terdapat tiga pertimbangan untuk mendukung rencana Kementerian Pertahanan.
Pertama, kata dia, terobosan ini akan menjawab percepatan modernisasi peralatan perang.
"Kondisi alpahankam kita memang sudah tidak memadai, baik dari sisi jumlah, maupun segi usia. Sekitar 70 persen alpahankam kita umurnya sudah uzur," kata dia.
Baca juga: 2014 target 42 persen MEF TNI dicapai
"Selain akan segera meningkatkan posisi tawar Indonesia, cara ini juga saya kira lebih efisien dibanding jika pengadaannya dilakukan secara terpisah dan parsial," katanya.
Bila diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2020 sebesar 15.434,2 triliun, maka anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista selama 25 tahun itu sebenarnya hanya pada kisaran 0,6-0,7 persen setiap tahun.
Padahal, apabila merujuk pada dokumen MEF, idealnya sejak MEF II (2014-2019), alokasi anggaran pertahanan Indonesia sudah ke arah 1,5 persen dari terhadap PDB.
"Jadi, jangan semata-mata melihat gelondongan Rp 1.760 triliun-nya, tapi harus dilihat juga persentasenya terhadap PDB kita 25 tahun ke depan," katanya.
Ketiga, rencana pengadaan alat pertahanan katanya bersifat meneruskan strategi MEF yang saat ini sudah masuk tahap ke-3.
Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo Subinto --ketua umum DPP Partai Gerindra-- dia katakan, harus menghadapi tiga tantangan sekaligus terkait dengan MEF, yakni harus menuntaskan MEF, harus menghadapi kenyataan terkendalanya anggaran pertahanan karena ada pandemi, dan harus bisa menawarkan rancangan strategis baru untuk meneruskan MEF.
Baca juga: DPR RI minta pengadaan alutsista disesuaikan dengan kemampuan anggaran
Misalnya, mereka mengevaluasi kembali kontrak-kontrak kerja sama pertahanan yang dinilai tidak efisien, membuka kerja sama luas dengan berbagai negara agar tidak tergantung pada satu negara saja, dan terakhir, mereka juga tak lupa memperkuat industri pertahanan nasional.
Baca juga: Jokowi: Stop belanja alutsista berorientasi proyek