Banjarmasin (ANTARA) - Berdasarkan data Kementerian Agama Kalimantan Selatan selama 2018-2020 permintaan dispensasi pernikahan dini atau usia anak di provinsi itu mencapai 1.219 orang.

Hal itu disampaikan Pj Gubernur Kalimantan Selatan Safrizal ZA pada forum diskusi terntang pencegahan perkawinan anak di Banjarbaru, Selasa.

Menurut Safrizal, perlu kerja keras dari seluruh pihak terkait untuk bisa keluar dari masalah tingginya jumlah perkawinan anak yang terjadi hampir di sebagian daerah di Kalsel.

Apalagi, tambah dia, berdasarkan data dari Kementerian Agama Kalsel pada 2018-2020 tercatat 1.219 pernikahan anak dengan dispensasi dari kementerian agama.

Data tersebut menjadi indikasi banyak anak yang nikah secara tidak resmi atau di bawah tangan.

Penanganan masalah ini harus dilakukan lintas instansi. Mulai dinas pendidikan, kesehatan, kementerian agama, pengadilan agama, dinas kominfo, Balitbangda, BKKBN, TP PKK, dan lain-lain.

"Kalau hanya Dinas PPPA tidak bisa, upaya pencegahan pernikahan dini akan sulit dilakukan," ujarnya.

Safrial berharap, seluruh dinas terkait segara melakukan sinkronisasi data dan segera melakukan langkah-langkah pencegahan secara bersama-sama.
Baca juga: Yogyakarta catat 29 permohonan dispensasi pernikahan anak pada 2020

"Saya harap, seluruh pihak terkait bisa mencegah terjadinya pernikahan tanpa melalui KUA atau resmi, karena diduga banyak dilakukan masyarakat," katanya.

Safrizal kembali menekankan, perkawinan anak nonizin juga harus dipantau, dianalisa, baru membuat strategi apa yang bisa dilakukan.

Seluruh program yang telah dibuat, tambah dia, juga bisa difokuskan pada pencegahan terhadap enam daerah, yang terjadi peningkatan kasus di atas 100 selama 2018-2020 yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala dan Tanah Bumbu.

Penyebab tingginya perkawinan dini adalah ketidaksetaraan gender, ekonomi dan kemiskinan, globalisasi atau prilaku remaja, dan regulasi.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas P3A) menyusun strategi penurunan angka kasus perkawinan usia anak sebagaimana dibahas dalam FGD tersebut.

Kepala Dinas PPPA Provinsi Kalsel, Husnul Khatimah mengatakan, saat ini Kalsel masuk dalam 20 provinsi di Indonesia yang tinggi perkawinan anak usia dini.

Berdasarkan data nasional, pada 2017 angka pernikahan dini Kalsel nomor satu nasional dengan prosentase pernikahan anak usia dini mencapai 23,12 persen atau jauh di atas prosentase nasional 11,54 persen.

Pada 2018 Kalsel di urutan 4 atau 17,63 persen lebih tinggi dari nasional 11,21 persen. Pada 2019, Kalsel kembali urutan pertama nasional atau 21,18 persen dibanding nasional 10,82 persen. Penurunan terjadi pada 2020, yaitu urutan keenam nasional atau 16,24 persen dibanding nasional 10,35 persen.
Baca juga: BKKBN prihatin tingginya angka pernikahan dini di Jatim
Baca juga: Pengajuan izin pernikahan dini di Kediri tinggi