Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Muhammad Subekti mengatakan banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia, selain aspek teknis dan keamanan.

"Rencana pengembangan PLTN yang ada di Indonesia juga tergantung wilayahnya, juga mengenai ongkos harganya tergantung wilayahnya pula," kata Subekti dalam diskusi virtual tentang tenaga nuklir yang dipantau dari Jakarta, Rabu.

Untuk faktor biaya pembangunan, kata dia, terdapat juga faktor terkait kepentingan politis dan kondisi lokal lainnya.

Ia memberi contoh bagaimana PLTN pertama Asia Tenggara di Filipina tidak difungsikan sampai saat ini karena faktor politik.

Terkait nuklir sebagai sumber energi di Indonesia, ia menjelaskan posisinya saat ini di Indonesia masih menjadi opsi terakhir seiring dengan perkembangan energi baru terbarukan seperti sel surya, angin atau biomassa.

"Sehingga kalau pun dibangun setelah 2040 kita juga mungkin masih bisa menerima, dengan syarat ada beberapa hal yaitu terkait dengan urgensi, juga terkait ekonomi dan yang paling penting adalah masalah politik," kata Muhammad Subekti.

Dalam kesempatan tersebut penulis kajian Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi mengatakan menentukan peran nuklir sebagai sumber energi di Indonesia membutuhkan diskusi mendalam dan jujur dengan akuntabilitas tinggi.

Dia menggarisbawahi beberapa permasalahan terkait PLTN dalam konteks Indonesia seperti keandalan teknologi, faktor keamanan dan perlindungan keselamatan, kondisi geografis wilayah Asia Tenggara, pengolahan dan pembuangan permanen limbah nuklir, dan ketersediaan bahan bakar.

Selain itu terdapat pula faktor keterjangkauan biaya dan risiko pembengkakan biaya yang sering terjadi serta biaya penutupan pembangkit nuklir yang sering terabaikan.

"Jika pengambilan keputusan untuk membangun proyek nuklir tahap percontohan dilanjutkan, maka para pembuat kebijakan dan pemerintah perlu melakukan banyak pekerjan dalam pembuatan kebijakan termasuk evaluasi teknis, persiapan peraturan dan dukungan keuangan, termasuk persiapan kerangka asuransi kewajiban pihak ketiga yang saat ini belum ada di Indonesia," demikian Elrika Hamdi.

Baca juga: Peneliti BATAN: Nuklir masih menjadi opsi terakhir sumber energi

Baca juga: Batan: Banyak masyarakat tak tahu, nuklir bisa topang ketahanan pangan

Baca juga: Batan: Energi nuklir disinergikan dengan energi terbarukan


Baca juga: BATAN jalin kerja sama nuklir dengan Prancis