Ketua DPD RI sampaikan masalah fundamental konstitusi hasil amendemen
26 Mei 2021 15:17 WIB
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat memberikan sambutan di Kantor Pemprov Kaltara, Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Rabu (26/5/2021). ANTARA/HO-DPD RI/am.
Tanjung Selor (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengajak semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan di daerah dari hulu, yakni
akar masalah ada pada perundang-undangan hasil amendemen.
"Yang menjadi akar masalah adalah karena penguasaan oleh swasta dan asing yang memang sah dan dibolehkan oleh undang-undang. Ini bukan salah pemerintah," katanya
saat rapat kerja dengan Wakil Gubernur Kalimantan Utara Yansen Tipa Padan, di Kantor Pemprov Kaltara, Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Rabu.
"Karena pemerintah hanya menjalankan undang-undang. Memang kita sering menemukan penyimpangan oleh pemangku kebijakan. Tetapi itu soal lain. Itu soal perilaku koruptif," katanya pula.
Menurutnya, selama ini banyak pihak berdebat dan berdiskusi untuk masalah yang ada di hilir.
Menurut La Nyalla, justru yang harus diselesaikan dalam banyak permasalahan adalah seputar peraturan atau undang-undangnya. Hal ini juga berlaku untuk masalah daerah, termasuk sumber daya alam.
La Nyalla menilai ada persoalan fundamental pada konstitusi hasil amendemen sejak tahun 1999 hingga 2002.
"Karena pada praktiknya, konstitusi hasil amendemen tersebut memberi keleluasaan kepada swasta nasional maupun asing untuk mengelola sumber daya alam di daerah," ujarnya pula.
Dia menyebutkan, hal itu yang terjadi dalam Pasal 33.
La Nyalla mengatakan, kalimat dalam Pasal 33 ayat (2) menyebutkan bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
"Namun, amendemen membuat kalimat 'Dikuasai Negara' diartikan berbeda dengan adanya tambahan ayat (4) dan ayat (5). Kalimat 'Dikuasai Negara' tidak lagi mengacu kepada ayat (1) dan (3), tetapi dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi sebagai frasa negara cukup mengatur dan mengawasi," ungkapnya.
Padahal, lanjut La Nyalla, semangat ayat (1) dan ayat (3) adalah sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
"Para pendiri bangsa ini telah berpikir jauh ke depan saat menyusun Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ketika itu, yaitu semangat koperasi, semangat tolong-menolong dan semangat ekonomi kekeluargaan," katanya lagi.
Senator asal Jawa Timur ini menjelaskan, Undang-Undang Dasar hasil amendemen telah membuat situasi ini terjadi.
"Sehingga sehebat apa pun kualitas gubernur atau wali kota dan bupati, tetap tidak boleh mengambil kebijakan yang melanggar undang-undang. Sekali pun melalui peraturan daerah, karena peraturan daerah juga bisa dibatalkan ketika menabrak undang-undang," ujarnya pula.
La Nyalla juga menyoroti perlunya pembenahan manajemen ekonomi bangsa, di mana arah dan kebijakan pembangunan ekonomi ke depan harus diletakkan dan dikembalikan secara konsisten sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa. Hal ini ditujukan untuk pemerataan pembangunan di daerah, peningkatan indeks fiskal daerah dan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat di daerah.
“Karena itu, agenda nasional tentang rencana Amendemen Konstitusi ke-5, harus disambut sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas Amendemen 1, 2, 3 dan 4 yang telah dilakukan sejak tahun 1999 hingga 2002 silam,” kata La Nyalla pula.
Baca juga: DPD ingin amendemen UUD menambah kewenangan lembaga
Baca juga: DPD setujui amendemen UUD untuk masukkan GBHN
Sedang berjuang
DPD RI saat ini sedang berjuang agar ada perbaikan pada hasil amendemen UUD 1945 itu, memastikan akan memperjuangkan kepentingan daerah dan seluruh stakeholder di daerah dapat terakomodasi dalam agenda Amendemen 5 tersebut.
“Karena DPD RI adalah wakil daerah,” ujarnya lagi.
Dalam rapat kerja ini, La Nyalla hadir bersama sejumlah senator, yakni Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Senator asal Sumatera Selatan Jialyka Maharani, dan Andi Muh Ihsan (Sulawesi Selatan).
Tiga senator Daerah Pemilihan (Dapil) Kaltara turut mendampingi La Nyalla. Mereka adalah Martin Billa, Hasan Basri, Fernando Sinaga serta Sekjen DPD RI Rahman Hadi yang juga ikut mendampingi rombongan senator.
