Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan menegaskan, Indonesia sia-sia saja mengikuti perundingan antarmenlu atau Joint Commission for Bilateral Coopretaion di Kinabalu, Malaysia pada 6 September lalu.

Demikian disampaikan Syahganda di Jakarta, Selasa (7/9), menanggapi lemahnya posisi tawar Indonesia pada pertemuan Kinabalu tersebut.

Dikatakan, hasil perundingan Kinabalu jelas tidak membuat Indonesia bermartabat, akibat delegasi Indonesia yang dimpin Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, tak berhasil membuat pihak Malaysia menyatakan maaf atas penangkapan tiga petugas

Kementerian Kelautan dan Perikanan di wilayah laut Indonesia.

Di samping itu, tak adanya sikap jelas Malaysia terkait perlakukan kasar dalam menahan ketiga petugas KKP sebelum dikembalikan ke tanah air, juga menunjukkan ketidakberdayaan delegasi Indonesia menghadapi Malaysia.

Menurutnya, jika hasilnya tak berbuah penyesalan ataupun pernyataan maaf Malaysia, sebaiknya Indonesia sejak awal tak perlu mengikuti agenda perundingan Kinabalu. Apalagi, kata Syahganda, penistaan martabat bangsa oleh Malaysia dilakukan pula dengan laporan polisi Malaysia, Sabtu (4/9), yang menjelaskan ketiga petugas KKP melakukan pemerasan serta penculikan para nelayan Malaysia, sehingga kenyataan sebenarnya diputarbalikan pihak Malaysia.

"Kok, kita sepertinya enteng saja menerima keterangan Malaysia yang tidak sesuai fakta itu," tegas Syahganda, seraya menambahkan harusnya delegasi Indonesia melakukan protes keras atas kebohongan Malaysia.

Dengan demikian, lanjutnya, pertemuan antarmenlu itu tidak perlu dilanjutkan lagi, kecuali jika pertemuannya melibatkan antara pemimpin kedua negara, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Dato` Seri Tun Najib Rajak.

Syahganda juga tak habis pikir, mengapa seusai perundingan Kinabalu itu, Menteri Luar Negeri Malaysia Dato` Seri Anifah Aman, mengungkapkan tak ada pelanggaran prosedur yang dilakukan Malaysia dalam menangkap tiga petugas KKP, termasuk saat melakukan penanahan dengan cara borgol serta memakai pakaian tahanan layaknya kriminal.

"Yang kemudian kita herankan, pihak Malaysia selalu mempersoalkan demo-demo pada kedutaannya di Jakarta, khususnya demo pelemparan kotoran. Tapi, bagaimana dengan kasus penyerobotan kedaulatan RI, penangkapan petugas kita di wilayah

laut RI, serta penahanan dan penistaan warganegara Indonesia oleh Malaysia yang terus saja terjadi, apakah hal itu bukan perkara sangat serius," ujarnya.

Bagi Syahganda, segala ulah Malaysia pada Indonesia, justru jauh lebih bermasalah dibanding demo pelemparan kotoran terhadap kedutaan Malaysia di Jakarta. (D011/K004)