Gunung Kidul (ANTARA) - Griya Cokelat Nglanggeran di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berusaha bertahan memproduksi berbagai varian produk cokelat untuk memenuhi permintaan pasar yang terus menurun akibat adanya pandemi COVID-19.

Pengurus Griya Coklat Nglanggeran Surini di Gunung Kidul, Rabu, mengatakan pemasaran produk dari Griya Cokelat Nglanggeran ini sangat mengandalkan sektor pariwisisata di wilayah ini, sehingga hanya mampu menjual produk paling banyak 30 persen produk dibandingkan sebelum ada masa pandemi COVID-19.

"Sampai saat ini, kami masih bisa bertahan pada masa pandemi COVID-19 ini. Hanya saja, kami mengurangi kapasitas produksi, mengurangi jam kerja, dan mengurangi upah karyawan," kata Surini.

Ia mengatakan Griya Cokelat Nglanggeran ini memproduksi cokelat dari hulu sampai hilir. Produknya ada minuman cokelat berbagai varian, cokelat batangan, bakpia cokelat, keripik pisang cokelat, dodol cokelat dan aneka camilan lainnya. Dengan adanya pandemi COVID-19 ini, permintaan produk dari Griya Nglanggeran menurun tajam hingga 70 persen.

Sebelum ada pandemi COVID-19, dalam satu bulan mampu menjual 6.000 sachet per bulan, saat ini paling banyak mampu menjual maksimal 2.000 sachet per bulan minuman cokelat. Semua produk terkena dampak permintaan.

Minuman cokelat ada lima varian, harganya berkisar Rp4.500 sampai Rp5.500 per sachet.


Baca juga: Hari Kakao Indonesia momentum tingkatkan konsumsi cokelat lokal


"Kami menyadari Griya Cokelat ini mengandalkan dan didukung sektor pariwisata, dengan adanya pengunjung dan tamu yang berkunjungan ke Desa Wisata Nglanggeran ini sangat berkurang, bahkan tidak ada kunjungan wisatawan. Dari situ, secara langsung sangat berpengaruh pada omzet penjualan produk dari Griya Cokelat Nglanggeran," katanya.

Surini mengatakan bahan baku produk Griya Cokelat Nglanggeran mayoritas berasal dari petani di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk. Di wilayah ini, 80 persen kepala keluarga (KK) di Desa Nglanggeran memiliki tananam kakao yang produksinya sangat tinggi. Produksi kakao ini yang akan diolah di griya ini. Kemudian, susu kambing kerja sama dengan peternakan lokal di Desa Nglanggeran juga.

"Usaha ini dilatarbelakangi potensi kakao di Desa Nglanggeran yang belum optimal meningkatkan pendapatan petani. Untuk itu, adanya bimbingan dari Pemkab Gunung Kidul melalui dinas teknis mengolah kakao menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi. Hanya saja, pada saat pandemi COVID-19 permintaan turun," katanya.

Dia juga mengakui penjualan secara daring belum mampu mendongkrak penjualan produk dari Griya Cokelat Nglanggeran. Permintaan sangat minim dari penjualan darang.


Baca juga: Sulteng matangkan rencana ekspansi pasar cokelat batang


"Produk cokelat setiap wilayah ada dengan varian dan rasa yang berbeda. Semua bersaing dipasaran. Selama ini, kami mengandalkan adanya kunjungan wisatawan dan tamu yang berkunjung ke Nglanggeran, sehingga pemasaran secara daring belum dapat maksimal," katanya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gunung Kidul Johan Eko mengatakan pembangunan Griya Cokelat Nglanggeran ini kerja sama antara Pemkab Gunung Kidul dengan Bank Indonesia, dan Kementerian Pertanian yakni mengolah potensi cokelat di Desa Nglanggeran dan sekitarnya. Tujuannya produksi kakao tidak dijual mentah.

Selanjutnya dibangun Griya Cokelat Nglanggeran yang mampu menjual produk lokal berbahan baku cokelat. Saat ini, ada salah satu produk minuman cokelat dari Griya Cokelat Ngelanggeran yang menjadi minuman resmi Bank Indonesia.

"Selain itu, Pemkab Gunung Kidul sendiri mengeluarkan surat keputusan bupati dengan "Gerakan Bangga Memakai Produk Gunung Kidul" dalam rangka mendongkrak perekonomian masyarakat," katanya.


Baca juga: Produk cokelat Indonesia diminati Austria