Rapat kerja dipimpin Wagub Yansen, mengingat Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang sedang memiliki kesibukan lain. Raker dihadiri Sekda Provinsi Kaltara H Suryansah beserta jajaran Pemprov Kaltara lainnya.
akar masalah ada pada perundang-undangan hasil amendemen.
"Yang menjadi akar masalah adalah karena penguasaan oleh swasta dan asing yang memang sah dan dibolehkan oleh undang-undang. Ini bukan salah pemerintah," katanya
saat rapat kerja dengan Wakil Gubernur Kalimantan Utara Yansen Tipa Padan, di Kantor Pemprov Kaltara, Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Rabu.
"Karena pemerintah hanya menjalankan undang-undang. Memang kita sering menemukan penyimpangan oleh pemangku kebijakan. Tetapi itu soal lain. Itu soal perilaku koruptif," katanya pula.
Menurutnya, selama ini banyak pihak berdebat dan berdiskusi untuk masalah yang ada di hilir.
Menurut La Nyalla, justru yang harus diselesaikan dalam banyak permasalahan adalah seputar peraturan atau undang-undangnya. Hal ini juga berlaku untuk masalah daerah, termasuk sumber daya alam.
La Nyalla menilai ada persoalan fundamental pada konstitusi hasil amendemen sejak tahun 1999 hingga 2002.
"Karena pada praktiknya, konstitusi hasil amendemen tersebut memberi keleluasaan kepada swasta nasional maupun asing untuk mengelola sumber daya alam di daerah," ujarnya pula.
Dia menyebutkan, hal itu yang terjadi dalam Pasal 33.
La Nyalla mengatakan, kalimat dalam Pasal 33 ayat (2) menyebutkan bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
"Namun, amendemen membuat kalimat 'Dikuasai Negara' diartikan berbeda dengan adanya tambahan ayat (4) dan ayat (5). Kalimat 'Dikuasai Negara' tidak lagi mengacu kepada ayat (1) dan (3), tetapi dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi sebagai frasa negara cukup mengatur dan mengawasi," ungkapnya.
Padahal, lanjut La Nyalla, semangat ayat (1) dan ayat (3) adalah sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
"Para pendiri bangsa ini telah berpikir jauh ke depan saat menyusun Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ketika itu, yaitu semangat koperasi, semangat tolong-menolong dan semangat ekonomi kekeluargaan," katanya lagi.
Senator asal Jawa Timur ini menjelaskan, Undang-Undang Dasar hasil amendemen telah membuat situasi ini terjadi.
"Sehingga sehebat apa pun kualitas gubernur atau wali kota dan bupati, tetap tidak boleh mengambil kebijakan yang melanggar undang-undang. Sekali pun melalui peraturan daerah, karena peraturan daerah juga bisa dibatalkan ketika menabrak undang-undang," ujarnya pula.
La Nyalla juga menyoroti perlunya pembenahan manajemen ekonomi bangsa, di mana arah dan kebijakan pembangunan ekonomi ke depan harus diletakkan dan dikembalikan secara konsisten sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa. Hal ini ditujukan untuk pemerataan pembangunan di daerah, peningkatan indeks fiskal daerah dan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat di daerah.
“Karena itu, agenda nasional tentang rencana Amendemen Konstitusi ke-5, harus disambut sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas Amendemen 1, 2, 3 dan 4 yang telah dilakukan sejak tahun 1999 hingga 2002 silam,” kata La Nyalla pula.
Baca juga: DPD ingin amendemen UUD menambah kewenangan lembaga
Baca juga: DPD setujui amendemen UUD untuk masukkan GBHN
Sedang berjuang
DPD RI saat ini sedang berjuang agar ada perbaikan pada hasil amendemen UUD 1945 itu, memastikan akan memperjuangkan kepentingan daerah dan seluruh stakeholder di daerah dapat terakomodasi dalam agenda Amendemen 5 tersebut.
“Karena DPD RI adalah wakil daerah,” ujarnya lagi.
Dalam rapat kerja ini, La Nyalla hadir bersama sejumlah senator, yakni Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Senator asal Sumatera Selatan Jialyka Maharani, dan Andi Muh Ihsan (Sulawesi Selatan).
Tiga senator Daerah Pemilihan (Dapil) Kaltara turut mendampingi La Nyalla. Mereka adalah Martin Billa, Hasan Basri, Fernando Sinaga serta Sekjen DPD RI Rahman Hadi yang juga ikut mendampingi rombongan senator.
Rapat kerja dipimpin Wagub Yansen, mengingat Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang sedang memiliki kesibukan lain. Raker dihadiri Sekda Provinsi Kaltara H Suryansah beserta jajaran Pemprov Kaltara lainnya.
Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: