Kepala Bais: Pemerintah tidak pernah sebut kelompok separatis Papua
27 Mei 2021 18:00 WIB
Arsip-Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (tengah) didampingi KSAL Laksamana TNI Yudo Margono (kiri) dan Kabais TNI Letjen TNI Joni Supriyanto (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/5/2021). . ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Letnan Jenderal Joni Supriyanto menegaskan pemerintah tidak pernah menyebutkan kelompok yang mengganggu keamanan di Papua sebagai kelompok separatis Papua.
"Beberapa waktu lalu, pemerintah melakukan pengubahan penyebutan istilah menjadi kelompok separatis teroris (KST). Pemerintah tidak pernah menyebutkan kelompok separatis Papua, tetapi KST Okiman Wenda atau KST Lekagak Telenggen," kata Joni Supriyanto dalam rapat kerja (raker) bersama Panitia Khusus (Pansus) DPR, di Jakarta, Kamis.
Joni menyatakan dengan penyebutan kelompok tertentu menjadikan hanya orang-orang tertentu saja masuk di dalamnnya. Dengan penyebutan KST itu memudahkan aparat keamanan untuk menjangkau bagi kelompok-kelompok yang ada di luar Papua.
"Sehingga jangan sampai penyebutan kelompok separatis ini menjadikan adanya diskriminasi, karena menjadi sangat sensitif untuk saudara-saudara di Papua," ujar Joni.
KST di Papua diperkirakan terbagi menjadi 18 kelompok tersebar di wilayah pegunungan, perbatasan, dan pantai.
Pansus Perubahan Kedua Rancangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus di Provinsi Papua menggelar rapat kerja untuk mendengarkan masukan dari Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Ketua Pansus Komarudin Watubun menyatakan Otsus Papua yang diberikan melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 telah dilaksanakan hampir 20 tahun. RUU Otsus Papua telah masuk dalam Prolegnas tahun 2021.
Pansus Otsus Papua mendengarkan kebijakan pertahanan yang selama ini dilaksanakan di Papua dikaitkan dengan keberadaan UU Nomor 21 Tahun 2001, selain itu untuk mendengarkan pandangan terkait situasi keamanan di Papua saat ini, dan perkiraan situasi di Papua setelah penerapan RUU menjadi undang-undang.
Baca juga: BNPT tetapkan 5 nama di Papua sebagai DTTOT
Baca juga: Mahfud terus bangun dialog dengan tokoh Papua
"Beberapa waktu lalu, pemerintah melakukan pengubahan penyebutan istilah menjadi kelompok separatis teroris (KST). Pemerintah tidak pernah menyebutkan kelompok separatis Papua, tetapi KST Okiman Wenda atau KST Lekagak Telenggen," kata Joni Supriyanto dalam rapat kerja (raker) bersama Panitia Khusus (Pansus) DPR, di Jakarta, Kamis.
Joni menyatakan dengan penyebutan kelompok tertentu menjadikan hanya orang-orang tertentu saja masuk di dalamnnya. Dengan penyebutan KST itu memudahkan aparat keamanan untuk menjangkau bagi kelompok-kelompok yang ada di luar Papua.
"Sehingga jangan sampai penyebutan kelompok separatis ini menjadikan adanya diskriminasi, karena menjadi sangat sensitif untuk saudara-saudara di Papua," ujar Joni.
KST di Papua diperkirakan terbagi menjadi 18 kelompok tersebar di wilayah pegunungan, perbatasan, dan pantai.
Pansus Perubahan Kedua Rancangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus di Provinsi Papua menggelar rapat kerja untuk mendengarkan masukan dari Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Ketua Pansus Komarudin Watubun menyatakan Otsus Papua yang diberikan melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 telah dilaksanakan hampir 20 tahun. RUU Otsus Papua telah masuk dalam Prolegnas tahun 2021.
Pansus Otsus Papua mendengarkan kebijakan pertahanan yang selama ini dilaksanakan di Papua dikaitkan dengan keberadaan UU Nomor 21 Tahun 2001, selain itu untuk mendengarkan pandangan terkait situasi keamanan di Papua saat ini, dan perkiraan situasi di Papua setelah penerapan RUU menjadi undang-undang.
Baca juga: BNPT tetapkan 5 nama di Papua sebagai DTTOT
Baca juga: Mahfud terus bangun dialog dengan tokoh Papua
Pewarta: Fauzi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: