IPO dinilai perkuat posisi PIS di industri energi dan logistik laut
20 Mei 2021 20:35 WIB
Kapal tanker raksasa milik PT Pertamina International Shiping yang sedang berlayar untuk memperkuat pasokan dan keamanan energi nasional. ANTARA/HO-Pertamina.
Jakarta (ANTARA) - Pakar kemaritiman dari Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya Raja Oloan Saut Gurning menilai positif langkah Kementerian BUMN menyiapkan PT Pertamina International Shipping (PIS), subholding PT Pertamina (Persero) di bidang logistik kelautan terintegrasi, untuk melakukan penawaran umum saham perdana (IPO) pada tahun ini.
Aksi korporasi ini diharapkan semakin memperkuat posisi PIS di industri energi dan logistik kelautan di tanah air, kata Saut Gurning di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bisnis maritim secara prinsip adalah klaster bisnis yang mensyaratkan kondisi usaha dengan lingkungan yang terbuka dan global, termasuk dalam bisnis pelayaran khususnya usaha pelayaran minyak dan gas (migas).
Dalam bisnis ini, baik operator kapal, penyewa, unit manajemen kapal, awak kapal, galangan kapal dan manajemen kepemilikan kapal atau operasi pelayaran dapat dilakukan dengan berbagai pola yang melibatkan banyak pihak yang memiliki kompetensinya masing-masing.
Baca juga: Ekonom sebut rencana IPO "subholding" Pertamina bukan privatisasi BUMN
Menurut Saut, usaha kolaborasi tersebut dalam banyak kasus empiris membawa tingkat efisiensi usaha dari jasa pelayaran itu termasuk jasa pelayaran migas. Dengan demikian, rencana aksi korporasi PIS yang akan melakukan IPO pada tahun ini merupakan upaya untuk menjadikan biaya angkutan minyak mentah dan gas nasional menjadi efisien.
"Ini adalah pola praktis dan dilakukan banyak entitas global," kata Saut dalam keterangannya menanggapi rencana IPO PIS.
Sebelumnya, saat meresmikan PIS sebagai subholding shipping pada awal Mei 2021, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan PIS diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya dengan bertransformasi menjadi perusahaan yang mengintegrasikan kegiatan pelayaran dan angkutan logistik kelautan. Dengan demikian, diharapkan bisa bersaing di kancah global sesuai dengan visinya.
Sementara, Wakil Menteri BUMN I Pahala N Mansury mengatakan bahwa dengan melakukan transformasi bisnis, valuasi PIS di pasar saham bisa meningkat dan mengerek nilai jual. Bahkan, Pahala berharap dengan adanya transformasi dan diikuti IPO, nilai perusahaan bisa meningkat hingga 10 kali lipat.
Lebih lanjut, Saut menjelaskan karena kepemilikan utama dari PIS adalah Pertamina atau secara tidak langsung adalah negara, logis jika opsi melalui IPO tersebut untuk sebesar-besarnya memberikan manfaat langsung bagi negara dan masyarakat Indonesia.
"Tidak hanya pengoperasian dan biaya logistik migas internasional kita yang lebih murah, dan juga berbagai manfaat turunan lainnya baik dampak tidak langsung kepada berbagai usaha terkait, pembukaan lapangan kerja dan pajak kepada negara," ujar Saut penyandang gelar PhD bidang maritime logistics dari Australian Maritime College (AMC) University of Tasmania, Australia.
Dia mengakui bahwa mendapatkan kombinasi keuntungan melalui efisiensi versus manfaat yang diharapkan memang tidak mudah. Pasalnya, industri maritim di Tanah Air lemah untuk orientasi luar negeri karena berbagai arus jasa bisnis maritim di dalam negeri faktanya tetap didominasi pemain asing.
Hal tersebut, ujar dia, mungkin karena fokus para pemain di industri maritim masih ke dalam negeri yang kuenya memang cukup besar, sehingga merasa lebih nyaman dengan pangsa pasar yang pasti ini (captive market).
"Atau, kemungkinan kita memang kurang membangun kekuatan untuk orientasi luar negeri itu. Termasuk untuk urusan pengangkutan impor migas," katanya.
Padahal, kata dia, dengan kepemilikan kapal-kapal besar dalam jumlah banyak tentu akan mendukung dalam memenuhi skala ekonomi yang lebih efisien sehingga ongkos angkut ekspor-impor minyak bisa lebih menguntungkan dan baik bagi ekonomi dalam negeri.
Tantangan dalam pengelolaan kapal-kapal besar adalah fasilitas galangan kapal yang harus memadai, kompetensi SDM berstandar internasional di bagian operator, perancang hingga manajemen yang memenuhi berbagai standar internasional. Begitu juga urusan komersialnya seperti pendanaan asuransi baik untuk kapal, kargo dan awak kapal.
"Penyiapan dan kesiapan kita untuk berbagai faktor di atas memang masih belum lengkap dan cukup terlambat," katanya.
Terkait ambisi PIS untuk menjawab tantangan menjadikan perseroan sebagai integrated marine logistics company, Saut menilai bahwa Pertamina ingin membuat bisnisnya lebih efisien dengan menekan biaya operasional. Mulai dari tahapan logistik migas seperti sisi hulu (lapangan migas, pengolahan) ke tahap midstream (tengah) yaitu terminal termasuk pengapalannya hingga ke hilir (kilang penerima dalam negeri).
"Itu memang perlu dilakukan Pertamina. Apalagi dengan tugas harga minyak satu harga. Saya kira pilihannya memang salah satunya perlu ke opsi itu, yaitu pengendalian proses bisnis via unit usaha yang dapat mengontrol seluruh gerakan produk migas dari hulu ke sisi hilir," ujarnya.
