Jakarta (ANTARA) - Suaka Margasatwa Muara Angke akan dikembangkan menjadi pusat edukasi ekosistem mangrove atau bakau dan fauna serta flora yang berada di dalamnya, menurut Pengendali Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta Nani Rahayu.

"Yang sangat penting bagi kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke adalah visi kawasan ini ke depan untuk dikembangkan sebagai pusat edukasi dan ini tentu harus didukung sarana prasarana memadai," kata Nani ketika ditemui ANTARA di Muara Angke, Jakarta, Kamis.

Bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) lewat Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA), rencananya akan dibangun pusat edukasi bersama dengan perbaikan jembatan di kawasan tersebut yang sudah mengalami kerusakan sejak 2017.

Kerusakan itu juga menyebabkan kawasan tersebut ditutup sejak 2017, dengan diharapkan dapat dibuka kembali dalam waktu dekat ketika pembangunan dan perbaikan tersebut telah selesai.

Baca juga: YKAN dan BKSDA Jakarta kolaborasi rehabilitasi mangrove SM Muara Anke
Baca juga: Menteri KP resmikan trek edukasi mangrove baru di Pariaman


Suaka Margasatwa Muara Angke sendiri kawasan konservasi seluas 25,02 hektare (ha) yang terletak di Jakarta Utara. Kawasan itu merupakan salah satu satu unsur penting bagi keberlangsungan kehidupan satwa di Jakarta, termasuk beberapa satwa endemik terancam punah seperti bubut jawa (Centropus nigrorufus).

Kawasan itu diapit oleh pemukiman padat yang memberikan pengaruh terhadap ekosistemnya selain terdapat faktor sampah dari hulu dan sedimentasi yang membuat pengurangan kedalaman sungai.

Untuk itu, BKSDA dan YKAN telah merencanakan upaya penanggulangan dengan akan melakukan perbaikan hidrologi dalam bentuk usaha merevitalisasi jalur masuk air dari laut yang sekarang tertutup sedimen.

Peneliti mangrove YKAN Topik Hidayat menegaskan peran penting dari kawasan suaka tersebut dengan ekosistem mangrove serta flora dan fauna yang berada di dalamnya. Karena itu upaya pemulihan diperlukan untuk mengembalikan kondisi yang terdegradasi.

Topik menjelaskan pemulihan hidrologi akan menjadi salah satu kegiatan yang pertama dilakukan bersamaan dengan penyingkiran tanaman invasif seperti eceng gondok.

"Jenis-jenis invasif itu membuat ekosistem aslinya terganggu," ujar Topik.

Baca juga: KKP rehabilitasi 8,7 hektare kawasan mangrove di Pasuruan Jatim
Baca juga: Yayasan KAN: Alih fungsi lahan rusak hutan mangrove
Baca juga: Yayasan KAN: Kontribusi milenial lestarikan mangrove