"Bung Karno tidak mau disebut sebagai pencipta Pancasila, Beliau penggali Pancasila. Pancasila yang digali dari seluruh peradaban Nusantara, seluruh peradaban dunia, termasuk keragaman agama. Di situlah Pancasila merupakan kristalisasi dari cara pandang Indonesia terhadap dunia dan sekaligus falsafah dasar," kata Hasto saat mengisi Seminar Nasional Memperingati Hari Kelahiran Pancasila bertema 'Api Semangat Pancasila dalam Bela Negara' yang dilaksanakan di Auditorium Unhan RI, Bogor, Selasa.
Baca juga: Hasto: Perjanjian batu tulis Megawati-Prabowo sudah selesai
Hal itu, kata Hasto, untuk menunjukkan bahwa negara ini adalah satu kesatuan wilayah yang di dalamnya melekat jiwa bangsa, yakni Pancasila.
Hasto mencontohkan sejumlah konflik horizontal yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Di Irlandia, terdapat konflik antaragama, Katolik dengan Kristen. Di Timur Tengah, terdapat konflik Suni dan Syiah. Sedangkan di India, terdapat konflik suku, agama, dan perbedaan bahasa.
"Indonesia tidak ada persoalan. Karena apa? Nilai-nilai filosofi dasar yang digali dari bumi Indonesia itu akhirnya bisa merumuskan sesanti Bhinneka Tunggal Ika," jelasnya dalam siaran persnya.
Hasto menjelaskan bahwa Soekarno menegaskan soal prinsip ketuhanan. Maka tidak hanya setiap rakyat Indonesia bertuhan, negara juga bertuhan.
Baca juga: Peringati Bulan Bung Karno, PDIP gelar kegiatan di 70 ribu desa
Dalam Pancasila, lanjut Hasto, juga memuat tentang prinsip kemanusiaan.
Hal ini diilhami dari sejarah perjuangan Budi Utomo yang akhirnya hingga saat ini ditandai dengan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei. Bung Tomo mengubah cara berpikir kerajaaan-kerajaan yang rentan diadu domba dengan politik devide at impera.
Baca juga: Hasto sebut PDIP berkomitmen bumikan Pancasila
Dia menjelaskan, hal ini kerap menjadi motivasi Rektor Unhan Laksdya TNI Amarulla Octavian. "Kita harus menjadi pemimpin dalam seluruh aspek kehidupan di duniam," kata Hasto.
Menurut Hasto, Indonesia harus membangun kekuatan pertahanan. Diplomat-diplomat muda harus melakukan pendekatan ke sejumlah negara untuk menyelesaikan persoalan di Laut Tiongkok Selatan dan Timur Tengah.
"Semangat dari kemanusaian dalam perspektif keluar dalam perdamaian dunia itu sudah dibangun. Penjajahan tidak berperikemanusiaan. Dengan diplomat-diplomat kita, kita temui Amerika Serikat, kita temui Tiongkok, kemudian kita jadi juru damai. Di saat bersamaan, kita perlu membangun kekuatan militer kita agar bisa menjadi juru damai, agar kita disegani. Kita harus punya kekuatan yang andal dan terkuat di belahan bumi selatan," jelasnya.
Dalam seminar ini, Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksdya TNI Amarulla Octavian menjadi pembicara utama seminar itu.
Pembicara lainnya adalah Direktur S3 Unhan Laksamana Muda (Purn) TNI Siswo Hadi Sumantri dan Dekan FKN Unhan RI Marsekal Muda Syamsunasir. Dua narasumber utama seminar adalah mahasiswa S3 Cohort Unhan Hasto Kristiyanto dan aktivis dan cendekiawan Muda Yudi Latif.