Jakarta (ANTARA) - Pakar Perkembangan Anak IPB University Dwi Hastuti menilai orangtua dan pendidik harus bersinergi untuk membentuk generasi Alpha yang tangguh dan holistik.

"Tantangan membentuk generasi Alpha untuk menjadi individu yang tangguh tentunya sangat berat. Peran orangtua dan pendidik harus mampu memperkuat emosi positif sehingga pribadi anak yang holistik yakni sehat pikiran dan jiwanya dapat terwujud," kata Kepala Divisi Perkembangan Anak Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) Fakultas Ekologi Manusia (fema), IPB University Dwi Hastuti dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Oleh karena itu, menurut dia, diperlukan sistem pendidikan yang mampu membentuk rasionalitas, emosi dan perilaku pada setiap anak didik secara berimbang. Pendidikan itu dilakukan secara brain based learning dan edukasi karakter.

Dalam kegiatan Dompet Dhuafa Pendidikan bertema "Belajar dari Pandemi: Pendidikan Keluarga Memperkuat Literasi Manusia dan Sosial", ia menyampaikan kolaborasi sekolah dan keluarga penting untuk membentuk emosi positif anak sebagai kunci keberhasilan pendidikan dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) masa depan.

Baca juga: Susahnya jadi orangtua milenial

Baca juga: Pakar sebut generasi Alpha hadapi tantangan lebih besar di masa depan


Situasi pandemi COVID-19, kata dia, menimbulkan berbagai dinamika dan kebingungan sehingga mempengaruhi psikis anak.

Tingkat stres yang tinggi seperti rasa cemas, takut, sedih, marah, dan sebagainya mengakibatkan emosi negatif yakni perasaan terpuruk dan putus asa sehingga menimbulkan perilaku yang negatif.

Perlu adanya pengendalian dan adaptasi untuk membentuk emosi positif anak sehingga menjadi manusia holistik yakni melalui pendidikan formal dan keluarga.

"Dampak yang luar biasa akibat pandemi tentunya membuat pendidik harus mampu memberikan penguatan kepada siswa-siswi karena selain berdampak pada anak, pandemi juga berdampak pada orang tuanya," katanya.

Sedangkan sebagai orangtua, tantangan yang dihadapi sangat rumit karena anak-anak yang dididik saat ini merupakan generasi Z dan Alpha yang sering terpapar teknologi, sehingga sering ada jurang antara orang tua.

Dwi Hastuti mengatakan langkah penting yang harus diambil adalah upaya memperkuat sistem perilaku di sekitar anak yang tentu saja turut dipengaruhi oleh latar belakang keluarga.

Hasil riset secara daring juga mengungkapkan bahwa remaja mengalami gejala stres dan depresi, terlebih lagi bila ada beban ganda pada orang tua.

Peran orangtua dan pendidik harus memberikan kontrol pada emosi negatif. Karena bila tidak dikontrol, emosi negatif yang berlebih dapat mempengaruhi sistem saraf otak, tepatnya pada dominasi kerja otak reptil.

Pendidikan memiliki peranan kunci untuk membentuk generasi muda yang sehat, baik fisik dan psikis. Kapasitas dan kapabilitas orangtua serta guru turut menjadi kunci agar energi bawah sadar anak yang negatif tidak mengambil alih perilakunya.

Ia menambahkan sistem pendidikan harus mampu membentuk karakter dan pribadi generasi Alpha menjadi pribadi yang social-centrism, yakni memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Sehingga terbentuk pribadi dengan hati yang lapang dan mencegah perilaku amoral dan demoralisasi.

"Saya ingin memberikan penekanan pada para orangtua dan pendidik bahwa kita sudah tidak bisa bekerja sendirian. Karena tidak semua orangtua memiliki kesiapan sebagai orangtua terlebih bila kita melihat lingkungan sosial di sekitar orangtua juga beragam. Perlu adanya sinergisme antara orang tua dan pendidik karena bagi orangtua yang memiliki faktor risiko tentu tidak mudah," katanya.

Ia mengatakan pendidikan merupakan lentera bangsa, melalui pendidikan, pola pikir dan perilaku anak-anak dapat diubah.*

Baca juga: Mahfud ingatkan generasi milenial pimpin Indonesia 2045