Jakarta (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menuntut mantan Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto tujuh tahun penjara dan denda maksimum Rp2 miliar subsider kurungan penjara selama enam bulan.

"Kedua terdakwa terbukti melakukan perbuatan secara langsung atau tidak langsung menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun," kata Jaksa Leonardo Simalango di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

Tuntutan tersebut lebih rendah dari dakwaan. Joko dan Budhi didakwa dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang jika terbukti bersalah maka keduanya akan dikenakan hukuman kurungan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. Selain itu, Jaksa meminta kedua terdakwa segera ditahan.

Leonard Simalango mengatakan pengajuan tuntutan tersebut sudah berdasarkan bukti-bukti dan pernyataan saksi-saksi selama proses persidangan yang telah berjalan sejak 2020. Kedua terdakwa terindikasi melakukan tindak pidana pasar modal.

Baca juga: Investor kecewa eks Direksi Tiga Pilar Sejahtera lepas tanggung jawab
Baca juga: Ahli nilai perkara Tiga Pilar Sejahtera Food adalah "human fraud"
Baca juga: BEI pertimbangkan penghapusan saham AISA bila tak penuhi kewajiban


Dugaan manipulasi laporan keuangan Tiga Pilar tahun buku 2017 oleh Joko dan Budhi terbukti dilakukan untuk mengerek harga saham perseroan saat itu. Keduanya diduga melanggar pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Manipulasi laporan keuangan Tiga Pilar 2017 dilakukan dengan menggelembungkan piutang enam distributor dari yang sebenarnya Rp200 miliar menjadi Rp1,6 triliun. Adapun enam distributor tersebut merupakan milik Joko dan dicatat sebagai pihak ketiga.

Sebelumnya, Ketua Forum Investor Ritel AISA (Forsa) Deni Alfianto mengatakan laporan keuangan Tiga Pilar pada 2017 yang terlihat bagus menjadi alasan investor untuk membeli saham AISA. Sebab, saat itu nilai bukunya tercatat mencapai Rp1.300 hingga Rp1.500 per saham. Padahal, nyatanya perseroan punya ekuitas yang negatif.

"Ada investor yang membeli pada harga Rp2.000 kemudian pada 2018 malah disuspensi karena gagal bayar bunga obligasi. Manipulasi ini jelas merugikan kami," ujar Deni.

Suspensi kembali dibuka pada Agustus 2020 lalu. Pascadibuka, harga saham AISA lantas turun ke level Rp200-an. Sejak pergantian direksi, kinerja AISA mulai membaik. Pada Kamis (3/6) saham AISA ditutup pada harga Rp250. Nilai saham tersebut meningkat 3,3 persen dibandingkan harga penutupan minggu lalu Rp242.

Perseroan pun kini terus berbenah memperbaiki kinerjanya terutama setelah masuknya perusahaan pangan yang berbasis di Singapura yaitu FKS Group dan telah menjadi pengendali perseroan sejak kuartal tiga tahun lalu.

Sampai kuartal I 2021 perseroan juga berhasil meraih laba sebelum pajak senilai Rp 3,90 miliar, tumbuh 66,7 persen dibandingkan akhir tahun lalu senilai Rp2,34 miliar.

Sementara, merespon tuntutan tersebut Ketua Majelis Hakim Ahmad Sayuti memberi waktu maksimum dua minggu untuk kedua terdakwa memberikan pembelaan.