Jakarta (ANTARA) - Ahli hukum tata negara Universitas Padjadjaran, Indra Perwira, mengkritik Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyurati Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Listyo Prabowo, menarik Ketua KPK, Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri.

Dalam keterangan persnya diterima di Jakarta, Rabu, Perwira mengatakan surat ICW itu dinilai tidak sinkron dengan UU Nomor 30/2002 tentang KPK.

Pada UU Nomor 30/2002 itu jelas menyebutkan pimpinan KPK dipilih DPR berdasarkan calon usulan presiden, yang sudah melalui panitia seleksi (pansel) pemilihan.

Baca juga: Ketua KPK pastikan tindak lanjuti arahan Presiden soal 75 pegawai

“Pemilihan ketua KPK ini kan sudah diuji kelayakan dan kepatutan oleh DPR secara terbuka. Ada panitia seleksinya juga. Jadi tidak bisa minta pemberhentiannya ke kepala Kepolisian Indonesia yang jelas-jelas tidak sinkron dan tidak punya wewenang.” kata Ketua Pusat Studi Kebijakan Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran itu.

Ia menjelaskan, kepala Kepolisian Indonesia tidak punya wewenang terhadap KPK seperti permintaan dalam dari surat yang dikirim ICW itu.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil minta Firli diuji wawasan antikorupsinya

“Apapun itu, Firli itu ketua lembaga yang berbeda dengan Kepolisian Indonesia yang sama-sama lembaga pemerintahan. KPK itu bukan underbow-nya kepala Kepolisian Indonesia dan merupakan dua lembaga yang terpisah. Legitimasi pimpinan KPK, anggota komisi yang duduk di sana itu, bukan atas perintah kepala Kepolisian Indonesia,” ucapnya.

Bahuri sampai saat ini masih seorang perwira tinggi aktif polisi.

Baca juga: Mencoba tetap percaya kepada KPK

Peraturan perundang-undangan pun tidak memperlihatkan adanya wewenang kepala Kepolisian Indonesia terhadap KPK yang jelas-jelas lembaga pemerintahan yang berbeda.

Yang ada, kata dia justru kewenangan supervisi KPK terhadap Kepolisian Indonesia dan Kejaksaan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 8 UU Nomot 30/2002. Wewenang KPK itu hirarkinya lebih tinggi lagi, sehingga surat dari ICW ke Markas Besar Kepolisian Indonesia salah kaprah.

Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri tidak ingin ada lagi "Jumat Keramat"

“Satu-satunya hal yang bisa dilakukan kepala Kepolisian Indonesia untuk menarik Firli adalah apabila dia melakukan tindakan indisipliner dalam kategori kepolisian. Jadi wewenangnya hanya dalam ranah kepolisian saja,” ujar Perwira.

Diketahui, Selasa 24 Mei 2021 lalu, peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menyampaikan mereka ingin bertemu dengan Prabowo untuk meminta penarikan dan pemberhentian Bahuri sebagai ketua KPK karena banyaknya kontroversi yang dia timbulkan selama menjabat sebagai ketua KPK.