Baca juga: Peneliti Indef: IPO "subholding" akan untungkan Pertamina
Baca juga: Bakal raup dana segar, IPO "subholding" Pertamina didukung
Aksi korporasi ini diharapkan semakin memperkuat posisi PIS di industri energi dan logistik kelautan di tanah air, kata Saut Gurning di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bisnis maritim secara prinsip adalah klaster bisnis yang mensyaratkan kondisi usaha dengan lingkungan yang terbuka dan global, termasuk dalam bisnis pelayaran khususnya usaha pelayaran minyak dan gas (migas).
Dalam bisnis ini, baik operator kapal, penyewa, unit manajemen kapal, awak kapal, galangan kapal dan manajemen kepemilikan kapal atau operasi pelayaran dapat dilakukan dengan berbagai pola yang melibatkan banyak pihak yang memiliki kompetensinya masing-masing.
Baca juga: Ekonom sebut rencana IPO "subholding" Pertamina bukan privatisasi BUMN
Menurut Saut, usaha kolaborasi tersebut dalam banyak kasus empiris membawa tingkat efisiensi usaha dari jasa pelayaran itu termasuk jasa pelayaran migas. Dengan demikian, rencana aksi korporasi PIS yang akan melakukan IPO pada tahun ini merupakan upaya untuk menjadikan biaya angkutan minyak mentah dan gas nasional menjadi efisien.
"Ini adalah pola praktis dan dilakukan banyak entitas global," kata Saut dalam keterangannya menanggapi rencana IPO PIS.
Sebelumnya, saat meresmikan PIS sebagai subholding shipping pada awal Mei 2021, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan PIS diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya dengan bertransformasi menjadi perusahaan yang mengintegrasikan kegiatan pelayaran dan angkutan logistik kelautan. Dengan demikian, diharapkan bisa bersaing di kancah global sesuai dengan visinya.
Sementara, Wakil Menteri BUMN I Pahala N Mansury mengatakan bahwa dengan melakukan transformasi bisnis, valuasi PIS di pasar saham bisa meningkat dan mengerek nilai jual. Bahkan, Pahala berharap dengan adanya transformasi dan diikuti IPO, nilai perusahaan bisa meningkat hingga 10 kali lipat.
Lebih lanjut, Saut menjelaskan karena kepemilikan utama dari PIS adalah Pertamina atau secara tidak langsung adalah negara, logis jika opsi melalui IPO tersebut untuk sebesar-besarnya memberikan manfaat langsung bagi negara dan masyarakat Indonesia.
"Tidak hanya pengoperasian dan biaya logistik migas internasional kita yang lebih murah, dan juga berbagai manfaat turunan lainnya baik dampak tidak langsung kepada berbagai usaha terkait, pembukaan lapangan kerja dan pajak kepada negara," ujar Saut penyandang gelar PhD bidang maritime logistics dari Australian Maritime College (AMC) University of Tasmania, Australia.
Dia mengakui bahwa mendapatkan kombinasi keuntungan melalui efisiensi versus manfaat yang diharapkan memang tidak mudah. Pasalnya, industri maritim di Tanah Air lemah untuk orientasi luar negeri karena berbagai arus jasa bisnis maritim di dalam negeri faktanya tetap didominasi pemain asing.
Hal tersebut, ujar dia, mungkin karena fokus para pemain di industri maritim masih ke dalam negeri yang kuenya memang cukup besar, sehingga merasa lebih nyaman dengan pangsa pasar yang pasti ini (captive market).
"Atau, kemungkinan kita memang kurang membangun kekuatan untuk orientasi luar negeri itu. Termasuk untuk urusan pengangkutan impor migas," katanya.
Padahal, kata dia, dengan kepemilikan kapal-kapal besar dalam jumlah banyak tentu akan mendukung dalam memenuhi skala ekonomi yang lebih efisien sehingga ongkos angkut ekspor-impor minyak bisa lebih menguntungkan dan baik bagi ekonomi dalam negeri.
Tantangan dalam pengelolaan kapal-kapal besar adalah fasilitas galangan kapal yang harus memadai, kompetensi SDM berstandar internasional di bagian operator, perancang hingga manajemen yang memenuhi berbagai standar internasional. Begitu juga urusan komersialnya seperti pendanaan asuransi baik untuk kapal, kargo dan awak kapal.
"Penyiapan dan kesiapan kita untuk berbagai faktor di atas memang masih belum lengkap dan cukup terlambat," katanya.
Terkait ambisi PIS untuk menjawab tantangan menjadikan perseroan sebagai integrated marine logistics company, Saut menilai bahwa Pertamina ingin membuat bisnisnya lebih efisien dengan menekan biaya operasional. Mulai dari tahapan logistik migas seperti sisi hulu (lapangan migas, pengolahan) ke tahap midstream (tengah) yaitu terminal termasuk pengapalannya hingga ke hilir (kilang penerima dalam negeri).
"Itu memang perlu dilakukan Pertamina. Apalagi dengan tugas harga minyak satu harga. Saya kira pilihannya memang salah satunya perlu ke opsi itu, yaitu pengendalian proses bisnis via unit usaha yang dapat mengontrol seluruh gerakan produk migas dari hulu ke sisi hilir," ujarnya.
Baca juga: Peneliti Indef: IPO "subholding" akan untungkan Pertamina
Baca juga: Bakal raup dana segar, IPO "subholding" Pertamina didukung
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: