Jakarta (ANTARA) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengingatkan agar pelaku industri baterai kendaraan listrik juga dapat mementingkan pengolahan limbah baterai agar tidak mencemari dan merusak alam.

"Saya perlu mengingatkan pengolahan limbah baterai karena dalam jangka panjang baterai akan menjadi limbah," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam sebuah diskusi yang dipantau di Jakarta, Senin.

Skema pengembangan industri baterai kendaraan listrik, lanjut dia, harus memiliki konsep zero emission atau nol emisi yang berujung pada pengolahan limbah yang baik.

Konsep nol emisi ini mengharuskan pabrik-pabrik mencari cara tentang penerapan pembuangan polusi dan sampah seminimal mungkin.

Limbah baterai kendaraan listrik termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sebab kandungan elektroit di dalam baterai dapat berdampak buruk terhadap lingkungan, termasuk kesehatan manusia.

Baca juga: Pengolahan limbah baterai jadi pertimbangan pengembangan motor listrik

"Saat kita selesai menggunakan baterai tersebut kita perlu konsep zero emission berujung pada pengolahan limbah yang baik terkait dengan baterai ini," kata Hammam.

Sejak 2018 saat isu mobil listrik ramai menjadi topik perbincangan pemerintah dan publik, BPPT mulai melakukan kajian daur ulang limbah baterai untuk mengambil bahan-bahan berharga yang masih bisa dipakai untuk dijadikan bahan baku pembuatan baterai.

Seperti diketahui pada 26 Maret 2021 Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir telah resmi mengumumkan pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC) yang merupakan perusahaan patungan dari empat perusahaan pelat merah yakni Inalum, Antam, Pertamina, dan PLN, dengan masing-masing kepemilikan saham sebesar 25 persen.

IBC menargetkan dapat membangun 30 Giga Watt hours (GWh) baterai hingga tahun 2030 mendatang. Kemudian bisnis ekspor juga diharapkan berkembangan melalui pembangunan pabrik baterai berkapasitas hingga 140.000 GWh.

Baca juga: Erick: Indonesia Battery Corporation untuk jadikan RI pemain global