Peningkatan pengetahuan nakes soal COVID-19 tekan kematian
4 Juni 2021 18:31 WIB
Ketua Subbidang Optimalisasi Fasilitas Kesehatan, Bidang Penanganan Kesehatan, Satgas COVID-19 Fathiyah Isbaniyah dalam bincang-bincang bertema "Strategi Penanganan Kesehatan Berdasarkan Kajian Mortality Audit" di Jakarta, Jumat (4/6/2021). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Satgas COVID-19 menyampaikan peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan mengenai COVID-19 menjadi salah satu upaya untuk menekan angka kematian akibat COVID-19.
"Pengetahuan dokternya harus dioptimalkan dan ditambah," ujar Ketua Subbidang Optimalisasi Fasilitas Kesehatan, Bidang Penanganan Kesehatan, Satgas COVID-19 Fathiyah Isbaniyah dalam bincang-bincang bertema "Strategi Penanganan Kesehatan Berdasarkan Kajian Mortality Audit" di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pihaknya bersama Kementerian Kesehatan dan profesi bahu-membahu melakukan peningkatan pengetahuan ilmu tata laksana COVID-19, baik untuk pasien berdaya ringan hingga kritis.
Baca juga: Nakes di Kudus yang terpapar COVID-19 bertambah jadi 196 orang
Ia menyampaikan bahwa dari hasil audit mortalitas diketahui sebagian besar pasien COVID-19 meninggal karena penyakit saluran pernapasan (brokhitis kronis dan pneumonia)
"Oleh sebab itu tata laksana pendekatan kasus COVID-19 terhadap pneumonia dengan pemberian terapi oksigen," katanya.
Selain meningkatkan pengetahuan tenaga medis, Fathiyah menambahkan, fasilitas kesehatan rumah sakit juga harus diperkuat, terutama di RS rujukan COVID-19.
Di samping itu, lanjut dia, pihaknya juga meningkatkan koordinasi dengan Puskesmas agar turut memantau pasien yang sedang melakukan isolasi mandiri atau pasien dengan gejala ringan.
"Apabila nantinya menjadi gejala sedang, puskesmas harus segera melaporkan dan segera membawa ke RS untuk mendapatkan pertolongan secepatnya. Kalau sudah berat ke RS maka prognosisnya akan lebih buruk dibandingkan pasien yang cepat mendapatkan tata laksana," katanya.
Disampaikan, berdasarkan hasil kajian audit mortaliti pada 10 RS rujukan dan sembilan RS non-rujukan di DKI Jakarta, serta 14 RS rujukan dan 7 RS non-rujukan di Jawa Timur, yang dilakukan Bidang Penanganan Kesehatan, Satgas COVID-19 dengan periode penentuan sampel pada Mei hingga September 2020, tercatat rata-rata terjadi kematian sebesar 50 persen.
Diharapkan, hasil kajian ini dapat menjadi acuan dalam mengoptimalkan fasilitas layanan kesehatan dalam penanganan pasien COVID-19, sehingga dapat menurunkan mortalitas penderita COVID-19 kasus berat atau kritis.
Baca juga: Pemkab Cilacap pusatkan isolasi 33 nakes positif COVID-19
Baca juga: Ganjar: Kudus dapat tambahan nakes untuk penanganan COVID-19
"Pengetahuan dokternya harus dioptimalkan dan ditambah," ujar Ketua Subbidang Optimalisasi Fasilitas Kesehatan, Bidang Penanganan Kesehatan, Satgas COVID-19 Fathiyah Isbaniyah dalam bincang-bincang bertema "Strategi Penanganan Kesehatan Berdasarkan Kajian Mortality Audit" di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pihaknya bersama Kementerian Kesehatan dan profesi bahu-membahu melakukan peningkatan pengetahuan ilmu tata laksana COVID-19, baik untuk pasien berdaya ringan hingga kritis.
Baca juga: Nakes di Kudus yang terpapar COVID-19 bertambah jadi 196 orang
Ia menyampaikan bahwa dari hasil audit mortalitas diketahui sebagian besar pasien COVID-19 meninggal karena penyakit saluran pernapasan (brokhitis kronis dan pneumonia)
"Oleh sebab itu tata laksana pendekatan kasus COVID-19 terhadap pneumonia dengan pemberian terapi oksigen," katanya.
Selain meningkatkan pengetahuan tenaga medis, Fathiyah menambahkan, fasilitas kesehatan rumah sakit juga harus diperkuat, terutama di RS rujukan COVID-19.
Di samping itu, lanjut dia, pihaknya juga meningkatkan koordinasi dengan Puskesmas agar turut memantau pasien yang sedang melakukan isolasi mandiri atau pasien dengan gejala ringan.
"Apabila nantinya menjadi gejala sedang, puskesmas harus segera melaporkan dan segera membawa ke RS untuk mendapatkan pertolongan secepatnya. Kalau sudah berat ke RS maka prognosisnya akan lebih buruk dibandingkan pasien yang cepat mendapatkan tata laksana," katanya.
Disampaikan, berdasarkan hasil kajian audit mortaliti pada 10 RS rujukan dan sembilan RS non-rujukan di DKI Jakarta, serta 14 RS rujukan dan 7 RS non-rujukan di Jawa Timur, yang dilakukan Bidang Penanganan Kesehatan, Satgas COVID-19 dengan periode penentuan sampel pada Mei hingga September 2020, tercatat rata-rata terjadi kematian sebesar 50 persen.
Diharapkan, hasil kajian ini dapat menjadi acuan dalam mengoptimalkan fasilitas layanan kesehatan dalam penanganan pasien COVID-19, sehingga dapat menurunkan mortalitas penderita COVID-19 kasus berat atau kritis.
Baca juga: Pemkab Cilacap pusatkan isolasi 33 nakes positif COVID-19
Baca juga: Ganjar: Kudus dapat tambahan nakes untuk penanganan COVID-19
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: