Jakarta (ANTARA) - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan hasil penelitian yang dilakukan Eijkman dan rekannya menunjukkan sejumlah besar parasit malaria ternyata bersembunyi di organ limpa.

Dari keterangan yang diterima ANTARA, di Jakarta, Selasa, penemuan terbaru terkait malaria dilaporkan pekan lalu di jurnal ilmiah New England Journal of Medicine dan PLOS Medicine.

Penelitian itu membuktikan bahwa sejumlah besar parasit malaria bersembunyi di limpa manusia yang secara aktif mampu berkembang biak dalam siklus hidupnya. Itu merupakan terobosan baru bagi pemahaman mengenai patogenesis malaria yang belum pernah diketahui sebelumnya.

Baca juga: Kemenkes minta masyarakat waspadai leptospirosis, DBD dan malaria

Sampai saat ini, parasit malaria yang masuk ke aliran darah diperkirakan beredar dan berkembang biak hanya di dalam darah.

Penelitian yang dipimpin oleh mahasiswa doktoral Indonesia, Steven Kho di Menzies School of Health Research (Menzies) Australia bersama- sama dengan Dr. Rintis Noviyanti, Dr. Nurjati Siregar dan Dr. Leily Trianty, dan tim peneliti di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jakarta serta Dr. Putu Ayu Indrashanti Wardani di Rumah Sakit Umum Daerah di Timika, serta Dr. Enny Kenangalem dan Dr. Jeanne Rini Poespoprodjo, dan tim peneliti malaria di Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPKMP) menemukan bahwa pada penyakit malaria kronis, jumlah parasit dapat mencapai ratusan hingga ribuan kali lebih tinggi di organ limpa daripada yang ditemukan di peredaran darah.

Penelitian besar itu melibatkan mitra penelitian lain dari Australia dan Perancis.

Dr. Kho memeriksa limpa dari pasien-pasien yang memerlukan pengangkatan limpa (splenectomy) di Timika, Papua akibat kecelakaan. Pasien tersebut umumnya tidak memperlihatkan adanya gejala malaria, tetapi 95 persen pasien memiliki parasit yang hidup dalam jumlah besar yang tersembunyi di limpa.

"Temuan kami telah mendefinisikan ulang siklus hidup malaria. Malaria kronis harus dianggap terutama sebagai infeksi limpa, dan hanya sebagian kecil yang beredar di dalam darah," kata Dr. Kho.

Akumulasi parasit di limpa ditemukan pada malaria yang disebabkan dua spesies Plasmodium utama yaitu Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, tetapi terutama terlihat pada infeksi Plasmodium vivax, di mana lebih dari 98 persen dari semua parasit dalam tubuh bersembunyi di limpa.

Dr. Siregar yang merupakan Kepala Unit Histologi dan Transmission Electron Microscopy (TEM) Lembaga Eijkman, mengatakan penelitian tersebut juga menemukan bahwa limpa manusia mengandung sejumlah besar sel darah merah yang sangat muda, yang disebut retikulosit.

Baca juga: Ilmuwan petakan sistem imun nyamuk bantu perangi malaria

Sel darah muda itu merupakan satu-satunya jenis sel darah merah yang dapat diinfeksi oleh P. vivax.

"Hal ini menjadikan limpa sebagai lokasi di mana parasit malaria vivax dapat berkembang biak dengan mudah," ujar Dr. Siregar.

Sedangkan Dr. Wardani mengatakan bahwa hingga saat ini limpa dianggap sebagai organ yang menghancurkan parasit malaria dan dihindari oleh parasit.

"Sementara limpa memang menyaring dan menghancurkan beberapa parasit, tetapi hasil penelitian kami sekarang menunjukkan bahwa limpa juga menyediakan tempat berlindung bagi parasit yang bertahan hidup dalam jangka panjang," tutur Dr. Wardani.

Tim peneliti menekankan pentingnya temuan tersebut dan mengatakan bahwa infeksi limpa yang terus-menerus memiliki implikasi klinis dan kesehatan masyarakat yang besar, termasuk kontribusi yang signifikan terhadap anemia.

"Kami juga menemukan bahwa beberapa orang
dengan sejumlah besar parasit yang bersembunyi di limpa tidak memiliki parasit yang terdeteksi di dalam darah, ini yang harus mendapatkan perhatian jika kita ingin melakukan program eliminasi malaria," kata Dr. Trianty.

Dr. Noviyanti yang merupakan Kepala Unit Malaria Pathogenesis Lembaga Eijkman mengatakan bahwa program eliminasi malaria yang mengandalkan tes darah secara massal, hanya mengobati individu dengan infeksi yang terdeteksi tetapi mungkin tidak dapat mendeteksi semua infeksi pada populasi di mana malaria terjadi.

"Penelitian ini masih berlanjut di Timika, Papua, untuk mengeksplorasi lebih jauh populasi parasit yang baru ditemukan di limpa ini," tutur Noviyanti.

Dia menuturkan pemberantasan malaria membutuhkan kerja sama yang terintegrasi antar berbagai institusi.

Penelitian mengenai biologi parasit malaria akan membantu menjawab berbagai pertanyaan yang timbul terkait pemahaman tentang mekanisme patogen untuk terhindar dari sistem pertahanan tubuh inang.

Hal itu akan membantu penemuan intervensi baru untuk penanggulangan penyakit malaria.

Kedua jurnal tersebut dapat ditemukan pada tautan berikut ini: https://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMc2023884?url_ver=Z39.882003&rfr_id=ori
%3Arid%3Acrossref.org&rfr_dat=cr_pub++0pubmed, dan https://journals.plos.org/plosmedicine/article?id=10.1371/journal.pmed.1003632.

Baca juga: Polisi Mimika imbau warga Wania waspada malaria dan COVID-19
Baca juga: WHO: Jumlah kematian akibat malaria melebihi COVID-19 di Afrika
Baca juga: Stok obat malaria "primaquine" di Mimika hanya cukup sampai September