Warga Yogyakarta antusias saksikan "super blood moon"
26 Mei 2021 21:44 WIB
Warga Yogyakarta menyaksikan gerhana bulan total atau dikenal dengan "super blood moon" di Markas Jogja Astro Club di Jalan Gejayan, Condongcatur, Kabupaten, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu malam. ANTARA/HO-JAC
Yogyakarta (ANTARA) - Seratusan warga Yogyakarta antusias menyaksikan gerhana bulan total atau dikenal dengan super blood moon melalui enam teleskop di Markas Jogja Astro Club di Jalan Gejayan, Condongcatur, Kabupaten, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu malam.
"Malam hari ini ada sekitar seratus pengunjung yang menyaksikan secara langsung lewat enam teleskop yang kami pasang," kata Pendiri Jogja Astro Club (JAC) Mutoha Arkanuddin di sela pengamatan.
Selain menyediakan sarana pengamatan secara langsung, komunitas pecinta dunia astronomi Yogyakarta itu juga menyiarkan melalui kanal digital sehingga bisa menjangkau masyarakat lebih luas.
Kegiatan pengamatan secara langsung itu, menurut dia, berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan.
"Banyak kalangan yang datang dari mahasiswa, pelajar, anak-anak, orang tua. Ada juga kakek nenek yang ikut memantau karena keawaman mereka sehingga penasaran," kata dia.
Menurut Mutoha, kegiatan pengamatan itu ditujukan untuk mengedukasi masyarakat seputar fenomena astronomi. Terlebih, peristiwa gerhana bulan malam hari ini bertepatan dengan posisi perigea di mana posisi bulan dan bumi berada pada jarak terdekat.
"Bulan terlihat lebih besar karena sedang pada fase perigea. Itu yang membuat gerhana bulan malam hari ini spesial," ujar Toha sapaan akrabnya.
Baca juga: Warga Kota Sorong berbondong-bondong nonton gerhana bulan
Baca juga: Sejumlah warga Jambi abadikan gerhana bulan dengan kamera ponsel
Meski gerhana bulan atau mata hari rata-rata terjadi dua kali setiap tahun, gerhana belum tentu terjadi secara total. Biasanya hanya sebagian atau penumbra dan belum tentu bisa disaksikan dari Indonesia.
"Tahun ini masih ada gerhana lagi, cuma dari Indonesia bisa terlihat atau tidak juga tidak pasti," katanya.
Melalui kegiatan pengamatan itu, menurut dia, JAC juga sekaligus ingin menepis mitos-mitos yang biasa dilekatkan dengan gerhana bulan seperti anggapan bulan dimakan betara kala, atau berkaitan dengan kematian seseorang.
"Kami tentunya juga ingin memutus informasi bahwa gerhana bulan itu konon bulan dimakan raksasa, terutama bagi kalangan anak-anak. Tapi anak-anak sekarang lebih cerdas," kata dia.
Pengamatan gerhana bulan di Markas JAC atau Griya Antariksa berlangsung mulai pukul 17.30 WIB bertepatan saat bulan mulai mengalami gerhana sebagian.
"Pukul 18.10 bulan tertutup total jadi hanya warna merah saja yang kelihatan hanya sedikit putih di sisi utara, lalu pukul 18.26 terlihat kembali terangnya di sisi utara, dan pukul 19.50 selesai gerhananya," terang Toha.
Baca juga: Wisatawan mengamati gerhana bulan total di kawasan Lembang
Baca juga: BMKG amati gerhana bulan di Ancol
"Malam hari ini ada sekitar seratus pengunjung yang menyaksikan secara langsung lewat enam teleskop yang kami pasang," kata Pendiri Jogja Astro Club (JAC) Mutoha Arkanuddin di sela pengamatan.
Selain menyediakan sarana pengamatan secara langsung, komunitas pecinta dunia astronomi Yogyakarta itu juga menyiarkan melalui kanal digital sehingga bisa menjangkau masyarakat lebih luas.
Kegiatan pengamatan secara langsung itu, menurut dia, berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan.
"Banyak kalangan yang datang dari mahasiswa, pelajar, anak-anak, orang tua. Ada juga kakek nenek yang ikut memantau karena keawaman mereka sehingga penasaran," kata dia.
Menurut Mutoha, kegiatan pengamatan itu ditujukan untuk mengedukasi masyarakat seputar fenomena astronomi. Terlebih, peristiwa gerhana bulan malam hari ini bertepatan dengan posisi perigea di mana posisi bulan dan bumi berada pada jarak terdekat.
"Bulan terlihat lebih besar karena sedang pada fase perigea. Itu yang membuat gerhana bulan malam hari ini spesial," ujar Toha sapaan akrabnya.
Baca juga: Warga Kota Sorong berbondong-bondong nonton gerhana bulan
Baca juga: Sejumlah warga Jambi abadikan gerhana bulan dengan kamera ponsel
Meski gerhana bulan atau mata hari rata-rata terjadi dua kali setiap tahun, gerhana belum tentu terjadi secara total. Biasanya hanya sebagian atau penumbra dan belum tentu bisa disaksikan dari Indonesia.
"Tahun ini masih ada gerhana lagi, cuma dari Indonesia bisa terlihat atau tidak juga tidak pasti," katanya.
Melalui kegiatan pengamatan itu, menurut dia, JAC juga sekaligus ingin menepis mitos-mitos yang biasa dilekatkan dengan gerhana bulan seperti anggapan bulan dimakan betara kala, atau berkaitan dengan kematian seseorang.
"Kami tentunya juga ingin memutus informasi bahwa gerhana bulan itu konon bulan dimakan raksasa, terutama bagi kalangan anak-anak. Tapi anak-anak sekarang lebih cerdas," kata dia.
Pengamatan gerhana bulan di Markas JAC atau Griya Antariksa berlangsung mulai pukul 17.30 WIB bertepatan saat bulan mulai mengalami gerhana sebagian.
"Pukul 18.10 bulan tertutup total jadi hanya warna merah saja yang kelihatan hanya sedikit putih di sisi utara, lalu pukul 18.26 terlihat kembali terangnya di sisi utara, dan pukul 19.50 selesai gerhananya," terang Toha.
Baca juga: Wisatawan mengamati gerhana bulan total di kawasan Lembang
Baca juga: BMKG amati gerhana bulan di Ancol
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: