Medan (ANTARA News) - Ratusan anak-anak yang ikut mengungsi akibat meletusnya Gunung Sinabung pada Minggu dinihari (29/8) mendapatkan pendampingan psikososial guna menormalkan kembali kejiwaaan mereka pasca-tragedi tersebut.

Manager Corporate Social Responsibility (CSR) Danone Aqua, Arief Fatullah, di Berastagi, Jumat, mengatakan bahwa sedikit-dikitnya ada 6.000 anak-anak dari beberapa desa di Kabupaten Karo yang terpaksa ikut mengungsi bersama keluarganya dengan membawa bekal seadanya.

"Tidak kurang dari 20.000 masyarakat yang masih bertahan hidup dipengungsian dengan kondisi yang apa adanya. Mereka juga belum berani pulang ke rumah masing-masing karena masih trauma dengan meletusnya gunung itu," katanya.

Ia mengatakan, bencana alam memang tidak hanya menyebabkan masyarakat yang menjadi korban kesulitan mendapatkan pangan, melainkan juga akan menimbulkan efek traumatik bagi masyarakat yang terkena musibah tersebut.

Belum lagi suasana kehidupan yang serba darurat, terutama di tempat-tempat pengungsian membuat para korban tertekan dan mengalami kondisi depresi maupun faktor gangguan jiwa lainnya.

"Hal inilah yang tentunya saat ini dirasakan oleh saudara-saudara kita di Kabupaten Karo, yang merasakan langusng dampak akibat bencana letusan Gunung Sinabung beberapa hari yang lalu. Apalagi memang gunung itu sudah ratusan tahun lamanya tidak meletus," katanya.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat Karo yang terkena musibah, lanjutnya, Danone Aqua bekerja sama dengan para psikolog dari Universitas Sumatera Utara (USU) untuk memberikan pendampingan psikososial kepada para pengungsi.

Pendampingan psikososial tersebut bertujuan untuk membantu pemulihan kondisi mental dan psikis masyarakat, khususnya kepada sekitar 600 anak-anak korban bencana yang ada di pengungsian.

Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan dengan metode Psychosocial Structure Activity yang menggunakan seni berupa cerita tanpa suara, gerakan/aktivitas, musik, pengulangan/ritual serta permainan kerja sama.

Program tersebut diadakan tiga hari berturut-turut pada 3-5 September 2010 dengan melibatkan 23 psikologUniversitas Sumatera Utara (USU) dan puluhan relawan lainnya. Program itu akan berlanjut pasca bencana sesuai hasil kajian kondisi psikososial anak-anak tersebut.

"Kita berharap dengan adanya program pendampingan psikososial tersebut, anak-anak pengungsi itu tidak akan mengalami trauma yang berkepanjangan dan sekembalinya ke daerah masing-masing sudah dapat menjalani kehidupannya seperti sediakala," katanya.

Psikolog Indah Kemala mengatakan, biasanya setelah terjadi bencana alam baik gempa, banjir, gunung meletus maupun bencana alam lainnya akan berdampak buruk pada psikologis seseorang terlebih pada anak-anak.

Dampak psikologis yang juga dapat ditimbulkan adalah depresi atau tekanan jiwa yang akan sulit hilang dalam waktu singkat dan akan terus membekas seumur hidup terutama pada anak-anak.

"Untuk itu peran psikolog sangat dibutuhkan demi menormalkan kembali kejiwaaan para pengungsi terutama pada anak-anak yang memang kondisi kejiwaannya masih sangat rentan, agar kembali normal hingga tidak mengalami traumatik yang berkepanjangan," katanya.
(T.KR-JRD/S015/P003)